Kamis, April 25, 2024

Ali Shariati: Tokoh Sosiologi Islam Revolusioner (2)

Agus Mauluddin
Agus Mauluddin
Pemerhati Sosial. Peneliti di CIC Institute of Rural and Urban Studies. [ig: @cic.official.id]. Penikmat Kopi & Tea.

Konsep Qabil dan Habil

Qabil dan Habil dalam sebuah riwayat atau dalam mitologi drama kosmik adalah seorang anak Adam, yang mempunyai saudara kembar. Qabil maupun Habil mempunyai adik perempuan. Adik perempuan masing-masing akan dinikahkan dengan sistem nikah silang. Adik perempuan Qabil cantik jelita, sedangkan adik Habil tidak seperti adik Qabil. Secara sistem silang bahwa Qabil dinikahkan dengan adik Habil dan Habil dengan adik Qabil. Akan tetapi Qabil tidak bersedia karena tahu bahwa adiknya sendiri lebih cantik daripada adik Habil, dan Qabil ingin menikahi adiknya. Menanggapi hal itu, maka Adam membuat suatu kesepakatan, bahwa yang Korbannya diterima, maka ia yang akan menikahi pasangan yang diinginkannya. Korban Habil-lah yang diterima oleh Allah dengan korban dari hasil menggembalaan, sedangkan korban Qabil tidak diterima dengan hasil pertanian.

Pada akhirnya Qabil tidak menerima kenyataan itu. Kemudian Qabil memutuskan membunuh Habil. Peristiwa tersebut merupakan sebuah simbol, bahwa sebenarnya pembunuhan itu terjadi secara esensial bukan semata-mata karena wanita. Akan tetapi di sana nampak struktur sosial dan konflik sosial. Artinya, Qabil diidentikan dengan pertanian dan Habil diidentikan dengan pengembalaan. Ketika Habil di bidang penggembalaan tidak perlu memerlukan modal yang besar. Untuk makanan ternak pun bisa diperoleh dari alam. Jika Qabil dalam bidang pertanian, dalam proses bertani begitu tidak sederhana, dari mulai memelihara, memberi pupuk, hingga memanennya. Sehingga di sana sebagai simbol, ketika Korban Qabil tidak diterima, karena Qabil tidak memberikan yang terbaik dalam artian lebih menyisakan untuk dirinya sendiri karena merasa dalam prosesnya pun tidak sederhana. Jika dielaborasikan lagi bahwa Ali Shariati, mempunyai esensi konsep yang sama dengan Karl Marx. Dalam teori Marx, muncul term Borjuis dan Proletar. Nah ekuivalennya yaitu konsep Qabil dan Habil.

Qabil diartikan sebagai kaum borjuis, penguasa, pemilik modal, sedangkan Habil diartikan sebagai kaum Proletar, yang dikuasai. Kenapa bisa dikatakan seperti itu? Tatkala melihat mitologi drama kosmik tadi, sebagai simbol bahwa dalam kutub Habil keadaannya bisa dibilang sosial tinggi, tidak adanya “pemetakan-pemetakan”, kepunyaan bersama. Berbeda dengan kutub Qabil, yang mulai adanya “pemetakan-pemetakan”, pembagian lahan—tanah, kepemilikan sendiri-sendiri, adanya persaingan-persaingan. Hal tersebut menurut Shariati adanya pergeseran dari kutub Habil ke kutub Qabil dan “nanti” akan kembali lagi ke kutub Habil. Dan menurut Shariati hal tersebut bisa terjadi jika adanya suatu revolusi. Dan kembalinya kepada kutub Habil yang indikatornya kehidupan bersama, tidak adanya individualisme, kepemilikan sendiri, masyarakat yang harmonis dan itu pula menurut Shariati sebagai masyarakat ideal.

Konsep Dialektika Sosiologi

Konsep dialektika sosiologi secara epistemologi—mitologi drama kosmik, Allah menciptakan Adam untuk menjadi khalifah di muka bumi. Ia diberi modal dua hal, yakni pengetahuan (al-asma’) dan kebebasan kehendak (amanah). Adam dicipta dari dua unsur: tanah dan ruh Allah. Jadi, manusia pada kodratnya mempunyai dua dimensi itu. Tanah atau lumpur merupakan simbol kenistaan dan kerendahan, sementara ruh Ilahi adalah simbol keluhuran, kesempurnaan. Itu merupakan sebuah simbol, bahwa manusia mempunyai dua dimensi atau unsur—tanah atau lumpur yang berarti manusia tatkala dalam serendah-rendahnya seperti sebuah lumpur yang “rendah”, jika dalam tingkat kulminasi, maka akan mendekati kesempurnaan yakni ruh Ilahiah.

Revolusi

Konsep Ali Shariati tentang kaum penguasa dan yang dikuasai dalam konsep Qabil dan Habil adalah suatu struktur sosial. Struktur sosial yang terjadi dalam pemikiran Shariati di mana kutub Habil harus kembali lagi dan itu suatu hal yang pasti kembali di kehidupan yang akan datang. Dalam utopia Shariati, terciptanya tatanan sosial yang baik, tidak adanya kepemilikan sendiri, hidup harmonis tanpa ada istilah sikut-mensikut. Dalam hal ini Shariati juga menyebutkan konsep rausyanfikr (orang-orang yang tercerahkan). Orang-orang yang tercerahkan artinya, orang yang mempunyai pengetahuan (das sollen) dan mampu diimplementasikan (das sein). Dalam revolusi ini ada 3 variabel penting, pertama al-insan (manusia itu sendiri), kedua ideologi, ketiga rausyanfikr. Nah di sini tugas rausyanfikr menyadarkan al-insan atau manusia tentang ideologi yang akan di-“usung”. Dalam artian menyelamatkan manusia dari tindakan penindasan-penindasan.

Agus Mauluddin
Agus Mauluddin
Pemerhati Sosial. Peneliti di CIC Institute of Rural and Urban Studies. [ig: @cic.official.id]. Penikmat Kopi & Tea.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.