Kamis, Oktober 3, 2024

Andil Media Pasca Debat Pilpres

Ode Rizki Prabtama
Ode Rizki Prabtama
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Malang Raya, Peneliti di Center of Research in Education for Liberation (CREATION). Alumni Young Leader Peace Camp 2018.

Debat ke-2 calon presiden 17 Februari lalu berlangsung riuh. Layaknya laga El Clasico Real Madrid versus Barcelona, debat tersebut pun memicu antusiasme pendukung kedua kubu. Selain mendatangi arena debat, nonton bareng (nobar) juga digelar di sejumlah tempat. Secara esensial debat capres membawa dua nilai penting; pertama, sebagai sarana pendidikan politik. Kedua, sebagai wahana adu gagasan pasangan calon tentang visi pembangunan negara lima tahun mendatang.

Tampaknya, jika debat ke-2 pilpres dilihat sebagai sarana pendidikan politik, tentu masih jauh dari yang diharapkan publik. Pun demikian dengan gagasan kedua calon. Argumentasi baik dari Jokowi maupun Prabowo tidak cukup strategis (lemah) merespon pertanyaan yang muncul dari panelis. Visi-Misi untuk menjawab persoalan sesuai tema pun tak terdengar jelas. Justru, pelbagai kekeliruan ditampakkan, misalnya soal data, retorika, dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, selain retorika yang tak menarik, Jokowi keliru menyatakan argumen. Menurutnya, sepanjang tiga tahun terakhir tidak terjadi kebakaran lahan hutan dan gambut. Namun, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan menunjukan pada 2016 terdapat kebakaran hutan seluas 14.604,84 hektar, 2017 seluas 11.127, 49 hektar, dan 2018 seluas 4.666,39 hektar.

Prabowo pun demikian, capres nomor urut dua ini terlihat gagap menanggapi pertannyaan soal infrastruktur. Menurutnya, index per kilometer infrstruktur jalan tol, LTR, dan kereta api di negara lain seperti; Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Maroko, semuanya adalah dua kali lebih efisien, lebih murah, rata-rata dari Indonesia. Padahal, merujuk pada data Word Bank tahun 2018, index infrastruktur di Indonersia 2,89. Sementara Vietnam 3,01; Thailand 3,14; dan Malaysia 3,15. Artinya, selisih index per kilometer infrastruktur Indonesia dan negara-negara tersebut tidak sampai dua kali lipat.

Kekeliruan dua kandidat di atas panggung debat, tentu menjadi kelemahan bagi keduanya. Karena, kesalahan yang ditampilkan menjukkan ketidak-pahaman soal kondisi bangsa hari ini. Olehnya, nilai pendidikan politik yang diberikan kedua capres kepada publik dapat dikatakan cacat.

Di samping itu, ada hal menarik yang muncul pasca debat berlangsung. Meminjam teori Heagel tentang dialektika, agenda debat yang di selenggarakan KPU bisa disebut sebagai tesis awal, atau aksi dalam hukum fisika. Sedangkan respon atau pembicaraan publik pasca agenda itu adalah antitesa (reaksi). Dalam hal inilah, peran media hadir sebagai sarana edukasi politik dengan sangat efektif.

Terdapat banyak media cetak maupun elektronik merespon muatan debat tersebut. Misalnya, Jawa Pos dengan (Bicara-Data), Kompas (Kata-Data), TVone dengan program diskusi di Indonesia Lawyers Club (ILC), dan masih banyak lagi dialog baik di media cetak, televisi, maupun online lainya. Tanggapan kritis para media tersebut merupakan upaya mendrive politik ke arah yang lebih edukatif.

Hal itu menjadi penting karena media memiliki tanggung jawab edukatif kepada masyarakat. Dengan posisi berada di tengah, media memberi informasi yang benar untuk menepis kekeliruan para pendebat. Hal ini merupakan bagian dari pendidikan politik agar masyarakat tidak salah dalam mengkonsumsi argumen politik para calon.

Pada kenyataanya, media terlihat lebih edukatif dibandingkan para capres itu sendiri. oleh sebabnya, Anand Shanker Singh dalam bukunya “Role of Media in Nation Building” 2016 mengatakan, Media can play an effective role in spreading the right kind of consciousness and awareness among people.  Media dapat memainkan peran efektif dalam menyebarkan kesadaran yang tepat di dalam masyarakat.

Tentu dalam pandangan demokrasi, masyarakat menaruh harapan yang tinggi pada pelaku media. Pada momentum elektoral 2019 ini masyarakat menginginkan media tetap berdiri di tengah agar supaya objektif dan seimbang memberikan informasi. Sebaliknya, tidak berpihak untuk mengakomodir kepentingan politik salah satu paslon.

Ode Rizki Prabtama
Ode Rizki Prabtama
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Malang Raya, Peneliti di Center of Research in Education for Liberation (CREATION). Alumni Young Leader Peace Camp 2018.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.