Sabtu, April 20, 2024

Apa Kesuksesan Utama Orang Tua

Rinto Simorangkir
Rinto Simorangkir
Orang biasa yg bermukim di kaki Gunung Sinabung

najwa shihab fam

Sungguh menarik untuk membahas tentang Mata Nadjwa, yang sudah tayang lebih dari 7 tahun, dan yang sudah menghasilkan lebih dari 500 episode, menghiasi layar kaca kita. Nadjwa sendiri adalah seorang anak dari seorang cendekiawan muslim  yang terkenal sekaligus rendah hati, yakni  Muhammad Quraish Shihab.

Quraish shibab sendiri enggan menggunakan gelar Habib ataupun Kyai pada namanya. Meskipun layak untuk menyandang gelar itu, tapi tidak menggunakannya dalam deretan namanya. Gelar Habib sendiri adalah suatu gelar yang menunjukkan bahwa masih ada pertalian darah dengan Sang Nabi Muhammad sendiri. Secara harfiah, Habib sendiri berarti orang yang mencintai.

“Pengertiannya bukan hanya orang yang mencintai, tapi termasuk orang yang dicintai, alias jadi Al-Mahbub,” kata Habib Ahmad Muhammad bin Alatas, Ketua Maktab Nasab Rabithah Alawiyah –organisasi pencatat silsilah habib di Indonesia– kepada kumparan, Rabu (11/1).

Menjadi habib bukan perkara mudah. Ada kriteria dan mekanisme yang harus dipenuhi. Mereka mesti menyerahkan daftar silsilah turunan Rasul hingga tujuh tangga keluarga ke atas. Berbagai syarat administrasi pun wajib dipenuhi. Semua itu diatur oleh Rabithah Alawiyah.

Habib, di kalangan Arab-Indonesia, lebih menjadi titel kebangsawanan orang-orang Timur Tengah kerabat Nabi Muhammad SAW –dari keturunan putri Rasulullah, Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib. Menjadi habib di Indonesia menjamin derajat tersendiri di tengah masyarakat. Imej sebagai keturunan Nabi masih menjadi hal istimewa di negara berpenduduk muslim terbesar ini.

Jadi beliau hanya mau dipanggil Ustad, yang berarti seorang guru. Yakni yang mampu memberikan pencerahan. Sebab ayahnya Quraish Shibab, Habib Abdurrahman, telah mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tidak terlalu menunjukkan gelar, apalagi yang ternyata memang benar bahwa ia adalah keturunan langsung dari sang Nabi sendiri.

Papanya ataupun kakek dari Najwa Shibab, menyematkan gelar Shibab kepadanya, sebab memang benar perlakukan sang kakek yang menunjukkan cinta kasih yang besar kepada semua cucu-cucunya.

http://peduli%20fakta.blogspot.co.id

Keluarga besar Shihab pun demikian. Alwi Shihab dan Umar Shihab, kedua adik Quraish Shihab, juga memilih untuk tidak menggunakan gelar habib. Alwi mengkhawatirkan adanya fenomena kemunculan habib-habib yang tidak sesuai dengan aturan dan tidak mencerminkan akhlak seorang yang pantas dipanggil habib. Alwi menyebutnya sebagai “inflasi habib,” di mana jumlah habib yang bertambah justru menjadikan nilai mereka turun.

Kembali ke Najwa Shihab. Seorang tokok jurnalis yang sangat kritis, yang mampu membawa Mata Nadjwa menjadi program unggulan dari Metro TV. Ketika dikabarkan bahwa Mata Nadjwa akan berhenti tayang, mengakibatkan banyak warga Indonesia menjadi baper dan merasa kehilangan.

Banyak tulisan-tulisan atau artikel yang muncul akibat berakhirnya tayangan Mata Nadjwa. Mulai dari tulisan yang pro maupun yang kontra. Yang kontra mengatakan bahwa Program Mata Najwa merupakan program settingan dari yang pro pemerintah. Artinya ketika yang diwawancarai itu adalah orang yang pro pemerintah,dipastikan segala pertanyaannya tidak sekritis kepada orang yang lagi kontra ke pemerintahan. Dan banyak tudingan-tudingan miring lainnya, seperti adanya dugaan bahwa Najwa sendiri akan beralih ke politik atau pemerintahan.

Tapi semua akhirnya terjawab, ketika catatan tanpa titik minggu lalu, Kamis (31/8), ketika host yang diundang adalah Gibran Rakabuming, menanyakan setelah Mata Najwa tidak tayang, Mbak Nana mau kemana? Dan pertanyaan serupa yang disampaikan oleh Bapak Jokowi via telepon juga menanyakan hal yang sama, mau kemana setelah Mata Najwa tidak hadir lagi di media televisi. Hal ini semakin mempertegas secara kuat, bahwa berakhirnya tayangan ini, bukan karena ada pihak istana yang hendak memanggil dia terlibat dalam pemerintahan sebagai menteri.  Sebab Bapak Jokowi sendiripun ternyata bertanya kemana setelah ini.

Hal yang menjadi sorotan saya adalah bahwa yang menjadi hal yang tak pernah dilupakan oleh Najwa sendiri adalah ketika dia akan mewancarai ayahnya sendiri. Dan memang sejak awal, dia tidak mau melibatkan keluarga besarnya menjadi narasumber pada acaranya. Tapi hal itu tidak bisa lagi dihindari, sebab, ternyata papa-nya adalah orang yang paling berkompeten saat itu, untuk menyampaikan pesan-pesan penyejuk. Dikarenakan kondisi bangsa kita yang begitu gampangnya tersulut emosi dan jiwa ketika suatu hal yang sedang terjadi. Seperti saat ini yang sedang terjadi juga, masalah kemanusiaan di Myanmar.

Kira-kira apa yah, anggapan sebagai orang tua, ketika bisa melihat anaknya beraksi dan berdiri bersama sepanggung dan disaksikan oleh dunia. Meskipun bagi kita tampaknya sepele, sebab memang pada kenyataannya seorang jurnalis yah pasti bisa mengeksplorasi seluruh narasumbernya. Tapi hampir bisa dipastikan, bahwa hal itu menjadi suatu peristiwa yang menggetarkan sang anak sendiri. Sebuah moment yang sangat indah, menegangkan, tapi harus menunjukkan keprofesionalannya sekaligus.

Orang tuanya pasti mendeklarasikan, bahwa ini-loh anakku, lihat dia, berdiri bersama dengan aku. Lihat keberhasilannya, lihat prestasinya. Meskipun hal itu tidak ditampilkan secara langsung oleh sang papa sendiri. Ada rasa bangga dan haru ketika kita sebagai orang tua bisa menyaksikan secara langsung prestasi dan keunggulan anak kita. Apalagi di satu moment atau satu panggung. Peristiwa itu menjadi suatu sejarah yang pastinya tidak akan bisa kita lupakan. Dan itulah yang menjadi kebanggaannya para orang tua.

Kemudian kebanggaannya yang lain adalah ketika bisa mengerjakan amanat dari orang tua kita. Seperti yang dilakukan oleh sang kakek Najwa sendiri, untuk tidak terlalu menggagahkan segala gelar ataupun atribut kepangkatan yang ada. Meskipun kita punyai tapi tidak perlu disombongkan.

Dan terakhir ketika orangtua bisa menurunkan spirit kerohanian yang sama kepada anaknya. Bukan hanya membekali dengan segudang ilmu dan pengetahuan, tapi mengabaikan aspek jiwa dan kerohaniannya. Selalu mengajarkan untuk tinggal dalam sprit lingkungan kerohanian yang baik dan mengusahakannya itu terealisasi dalam kehidupannya. Sehingga dia akan mencintai ataupun mengasihi Tuhan-nya, mengasihi orang tuanya, mengasihi sesamanya dan lingkungannya.

    

 Read more at https://kumparan.com/tio/quraish-shihab-sekeluarga-memilih-melepas-gelar-habib#jPC4pAUmeTZywjuW.99

Rinto Simorangkir
Rinto Simorangkir
Orang biasa yg bermukim di kaki Gunung Sinabung
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.