Salah seorang ustadz yang beredar viral di media sosial terekam mengatakan “Kami akan menang, jika tidak menang maka pemilu ada kecurangan”. Pernyataan itu diteriakan dengan nyaring dengan penuh keyakinan tanpa keraguan sedikit pun. Betulkah sikapnya itu?
Keyakinan memang diperlukan pada situasi tertentu. Dalam kehidupan tentara khususnya dalam perang, tidak boleh ada keraguan sedikit pun. Ragu sedikit maka semua akan terlambat. Bukan musuh yang tewas tetapi diri sendiri yang menjadi korban. Keraguan digambarkan sebagai membuang waktu yang sangat penting untuk berpikir atau menimbang-nimbang pilihan.
Dalam kehidupan sekelompok orang beriman, keraguan pun menjadi barang haram. Keraguan dianggap sebagai jalan masuk setan untuk merubah keimanan mereka. Berubah keyakinan terhadap apa yang seharusnya di-imani berarti murtad. Murtad berarti dosa besar dan ganjarannya api neraka yang menyala-nyala.
Tetapi dalam kehidupan normal, kehidupan sehari-hari, justru keraguan menjadi kewajiban. Di dunia ketika orang jujur langka maka lengah sedikit orang akan menjadi korban penipu. Langkanya orang jujur itu bukan karena memang banyak yang berbakat menipu tetapi karena seringkali orang terbiasa melebih-lebih sesuatu atau malah mengurang-ngurangkan sesuatu demi tujuan masing-masing. Jarang yang bisa tepat mengatakan sesuatu seperti apa adanya.
Keraguan menjadi keharusan jika ingin selamat dan hidup tidak menderita. Misalnya saja gadis-gadis yang didekati oleh para pria. Sang gadis perlu sekali bersikap ragu terhadap pria yang mendekat. Ragu sebagai pertahanan diri. Keraguannya akan membangkitkan sifat keingintahuannya untuk memastikan apakah benar si pria sesuai dengan pandangannya. Apakah pria itu masih single, apakah dia sudah bekerja, apakah benar semua yang dikatakannya dan seterusnya.
Begitu juga bagi para pria sebagai pencari nafkah. Jika ada orang datang mengajak bekerjasama dalam bisnis, tentu pertama-tama yang perlu dilakukan adalah meragukan niat partner dalam kerjasama itu dan meragukan segala asumsi sebagai dasar bisnisnya. Sikap seperti itu untuk menjamin kerjasama akan lancar tanpa suatu masalah di kemudian hari. Sikap ragu-ragu dan berhati-hati dianggap sebagai sikap yang bijak.
Dalam dunia akademik atau keilmuan, sikap ragu seorang ilmuwan merupakan sikap wajib yang diperlukan. Sikap keraguan itu akan mempertanyakan semua yang sudah dianggap benar. Sikap itu mendorong ke arah tindakan pengujian dan uji coba. Sehingga setelah itu dia menjadi yakin benar akan fakta yang ditemuinya.
Jadi sikap yakin dan lawannya sikap ragu menjadi sikap yg dianggap baik dan diharuskan pada situasi yang sesuai. Jika tidak sesuai dengan situasi dan kondisi maka orang tersebut dianggap tidak bodoh dan bisa menyebabkan kekacauan.
Misalnya saja tentara yang ingin terjun payung. Jika ragu, pikirannya akan bertanya-tanya terus apakah cuaca sudah tepat? Apakah payung akan terbuka? Apakah dia akan mendarat di air atau pucuk pohon? Pertanyaan itu akan berputar2 terus di kepalanya sehingga akhirnya batal terjun.
Begitu pula jika seorang gadis yang melihat seorang pria yang terlihat menawan kemudian bersedia diajak menikah tanpa keraguan sedikit pun, tanpa bertanya macam tentang pria itu. Bisa-bisa dia akan tertipu terus menerus dengan pria-pria yang berbeda.
Keyakinan tinggi pada seorang ilmuwan malah harus ditekan serendah mungkin. Jika dia yakin bahwa yang ditemukan orang lain sudah benar maka tidak ada lagi penemuan baru. Tidak muncul lagi niat untuk melakukan percobaan.
Orang yang terbiasa dengan salah satu sikap itu bisa jadi tidak akan cocok ditempatkan pada bidang yang berbeda. Misalnya saja mantan tentara tidak cocok di dunia penelitian yang butuh kepastian setelah berulang-ulang uji coba. Atau mantan peneliti yang diangkat jadi pengusaha yang butuh gerak cepat.
Sikap yang tidak tepat akan merugikan banyak pihak. Bagi tentara mungkin itu menyangkut nyawanya bahkan bisa jadi menentukan nasib regunya. Dalam kelompok agama orang yang selalu mempertanyakan dogma yang diajarkan mungkin malah dijauhi kelompoknya, karena dikuatirkan sikapnya akan menular ke anggota kelompok lainnya. Kalau gadis yang selalu yakin saat bertemu pria idamannya mungkin akan kecewa berkali-kali.
Keseimbangan juga perlu. Pada perusahaan atau bisnis, keyakinan dan bertindak cepat itu diperlukan. Tetapi sikap keyakinan berlebihan akan merugikan investor dengan nilai yang sangat besar. Contohnya saja produk pager.
Mungkin ada yang masih ingat, pager adalah alat komunikasi tanpa kabel yang bisa menerima pesan dari orang lain. Pada jamannya alat itu dianggap suatu keajaiban karena semua telpon masih menggunakan kabel, jadi ketika ada orang yg bisa menerima pesan kita di mana saja tanpa dekat posisi telpon kabel, maka itu betul-betul memudahkan orang.
Perusahaan pager kelihatannya yakin bahwa teknologi itu akan bertahan lama sebelum teknologi baru menggantikannya. Tetapi keyakinan itu salah. Telpon tanpa kabel yang bisa komunikasi dua arah, tidak lama kemudian muncul dan menjadi incaran banyak orang. Pager sebagai alat komunikasi, tidak pakai lama, segera ditinggalkan konsumennya. Padahal perusahaan pager cukup banyak berinvestasi pada jaringan telpon dan pegawai operator yang berjumlah banyak.
Begitu pula perusahaan Nokia yang pada jamannya merupakan produsen ponsel nomor satu di dunia. Keyakinan yang tinggi dalam posisinya membuat Nokia tidak waspada pada perusahaan seperti Apple, Google dan Microsoft yang pada waktu itu lebih dikenal sebagai perusahaan komputer dan software. Perusahaan-perusahaan itu tidak dibayangkan sebagai pesaing Nokia. Ketika menyadari kondisi pasar berubah, situasi sudah terlambat. Harga pasar Nokia dari $ 200 milyar menjadi $ 30 milyar dalam waktu sekitar beberapa tahun. Dan akhirnya dijual karena tidak bisa bersaing dengan ketiga perusahaan tersebut.
Kembali ke peryataan ustadz di awal tulisan. Pernyataan yang penuh keyakinan itu sangat berbahaya karena tidak situasi dan kondisi. Yang ustadz bicarakan adalah soal pemilu yang merupakan urusan dunia, hubungan antara manusia bukan soal dogma agama. Jadi keyakinan yang tinggi itu tidak pada tempatnya dan bisa membuat kerugian bagi kelompoknya jika ternyata salah.
Mungkin juga sikap ustadz tersebut di warnai dengan suasana dalam diri atau kelompoknya yang menganggap pemilu itu perang. Dalam perang memang tidak boleh ada keraguan. Keyakinan yang diserukan itu mengkondisikan umat selalu tidak percaya dengan hasil pemilu yang merugikan kelompoknya.
Sikap ustadz dan pengikutnya menjadi berbahaya jika ternyata hasil pemilu tidak memihak pada keyakinan mereka bahwa pemilu itu curang. Jika mereka tidak menerima hasil pemilu tentu hati mereka tidak akan tenang menerima kenyataan yang ada. Semoga saja penolakan hasil pemilu tidak disalurkan dalam bentuk pemaksaan kehendak dan kekerasan yang akan merugikan bangsa dan negara.
Tempatkanlah keyakinan hati pada sesuatu yang tepat. Sikap ragu pun menjadi keharusan pada situasi tertentu.