Sabtu, April 20, 2024

Anomali Cuaca dan Nasib Nelayan Tradisional

Ali Efendi
Ali Efendi
Kepala SMPM 14 Persantren Karangasem Paciran. Tinggal di Kampung Nelayan Paciran Lamongan Jatim

Secara umum nelayan didefinisikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan operasi penangkapan binatang atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Berdasarkan definisi ini, orang yang melakukan pekerjaan membuat perahu, mengangkut ikan, pedagang ikan, bahkan isteri dan anak nelayan bukan termasuk dalam kategori nelayan (Kusnadi, 2002).

Nelayan kecil atau nelayan tradisional merupakan salah satu klasifikasi jenis nelayan di Indonesia berdasarkan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-undang tersebut Pasal 1 Angka 11 berbunyi: “Nelayan kecil merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) grosston (GT)”.

Jadi nelayan kecil atau nelayan tradisional (peasant-fisher) nelayan yang mengunakan teknologi penangkapan sederhana, umumnya peralatan penangkapan ikan dioperasikan secara manual dengan tenaga manusia, kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan pantai.

Karakteristik nelayan secara sosiologis berbeda dengan masyarakat petani dalam menghadapi sumber daya alam, karena nelayan mengahadapi sumber daya bersifat open acces yang menyebabkan mereka berpindah-pindah dengan segala resiko yang dihadapi untuk memperoleh hasil dengan maksimal.

Kondisi sumber daya yang beresiko tersebut menyebabkan nelayan memiliki karakter yang keras, tegas, dan terbuka. Di samping itu, nelayan juga mengahadapi dua musim yang tidak bersahabat, yaitu; musim barat dan musim timur di setiap tahun. Problematika lain yang dihadapi nelayan juga sangat kompleks, misalnya; kemiskinan, pendidikan yang tertinggal, perkampungan kumuh, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nelayan (K3 Nelayan), dan konsumerisme.

Anomali Cuaca di Pantura Jawa 

Salah satu dampak perubahan iklim (climate change) secara global dengan ditandai meningkatnya suhu permukaan bumi atau yang dikenal dengan istilah pemanasan global (global waming). Beberapa dampak perubahan iklim yang sudah dirasakan saat ini adalah suhu permukaan laut menghangat di atas normal, permukaan air laut meningkat, curah hujan meningkat, angin puting beliung, pergeseran musim dan cuaca ekstrem.

Secara global Indonesia terkena dampak perubahan iklim, kondisi cuaca di Tanah Air dalam beberapa tahun belakangan mengalami penyimpangan atau anomali dari kondisi normal. Anomali tersebut mengakibatkan musim di Indonesia mengalami perubahan, pada saat periode musim kemarau, malah turun hujan beberapa kali.

Sebaliknya, saat periode musim hujan, malah datang kemarau berkepanjangan. Anomali cuaca juga mengalami perubahan musim dari biasanya, perubahan waktu musim barat dan musim timur yang mengakibatkan perubahan musim melaut bagi nelayan dan musim libur nelayan.

Berdasarkan kalender tradisional nelayan, musim angin barat yang dihadapi nelayan biasanya terjadi pada minggu ketiga Desember sampai dengan Februari, terkadang sampai minggu pertama Maret. Sedangkan musim angin timur biasanya terjadi Agustus, tetapi tahun ini dua musim yang dihadapi nelayan waktunya telah berubah. Tahun 2019 musim angin barat bergeser pada Januari sampai dengan Maret, sedangkan musim angin timur tahun ini lebih cepat dari biasanya yaitu minggu ketiga April.

Anomali cuaca yang terjadi tahun ini sangat mengganggu aktivitas nelayan tradisional di kawasan Pantura Jawa karena dua musim tersebut tidak bersahabat. Walaupun musim timur nelayan tradisional terkadang masih bisa melakukan aktivitas melaut.

Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya anomali cuaca adalah roda perekonomian masyarakat nelayan jadi terganggu, tentu akan berdampak pada sektor dan sendi kehidupan yang lainnya. Pelaku ekonomi lain yang tergantung pada sektor perikanan dan kelautan juga terganggu.

Solusi Menghadapi Anomali Cuaca 

Nelayan Pantura Jawa mengenal tiga musim; Pertama, musim barat, aktivitas nelayan tradisional libur total karena kondisi laut sangat ganas dintandai dengan ombak besar sampai tiga meter, angin kencang, disertai hujan deras terkadang sehari penuh.

Kedua, musim tedo setelah musim angin barat dengan kondisi laut tenang, tidak ada angin kencang, dan tidak ada ombak besar. Pada musim tedo waktunya nelayan tradisional untuk mengais rizki untuk menyambung hidup keluarga, terkadang dalam waktu tertentu terjadi musim timbul (hasil tangkapan melimpah ruah tidak seperti biasanya).

Ketiga, musim angin timur nelayan tradisional masih bisa melaut, tetapi tetap siap siaga dan waspada karena angin timur (timuran) bisa datang dengan tiba-tiba. Musim angin timur ditandai dengan angin kencang dan ombak besar, serta waktunya sampai dengan seminggu, kemudian berhenti seminggu kemudian angin dan ombak datang kembali.

Karakteristik musim angin timur tidak seganas musim barat karena musim angin timur nelayan tradisional masih bisa bekerja untuk mencari nafkah, walaupun hasil tangkapannya kurang maksimal apabila dibandingkan dengan musim tedo.

Pada musim angin timur nelayan tradisional harus ekstra waspada, karena angin sangat kencang bisa datang secara tiba-tiba disertai mendung, nelayan menyebut dengan istilah angin kemaragan, pada saat terjadi angin kemaragan nelayan biasanya lebih cepat pulang melaut tanpa hasil tangkapan.

Musim angin timur yang dihadapi nelayan tradisional Pantura Jawa tahun 2019 terjadi lebih cepat dari pada tahun sebelumnya. Musim angin timur terjadi pada minggu ketiga April, padahal biasanya terjadi di bulan Agustus. Nelayan tradisional Pantura Jawa terdampak langsung dengan musim angin timur yang datang lebih cepat dari waktu biasanya, karena memperpendek masa musim tedo yang mustinya waktu panen tangkapan hasil laut.

Kondisi dan nasib nelayan tradisonal Pantura Jawa perlu perhatian serius dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta seluruh stakeholder yang ada. Paling tidak ada tiga program skala prioritas untuk pemberdayaan nelayan tradisional sebagai solusi dalam mengahadapi anomali cuaca, di antaranya;

Pertama, bantuan modal untuk memperbaiki teknologi armada yang lebih besar dan kuat, serta alat tangkap canggih yang ramah lingkungan. Suntikan permodalan sangat dibutuhkan mengingat sampai saat ini nelayan tradisional masih terjebak dengan sistem ijon atau rentenir yang terstruktur dan mengakar dengan kuat di lingkungan masyarakat nelayan.

Kedua, urgensi pelatihan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nelayan (K3 Nelayan) karena nelayan tradisional seringkali mengabaikan keselamatan dalam bekerja. Nelayan tradisional dalam bekerja seringkali tidak dilengkapi dengan alat keselamatan kerja, seperti pelampung. Sehingga ketika terjadi insiden kecelakaan kapal tenggelam atau karam, kebanyakan nelayan tidak selamat karena mengabaikan bekal keselamatan.

Ketiga, pendidikan dan pemberdayaan sumber daya manusia, mengingat nelayan tradisional seringkali dikonotasikan sebagai kelompok masyarakat yang termarjinalisasikan dalam menyerap informasi dengan dunia luar. Maka pendampingan yang intensif dan berkelanjutan untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang dunia nelayan sangat dibutuhkan.

Dengan alternatif yang ditawarkan, semoga menjadi modal awal nelayan tradisional dalam menghadapi anomali cuaca.

Ali Efendi
Ali Efendi
Kepala SMPM 14 Persantren Karangasem Paciran. Tinggal di Kampung Nelayan Paciran Lamongan Jatim
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.