Ulama merupakan tempat kita bertanya tentang agama bahkan tentang kehidupan ini. Ulama sosok yang dihargai, dihormati oleh masyarakat apalagi oleh para santri-santrinya.
Apa yang dikatakan ulama, itu adalah perintah bagi santri dan masyarakat yang mengaguminya. Apabila ulama dan pemimpin ada dalam diri satu orang, harapan masyarakat tentu orang tersebut akan memerintah sesuai dengan tuntunan agama.
Untuk menjadi pemimpin di negeri ini harus melalui politik, tepatnya kendaraan politik berupa partai politik. Syarat ambang batas PT sebesar 20% mengharuskan partai politik berkoalisi untuk bisa mengajukan Capres dan Cawapresnya.
Untuk mengikuti kontestasi Pilpres membutuhkan uang. Dalam politik uang tersebut disebut sebagai mahar politik. Beredar kabar bahwa uang 1 T menjadi mahar politik Sandiaga Uno. Hal ini disampaikan oleh politikus Partai Demokrat, Andi Arief.
Pernyataan Mahfud MD di acara ILC selasa (14/8) cukup menghebohkan dan mengguncang perpolitikan tanah air. Kekaguman Mahfud MD kepada seorang Jokowi lebih meyakinkan masyarakat bahwa memang Jokowi adalah orang yang tepat sebagai Presiden Republik Indonesia. Mahfud MD adalah orang yang integritasnya tidak diragukan lagi. Untuk itu pendapatnya tentang seseorang tentu layak kita yakini.
Ada satu pernyataan Mahfud MD yang mendapat perhatikan khusus dari kubu oposisi. Selama ini oposisi seolah mencari celah untuk menjadi bahan, alasan menyerang kubu Jokowi. Mahfud MD menyampaikan bahwa ada ancaman NU ke Jokowi yang membuat Mahfud MD terjungkal dari kandidat Cawapres Jokowi.
NU menyatakan kalau Cawapres Jokowi bukan dari NU, maka NU akan tidur dan meninggalkan Jokowi. Hal ini yang menjadi salah satu alasan Jokowi memilih Maruf Amin sebagai Cawapresnya. Ancaman NU terhadap Jokowi ini menjadi area empuk bagi oposisi, digoreng dan menjadi serangan ganas kepada kubu Jokowi.
Apa sebenarnya kebijakan Jokowi yang dipandang anti Islam? Saya kira tidak ada. Yang ada hanyalah tuduhan-tuduhan salah alamat atau tuduhan yang asal jeplak saja. Salah satu isu yang sering digaungkan untuk menyudutkan Jokowi adalah masalah penanganan terorisme. Padahal tidak ada kebijakan khusus masalah terorisme. Penanganan terorisme era Jokowi sama saja dengan era SBY. Pada jaman SBY banyak teroris yang ditangkap tapi SBY toh tidak disebut anti atau musuh Islam.
Lalu tentang kriminalisasi ulama. Apakah benar Jokowi mengkriminalisasi ulama? Saya kira kalau Jokowi melakukannya sama saja dengan blunder, menjelekkan citra diri sendiri. Di era SBY justru 2 kali memenjarakan Rizieq, tapi tidak disebut melakukan kriminalisasi ulama. Membela Ahok? Kita saksikan bahwa Jokowi membiarkan proses hukum terhadap Ahok berlangsung independen, sampai jatuhnya vonis pengadilan. Para pendukung Ahok justru kecewa, karena Jokowi tidak intervensi, padahal menurut mereka Ahok tidak salah.
Justri Jokowi menjawab semua tuduhan itu dengan cara begitu elegan dan sangat sederhana. Ia memilih K.H. Ma’ruf Amin, Ketua MUI sekaligus tokoh NU sebagai calon Wakil Presiden. Jokowi jelas tidak mengkriminalisasi ulama, bahkan ia justru menariknya ke tengah arena, dan ulama mendapat kedudukan yang tinggi sebagai pemimpin bangsa.
Sementara itu Prabowo juga tidak memilih calon yang disodorkan oleh kelompok yang tempo hari melakukan ijtima. Kini, mereka yang anti Jokowi, tapi tidak digubris juga oleh Prabowo. Mereka terpinggirkan, justru oleh orang yang selama ini mereka dukung.
Kalau diperhatikan justru kubu seberang yang melakukan berbagai blunder yang berpotensi menurunkan citranya sendiri. Pertama mengabaikan ijtimak ulama. Di kubu Prabowo ada Habib Riziq dengan PA 212 yang begitu ngotot, penuh semangat mendukung Prabowo. Untuk itulah diadakan Ijtimak ulama untuk membantu Prabowo menentukan Cawapresnya.
Hasil Ijtimak Ulama GNPF-Ulama adalah merekomendasikan Ustad Abdul Somad dan Al Jufri sebagai Cawapres Prabowo. Mereka menginginkan agar Cawapres Prabowo adalah seorang ulama. Tetapi sampai detik terakhir Prabowo seolah tidak mengindahkan rekomendasi itu. Dan kita tahu akhirnya Prabowo memilih Sandiaga Uno yang bukan seorang ulama melainkan seorang pengusaha.
Prabowo walaupun didesak melalui rekomendasi Ijtimak Ulama GNPF-Ulama, agar mengambil Cawapres dari kalangan ulama tetapi tidak dilaksanakan. Ternyata Jokowi yang selama ini sering dikritik, malah mengambil Cawapres dari kalangan ulama. Oleh karena itu sudah sepantasnya PA 212 menjadi gamang dalam menentukan arah politik. Dan menurut kabar akan mengadakan Ijtimak Ulama Jilid II untuk memutuskan arah politik selanjutnya.
Kedua, di kubu oposisi terjadi gonjang ganjing mahar politik. Adalah Andi Arief yang merupakan pengurus Partai Demokrat mengeluarkan pernyataan menghebohkan. Dia menyatakan bahwa Sandiaga Uno bisa terpilih menjadi Cawapres Prabowo dan disetujui oleh PAN serta PKS karena telah memberikan mahar politik masing-masing untuk PAN dan PKS 500 milyar. Mengabaikan Ijtimak ulama dan memilih 1 T tentu bukanlah pilihan yang positif. Masyarakat sudah cerdas dalam memilih dan menentukan pilihanya.
Sumber:
http://wow.tribunnews.com/2018/08/15/mahfud-md-sebut-ada-ancaman-dari-nu-untuk-jokowi-ratna-sarumpaet-dan-tamrin-tamagola-beri-tanggapan?page=2