Dalam acara jumpa pers yang dihadiri kedua Presiden, Yoon mengatakan, dia dan Biden telah menyetujui langkah-langkah untuk memperkuat pertahanan Korea Selatan sebagai respon atas ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Utara. Dalam acara jumpa pers yang dihadiri kedua Presiden, Yoon mengatakan dia dan Biden telah menyetujui langkah-langkah untuk memperkuat pertahanan Korea Selatan sebagai respon atas ancaman nuklir yang ditimbulkan oleh Korea Utara.
“Kedua negara telah sepakat untuk segera melakukan konsultasi presiden bilateral jika terjadi serangan nuklir oleh Korea Utara dan berjanji untuk menanggapi dengan cepat, luar biasa, dan tegas menggunakan kekuatan penuh aliansi, termasuk senjata nuklir Amerika Serikat,” kata Yoon.
Sedangkan Biden menyinggung lagi tawaran Amerika Serikat ke Korea Utara untuk menggelar pembicaraan mengenai program nuklir dan misilnya. Namun tawaran Amerika itu masih diabaikan oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Misi Korea Utara untuk PBB belum mau menanggapi perihal ini. Leif-Eric Easly, profesor studi internasional pada Ewha University di Seoul, mengatakan, pertahanan rudal Korsel saat ini tidak memadai untuk menghadapi ancaman Korut.
”Seruan (Korsel) ini tidak hanya terkait investasi lebih jauh dalam peralatan, tetapi juga pendekatan yang terkoordinasi dengan Jepang dan upaya diplomasi terhadap Beijing guna mengurangi perlombaan senjata dengan Pyongyang,” katanya.
Ancaman nuklir Korea Utara di Semenanjung Korea adalah isu yang tidak hanya berdampak pada keamanan regional di Asia Timur Laut, tetapi juga berpotensi mengancam stabilitas dan perdamaian global. Dengan kemajuan teknologi nuklir yang terus berkembang dan kemampuan militer yang semakin canggih, Korea Utara telah menciptakan situasi yang sangat kompleks bagi komunitas internasional.
Tidak hanya tetangga dekatnya seperti Korea Selatan dan Jepang yang merasa terancam, tetapi juga negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia yang harus menyesuaikan strategi geopolitik mereka untuk menanggapi dinamika yang berubah dengan cepat.
Diplomasi internasional menghadapi tantangan besar dalam upaya meredakan ketegangan ini. Meskipun sanksi ekonomi dan tekanan diplomatik telah diterapkan selama bertahun-tahun, efektivitas langkah-langkah ini masih terbatas.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih inovatif dan kolaboratif untuk menanggulangi ancaman ini. Indonesia, sebagai negara yang memiliki peran strategis di ASEAN dan reputasi sebagai mediator dalam konflik internasional, memiliki peluang untuk berkontribusi dalam meredakan ketegangan ini melalui diplomasi yang konstruktif dan inklusif.
Dalam menghadapi ancaman yang serius ini, kerja sama internasional yang erat, dialog yang berkelanjutan, serta komitmen kuat dari semua pihak untuk mencari solusi damai adalah kunci utama untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih besar.