Sabtu, Oktober 12, 2024

Andai Media Sosial Hadir di Zaman Orba

Aditya Mahyudi
Aditya Mahyudi
Penulis Lepas di berbagai Media dan Alumni Unikom.

Penggunaan media sosial terasa mengasyikkan di zaman sekarang. Lain lagi kalau di zaman orde baru, pasti ada penyesoran ketat secara massal tanpa ampun.

Media sosial seperti diketahui adalah sarana untuk berkomunikasi antar jarak jauh kepada semua orang. Peran media sosial memang tidak dapat dipisahkan selama satu hari karena kita membutuhkannya di saat galau, senang, maupun bersuka ria. Di balik semua itu, media sosial digunakan sebagai ajang promosi sekaligus membuat status yang berbau curhat ataupun selfie.

Mari kita intropeksi diri, mengapa media sosial selalu penting dalam kehidupan sehari-hari? Jawabannya yang pasti adalah sangat penting sekali sampai-sampai ketinggalan media sosial saja seperti kehilangan kabar terkini dengan muka terkejut.

Malahan, mereka menjadi lebih terobsesi ke media sosial dibandingkan melihat lingkungan sekitar. Hal ini sangat patut disayangkan apabila anak cucu kita mengetahuinya di masa kini sehingga kehilangan kesempatan emas untuk berbicara dengan orang lain. Jadinya malah dicuekin deh!

Kalau penggunaan media sosial di era serba digital bisa diterima oleh masyarakat secara terbuka dan sebebas-bebasnya maka kebebasan berekspresi bebas menyebar dimana-mana sampai kebablasan.

Selain itu, penggunanya sendiri tidak hanya anak muda melainkan sudah merambah ke para pejabat, lansia, bahkan anak-anak yang dikatakan belum mengerti sama sekali dengan teknologi. Bisa dikatakan media sosial adalah candu dalam kemasan baru disamping mengonsumsi sarapan.

Coba bayangkan kalau anda memakai media sosial di Era Orde Baru. Suasananya pasti mulai menegangkan dimana segala bentuk kebebasan ekspresi dikekang oleh Pemerintah. Artinya, kita serasa diawasi oleh mereka tentang etika yang benar sehingga kita dengan setengah hati harus menaati perintah mereka tanpa membantahnya secara terang-terangan.

Misalkan kalau anda menuliskan hal-hal buruk di media sosial pada masa Orde Baru, kemungkinan besar anda berhadapan dengan hukuman oleh Pemerintah. Yap! Ini bukan main-main lho soalnya bakal dihadapkan dengan pembredelan oleh Bapak Harmoko selaku Menteri Penerangan. Kenapa harus dengan Pak Harmoko bukan dengan Pemerintah itu sendiri?

Soalnya peran Beliau sangat krusial di Indonesia yaitu mengawasi hal-hal berbau negatif pada siapapun termasuk Pemerintah melalui senjata andalannya yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

Undang-undang ini tidak hanya berlaku sama wartawan saja tetapi bisa mengenai siapa saja tanpa memperhatikan latar belakang sosial. Jadi, bagi yang menentang Undang-Undang ini kemungkinan besar masuk tikus perangkap alias diinterograsi tanpa pengadilan.

Kalau begitu berarti kita berbicara dengan tanpa disengaja bisa ditahan dong! Eits, belum tentu kejadiannya seperti itu. Pemerintah justru mendukung semua masyarakat untuk berbicara kebebasan berekspresi namun harus dikonsentrasikan pada pendidikan maupun program Pemerintah.

Sekali lagi, anda jangan coba-coba untuk mengkritik ataupun menyudutkan Pemerintah secara terang-terangan takutnya nanti menjadi tersangka beneran walaupun tidak ada bukti yang sah.

Meskipun terkesan menyeramkan, imbauan dari Pemerintah memang ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya anda ingin berkontribusi pada program Pemerintah. Silahkan berpartipasi dengan tertib dan tidak usah malu-malu asalkan jangan seperti musuh dalam selimut!

Di luarnya bersikap arogan justru di dalamnya berpura-pura memuji pemerintah dengan nada datar supaya mendapat perhatian di tengah hingar-bingar unsur soekarnois.

Kalau ingin meyakinkan Pemerintah, anda sebaiknya mempelajari Pedoman Penghayatan Pancasila (P4) tanpa henti. Bisa jadi, anda berpeluang untuk membuat kebebasan berekspresi melalui sindiran halus lalu membaca pidato yang berisi pujian kepada Pemerintah seolah-olah anda tertarik untuk memilih Kader Partai Golkar secara diam-diam walaupun hatinya lebih setia pada Golongan Putih.

Tidak cukup sampai di situ saja, menyanyikan mars ABRI sepanjang jalan seperti merasakan kebebasan berekspresi versi Pemerintah walaupun sebenarnya lagu itu memang berlabel resmi tanpa satu lirikpun diubah kecuali harus minta izin ke Departemen Penerangan dengan menandatangani perjanjian krusial yaitu berjanji untuk tidak menyanyikannya secara cengeng.

Momen krusial lainnya adalah munculnya hashtag #kamicintapancasila, #bapakkamisoeharto, #golkarkeren, dan #abrimasukdesa. Semua pemakaian hashtag itu merupakan bentuk dukungan atas pemerintahan Orde Baru.

Jika dipikir-pikir, hal itu menggambarkan pencitraan ala Orde Baru dan terkesan lebay sehingga ujung-ujungnya berakhir nyinyiran massal oleh netizen. Seandainya penguasa orde baru mengetahui hal ini mungkin akun netizen sudah langsung disuspect atau diblokir semua akses. Untungnya, pemakaian hashtag baru berlaku di zaman modern sehingga bisa bercuit sepuasnya tanpa terlihat kaku.

Yang lebih menyenangkan lagi kalau membuat vlog dadakan. Meskipun konsep vlog sudah ada melalui siaran berita TVRI. Nyatanya, sebuah vlog berisi konten yang sangat serius sehingga sisi humoris terasa menguap begitu saja. Bagaimanapun juga, vlog harus bersifat mendidik dan menginspirasi semua orang asalkan tidak berkaitan dengan nilai-nilai radikalisme atau berbau komunisme jika ingin bebas dari pembredelan.

Konten vlog yang boleh diizinkan jika diterapkan di Orde Baru paling banter adalah seputar Golkar ataupun program TVRI. Soalnya kalau hal-hal di luar kebijakan Pemerintah pasti dicurigai atau terancam dicabut hak vlognya. Kalau sekarang, pencabutan Vlog mungkin dilakukan pada saat akunnya keblokir atau dituntut dengan tudingan plagiarisme.

Sejujurnya, media sosial ala Orde Baru memang dibatasi penggunaannya demi memberikan manfaat yang terbaik untuk seluruh masyarakat Indonesia. Di balik semua itu, banyak pihak yang merasa dikekang oleh Pemerintah akibat kebijakan yang dibilang kontroversial sehingga mereka harus memutar otak.

Sungguh sindiran yang ironis sekaligus menyakitkan walaupun ada manfaatnya juga karena terbebas dari unsur-unsur tidak mendidik yang menjerumuskan ke pergaulan bebas secara negatif maupun debat politik yang tidak ada berhentinya sampai ujung dunia.

Kemudian, saya teringat oleh perkataan Pak Wiranto bahwa “media sosial harus dihentikan sementara jika ketahuan menyindir Pemerintah ataupun menganggu demokrasi.” Yang pasti sindiran pedas mulai berkurang drastis sekaligus puasa chatting dulu biar damai seperti kehidupan alamiah. Selama media sosial dibekukan, sms dan email bisa dipakai kok selama pulsa masih ada.

Sebagai warga negara yang baik, kita mesti memahami penggunaan media sosial secara wajar. Jangan lupakan hak privasi anda agar tidak diklaim oleh setiap pihak supaya lebih aman dan sejahtera jika media sosial diperlukan untuk kebutuhan penting.

Jadi hidup dengan media sosial ataupun anti media sosial wajib menjunjung tinggi rasa kebersamaan supaya tidak saling sibuk menatap handphone dengan nada sinis.

Sumber Gambar: www.sbs.com

Aditya Mahyudi
Aditya Mahyudi
Penulis Lepas di berbagai Media dan Alumni Unikom.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.