Pada era modern ini karya sastra dikelompokkan menjadi empat genre, yaitu prosa, puisi, drama dan film. Meskipun tidak sedikit ilmuan sastra yang tidak mengklasifikasikan film sebagai sebuah genre sastra, namun menurut Klares, film lahir dari sebuah naskah yang menceritakan sebuah kisah secara tekstual mirip dengan naskah drama.
Karya sastra dapat menjadi alat untuk membicarakan lingkungan seperti sebagai sumber inspirasi bagi seseorang untuk menghasilkan sebuah karya. Manusia dan alam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan timbal balik dalam keberlangsungan hidup di bumi ini.
Harmonisasi sangat dibutuhkan oleh keduanya agar manusia dapat hidup dengan nyaman. Keseimbangan alam yang terjaga dengan baik mengartikan bahwa manusia memiliki akal pikiran untuk menjaga nikmat tuhan dengan sebaik-sebaiknya. Beberapa manusia mencoba menjaga dan melestarikan alam sebagai upaya mencegah bencana alam demi keberlangsungan kehidupan generasi masa depan.
Namun tidak sedikit pula mereka yang kalap dengan kekayaan alam yang melimpah sehingga membuat mereka serakah dan mengambil hasil alam secara berlebihan (eksploitasi alam) dan tidak bertanggung jawab serta tidak memikirkan resiko yang akan dirasakan nantinya di masa mendatang. (Suswanto dalam artikel berjudul Ekokritik Film Avatar Karya James Cameron Sarana Pendidikan Lingkungan Siswa yang dimuat dalam Jurnal No. 2. Vol. 6 tahun 2012 )
Manusia sebagai pemegang peranan dalam sistem ekologi sangat tergantung pada keberadaan lingkungannya. Begitupula lingkungan yang memiliki mutu baik tidak terlepas dari perlakuan tangan manusia. Hubungan manusia dengan lingkungannya tidak jauh dari berbagai persoalan lingkungan hidup yang memang tidak lagi hanya terbatas pada tingkat lokal, melainkan juga regional nasional bahkan global.
Salah satu isu lingkungan hidup yang memberikan pengaruh signifikan terhadap sistem kehidupan di bumi ini serta telah menjadi perhatian banyak pihak saat ini adalah perubahan iklim (Climate Change).
Bahkan salah seorang ilmuwan yang terkemuka asal Inggris Sir David King mengatakan bahwa isu perubahan iklim lebih mengkhawatirkan daripada isu terorisme sebagaimana yang dikemukakan oleh Deni Bram, Mumu Muhajir, dan Melly Setiawati dalam artikelnya yang berjudul perubahan iklim yang dimuat dalam buku yang berjudul Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitan Dengan Hukum dan Tenurial Di Indonesia: Sebuah kajian Kepustakaan (2013)
Perubahan iklim yang terjadi akibat emisi atau pelepasan gas rumah kaca, semakin hari semakin mengancam kehidupan umat manusia dan keanekaragaman hayati yang ada dimuka bumi ini. Tanda-tanda ini pun semakin dirasakan oleh ketujuh tokoh inspiratif yang kisahnya diangkat dalam film dokumenter berjudul “SEMESTA”.
Film Semesta merupakan hasil dari kolaborasi antara Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan PT Talamedia dengan membawa pesan relevan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim. Genre dokumenter dipilih untuk film Semesta karena dinilai dapat mengangkat nilai Indonesia. Film ini dipublikasikan ke masyarakat luas Indonesia pada Januari 2020.
Tanah Air Film sebagai rumah produksi mencoba mendesain dokumenter menarik dengan mengunggulkan proses produksi segi pengambilan gambar, pembuatan musik, ilustrasi, hingga tahap penyuntingan. Film Semesta di produseri oleh Amanda Marahimin dan Nicholas Saputra.
Chairun Nisa selaku sutradara mengemas film ini melalui kisah tujuh tokoh inspiratif di tujuh provinsi Indonesia mulai dari Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Papua Barat, Yogyakarta dan Jakarta yang berusaha memperlambat dampak perubahan iklim dengan merawat alam Indonesia atas dorongan agama, kepercayaan, dan budaya masing-masing. Kehadiran ketujuh tokoh ini dipilih melalui riset yang cukup panjang agar dapat mewakili manusia dan alam Indonesia yang beragam.
Pada awal pembukaan film disajikan kehidupan Tjokro Raka Kerhayasa seorang tokoh budaya yang berasal dari Ubud Bali sedang melaksanakan rangkaian tradisi nyepi. Umat hindu di Bali menjadikan momentum hari raya nyepi sebagai hari dimana alam mengadakan pembenahan diri, meskipun hanya satu hari dalam satu tahun namun tetap memberikan dampak baik secara makro maupun mikro yang luar biasa khussnya dalam pengurangan emisi harian di Bali. Menurut Tjokro yang penting dalam hidup ini adalah keseimbangan melalui kontrol kehidupan karena sejatinya hidup ini sederhana, bila mana kita dapat merenung sesaat.
Kehidupan di pedalaman Kalimantan Barat pun ditampilkan dalam film Semesta, kepala desa Sungai Utik bernama Agustinus Pius Inam menceritakan jika hutan disekitar tempat tinggalnya adalah warisan dari leluhur yang patut ia dan masyarakat setempat jaga, karena jika kelestarian hutan tidak dipertahankan kemungkinan besar segala tradisi, budaya akan hilang termakan perkembangan zaman.
Warga Sungai Utik pun merasa lebih nyaman dengan keadaan saat ini diwilayahnya karena dengan hutan yang terjaga mereka dapat tetap berburu, berladang dan menikmati sumber mata air yang jernih, bagi mereka tanah adalah ibu dan air adalah darah, ketika tanah itu habis maka tumbuh-tumbuhan itu pun tidak ada, dan tidak dapat kita manfaatkan untuk pangan sehari-hari.
Belum adanya tenaga listrik di daerah Bea Muring Nusa Tenggara Timur membuat masyarakat menggunakan bantuan generator untuk penerangan setiap malam hari, namun karena setiap kepala keluarga memiliki satu generator dengan tempat tinggal yang berdekatan menjadikan tingkat polusi udara dan kebisingan suara di daerah tersebut meningkat, yang juga tidak memberikan kenyamanan untuk kehidupan.
Pada akhirnya Romo Marseluc Hasan selaku pemimpin agama katolik di daerah Bea Muring menyarankan agar warga beralih ke pembangkit listrik tenaga air (PLTA) agar listrik dapat menyala hingga pagi hari dan juga dapat mengurangi polusi udara serta kebisingan dimalam hari, sehingga kenyamanan dalam beristirahat dapat terpenuhi.
Hal ini juga menjadi pembelajaran bagi Romo dan masyarakat Bea Muring tentang bagaimana mereka dapat menjaga lingkungan hidup seperti yang tertulis dalam kitab agama yang mereka anut yang berbunyi manusia diberi mandat untuk menjaga dan memelihara ciptaan tuhan ini. Memang manusia diberikan kuasa untuk menguasai alam, tetapi disamping itu juga manusia dituntut untuk menjaga dan memelihara.
Adanya ekploitasi ekosistem laut secara bebas membawa dampak buruk pada hasil laut yang semakin hari semakin berkurang. Hal ini menjadikan tradisi Sasi di wilayah Kapatcol Papua Barat diberlakukan secara meluas. Sasi adalah suatu tempat yang dilindungi dan dijaga sehingga dia utuh dan tidak ada yang mengambil hasil laut disana. Almina Kacili menjadi penggerak pembuatan kelompok wilayah Sasi khusus perempuan di wilayah Kapatcol.
Menurutnya perempuan tidak boleh tinggal diam, meraka juga mampu membuat wilayah Sasi seperti laki-laki, karena perempuan juga memiliki hak untuk membuat wilayah Sasi. Mereka memiliki kepercayaan jika mereka sudah Sasi wilayah tertentu, maka tempat tersebut sudah ada penunggu yang melindunginya sehingga Sasi dapat dijadikan sebagai penyeimbang alam dan hasil Sasi yang nantinya mereka dapatkan jika wilayah Sasi sudah dibuka akan dipergunakan untuk membantu memenuhi keperluan perempuan di wilayah Kapatcol mulai dari biaya sekolah anak dan juga biaya obat-obatan jika ada anggota keluarga yang sakit.
Bagi Muhammad Yusuf sebagai imam kampung Pameu provinsi Aceh beranggapan kita selaku manusia harus dapat menjaga lingkungan agar tidak merusak alam sekitar kita, baik alam laut maupun alam darat, Sebab ini adalah hukum sebab akibat jika kita tidak menganggu makhluk lain maka mereka pun tidak akan menganggu kita, begitupun sebaliknya.
Rusaknya alam adalah akibat dari ulah manusia, kalau manusia dapat menjaga lingkungan hidup, maka dengan kehendak-Nya alam ini pasti menyatu dengan kita. Hal inilah yang mendasari Yusuf bahwa betapa pentingnya untuk menyampaikan segala hal positif dan bermanfaat (berdakwah) kepada masyarakat yang ada di kampung Pameu terutama berkaitan dengan pemeliharaan hutan dengan baik yang dapat mengurangi dampak terjadinya pemanasan global, dan kerusakan habitat alami hewan hutan.
Dasar cinta pada kepercayaan (agama) menjadi awal perjalanan Iskandar Waworuntu dalam islam, karena jika kita memulai sesuatu dengan cinta maka kita akan rela berkorban. Dalam fase ini Iskandar Waworuntu yang bermukim di Imogiri, Daerah Istimewa Yogyakarta seperti mendapatkan energi untuk mengorbankan kebiasaan-kebiasaan hidup yang dahulu untuk mengikuti sunnah nabi Muhammad SAW. Iskandar menekankan thayyib sebagai acuan yang sangat relevan untuk diterapkan di masa sekarang.
Thayyib diambil dari bahasa arab, yang artinya baik dan mulia, sebagai sebuah kesatuan bahkan bukan sesuatu yang terpisah dari halal, yang mana kita harus berhati-hati menyikapi asal-usul dari apapun yang bersentuhan dengan hidup kita, yang kita pakai dalam hidup ini dan yang kita konsumsi sehari-hari. Keluarga Iskandar menjalankan pelatihan permakultur, sebuah model pertanian yang meniru ekosistem alami. Pelatihan ini menekankan pada hubungan timbal balik antara manusia dengan alam. Dengan menggunakan sistem bercocok tanam yang bersifat lokal dan berpihak kepada alam, maka lebih banyak emisi yang dapat dikurangi.
Membangun hubungan antara masyarakat urban dengan alam membuat Soraya Cassandra selaku pendiri kebun kumara yakin dapat menginspirasi orang lain dalam perubahan untuk mengurangi emisi karbon.
Kebun kumara berusaha menjadikan tempat yang kumuh dan kondisi tanah yang tidak ideal sebagai tempat urban yang hijau, lestari dan dapat dijadikan sebagai tempat pendidikan dalam belajar mengenal alam berkenaan dengan tumbuhan (kebun belajar). Dengan tujuan untuk membantu menjawab permasalahan penghijauan di perkotaan dengan menyediakan wadahnya. Bagi Soraya hal paling nyata untuk melihat keagungan illahi dan cinta kasih adalah di alam, dalam bentuk nyata di depan mata kita sendiri.
Keyakinan dan prinsip hidup yang diterapkan oleh ketujuh tokoh inspiratif dalam film Semesta menjadikan bukti bahwa lingkungan masyarakat dan lingkungan alam memiliki peranan penting dalam perubahan tata nilai kemasyarakatan, tata nilai hidup bersama dan tata nilai lokal. Film Semesta ini dapat dikaji menggunakan kajian ekokritik.
Istilah ekokritik berasal dari bahasa Inggris ecocriticism yang merupakan bentukan dari kata ecology dan criticism. Ekologi dapat diartikan sebagai kajian ilmiah tentang pola hubungan-hubungan tumbuh-tumbuhan, hewan,hewan, dan manusia terhadap satu sama lain dan terhadap lingkungannya.
Sedangkan kritik diartikan sebagai bentuk dan ekspresi penilaian tentang kualitas-kualitas baik atau buruknya sesuatu, sehingga secara sederhana ekokritik dapat dipahami sebagai kritik berwawasan lingkungan.
Menurut Garrard ekokritisme mengekplorasi cara-cara mengenai bagaimana kita membayangkan dan menggambarkan hubungan antara manusia dan lingkungan dalam segala bidang hasil budaya. Ekokritisme sendiri dapat dibatasi sebagai studi tentang hubungan antara karya sastra dan lingkungan fisik. Urgensi ekokritisme dalam film Semesta dapat diuraikan menjadi tiga bagian. (Suswanto dalam artikel berjudul Ekokritik Film Avatar Karya James Cameron Sarana Pendidikan Lingkungan Siswa yang dimuat dalam Jurnal No. 2. Vol. 6 tahun 2012 )
Yang pertama, bagaimana alam direpresentasikan dalam film Semesta yaitu dengan memperlihatkan kehidupan sehari-hari setiap tokoh yang memiliki perbedaan dalam hal prinsip, kepercayaan, dan kondisi alam yang harus dihadapinya. Mereka hidup berdampingan dengan alam, menjalankan kebiasaan menjaga dan melestarikan alam sebagai upaya mempertahankan hidup, serta menjadikan alam sebagai sumber kehidupan.
Meskipun kehidupan modern di masa sekarang terus menekan mereka, namun mereka tetap konsisten dalam menjaga alam dengan prinsip kebudayaan dan aturan yang ada bahkan mereka tidak hanya melakukannya untuk diri sendiri melainkan juga mengajak masyarakat lain di desa setempat untuk menumbuhkan rasa hormat atau menghargai kehidupan alam dengan cara menjaga dan melestarikannya tanpa merusak dan mengambil hasil alam secara berlebihan.
Yang kedua adalah peran alam yang ditampilkan dalam film Semesta melalui berbagai tradisi dan aturan-aturan yang diterapkan dalam setiap daerah seperti perayaan hari raya Nyepi di Bali, aturan mengambil hasil alam di Sungai Utik Kalimantan Barat, tradisi Sasi di Papua, hingga prinsip kepercayaan yang ada dalam agama yang di anut oleh masing-masing tokoh inspiratif.
Mereka meyakini dengan menjalankan tradisi dan aturan tersebut alam akan baik-baik saja karena mereka selalu menghormati alam, apapun yang terjadi mereka tidak akan semena-mena dengan ciptaan tuhan yang menjadi sumber kehidupannya di bumi sebab jika manusia dapat menjaga lingkungan hidup, maka dengan kehendak-Nya alam pasti dapat menyatu dengan manusia, karena baik manusia maka baik pula alam, buruk manusia maka buruk pula alam. Inilah yang disebut hukum sebab akibat jika kita tidak menganggu makhluk lain maka mereka pun tidak akan menganggu kita dan terkadang manusia diuji oleh tuhan melalui makhluk lain, karena manusia lalai dalam menjaga kesinggungan antara kehidupan alam dan kehidupan manusia.
Yang ketiga berkaitan dengan nilai pendidikan lingkungan yang tergambar dalam film Semesta melalui tujuh tokoh inspiratif adalah berupa nilai kebudayaan yang berbentuk pola pikir, tingkah laku, dan sikap dalam hal adat istiadat di tujuh provinsi yang ditampilkan dalam film. Prinsip yang dibangun oleh tujuh tokoh inspiratif dalam film Semesta dapat menjadikan kebiasaan dan pendidikan dalam menciptakan kesadaran akan peduli lingkungan dengan menciptakan ekologi untuk membentuk manusia menjadi makhluk berbudaya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (alam) secara baik.
Film Semesta menjadikan kita sadar bahwa dunia saat ini sedang mengalami krisis ekologi, terjadi perubahan iklim, pencemaran lingkungan dan polusi udara, sehingga kita sebagai makhluk tuhan yang memiliki kelebihan dalam akal pikiran dan budi pekerti diharapkan mampu menjaga, melindungi dan melestarikan kekayaan alam yang ada dengan sebaik mungkin demi keberlangsungan sesama makhluk hidup di bumi ini. Sebab segala hal yang ada di bumi adalah pemberian dari tuhan yang tidak pantas jika dikonsumsi secara sepihak bahkan memperlakukannya dengan seenaknya. Jadi jika manusia dapat berdamai dengan alam dan saling menghargai maka manusia dapat hidup berdampingan dengan alam.