Jumat, Oktober 11, 2024

Al-Farabi dengan Filsafat, Metafisika dan Emanasi

Dzillah Ridho
Dzillah Ridho
Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya

Al-Farabi adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan rinci untuk memudahkan pemahaman bagi orang orang setelahnya, pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani.

Menurutnya alam ini terjadi dari sebab wujud pertama (Allah) yang melimpah secara bertingkat dan disebut emanasi, sedangkan untuk memperoleh kebenaran para filosof memperolehnya dengan menggunakan kekuatan akal sedangkan para Nabi memperolehnya melalui wahyu yang dituangkan kepada manusia pilihan-Nya.

Pemikiran al-Farabi dalam bidang politik seperti negara utama menyerupai konsep negara idealnya Plato. Definisi filsafat menurut Al-Farabi adalah Al-‘ilm bi al maujudat al- maujudat. Ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya segala yang ada, termasuk menyingkap takdir metafisika penciptaan.

Al-Farabi dari menuangkan pemikiran filsafat penciptananya dalam karnya Ārā’ Ahl al-Madīnah al-Fadhīlah yang dimulai pembahasan tentang Tuhan sebagai sebab pertama, menunjukkan keseriusannya menyingkap tabir gelap pemikiran filsafat metafisika. Tuhan menurutnya sebab pertama dari semua wujud yang ada di jagat raya ini sama dengan konsep Tuhan menurut madzhab Aristoteles bahwa, Tuhan maha hidup, azali dan abadi, tiada yang paling awal darinya dan tiada yang paling akhir selainnya, tidak memerlukan iradah yang muaranya adalah sebuah pilihan, karena Tuhan telah sempurna.

Beberapa teori- teori AL- Farabi 

Yang pertama Teori Emanasi adalah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari zat yang wajibul wujud (zat yang mesti adanya Tuhan). Teori emanasi disebut juga dengan nama “ teori urut-urutan wujud.

Menurut Al-Farabi, tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda. Ia berpendirian, bahwa seluruh yang( maujud) tidak terlepas dari keadaan wajibul wujud atau mumkin wujud.yang mungki wujud lahir karena sebab, sedangkan yang wajibul wujud ada dengan tidak sebab.

Dengan filsafat ini, al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Mahasatu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Mahasempurna dan tidak berhajat pada apapun.  Ajaran itu dipinjam dari Plotinus yang menyebutnya “pro-odos” dan “prohiemi” maju keluar. Al-farabi memakai kata fayd: meluap, meletus dan sudur: memantulkan tau melimpahkan.

Yang kedua filsafat metafisika Mengawali filsafat emanasi versi al Farabi, mungkin akan lebih mudah dimengerti bila dirunut melalui tangga filsafat metafisika neo-platonisme, keduanya mempunyai kedekatan dalam pola pikirnya. Menurut Plato (w. 347 SM) di balik wujud alam ini, ada alam ide (‘alam mitsāl) yang kekal dan abadi. Ide-ide abadi tersebut bersifat non-material bersifat tetap dan tidak berubah-ubah.

Dunia ide adalah dunia kekal dan abadi, sementara yang tampak di dunia ini adalah dunia bayang-bayang atau copy dari dunia ide yang abadi tersebut. Dunia ide tetap ada dan kekal meskipun dunia bayangannya musnah, seperti manusia ini akan musnah tetapi dunia ‘ide’ manusia akan abadi selamanya, dengan pemikirannya yang selalu berkaitan dengan ide ini, menujukkan bahwa Plato termasuk aliran filsafat idealisme.

Dengan membagi realitas menjadi dua seperti itu, Plato berusaha mempertemukan antara ‘filsafat ada’ menurut Parmenindes dan ‘filsafat menjadi’ menurut Heraklitos. Menurut Al-Faribi wujud ada dua macam, pertama mungkin wujud, adanya wujud yang nyata karena ada yang lainnya. Yamg kedua wajibul wujud Lidzatihi, adanya wujud yang nyata dengan terjadinya dengan sendirinya.

Yang ketiga hubungan akal wahyu dengan KenabianSesunggahnya akal yang sepuluh itu dapat di samakan dengan para mailikat dalam ajaran islam. Para filosof dapat mengetahui hakekat karena dapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh. Nabi dan rosul pun dapat menerima wahyu karena mempunyai kesediaan untuk berkomunikasi dengan akal kesepuluh.akan tetapi kedudukan Nabi dan Rosul lebih tinggi dari para filosof.

Para filosof dapat berkomunikasi dengan Akal Kesepuluh karena usahanya sendiri yaitu dengan latihan dan kontemplasi, sedangkan Nabi atau Rasul adalah orang pilihan, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan Akal Kesepuluh bukan atas usaha sendiri tetapi atas pemberian dari Tuhan.

Para filosof mengadakan komunikasi dengan Akal Kesepuluh melalui akal, yaitu akal mustafad, sedangkan Nabi atau Rasul bukan dengan akal, tetapi dengan daya pengetahuan yang disebut imajinasi. Filsafat kenabian dimajukan Al-Farabi untuk menentang aliran yang tidak percaya kepada Nabi/Rasul (wahyu) seperti yang dibawa oleh al-Razi dan lain-lain di zaman itu. Teori tentang kenabian ini dapat dianggap sebagai usaha al-Farabi dalam merujukkan agama dengan filsafat.

Yang keempat  konsep Negara utama fisafat Kenabian berhubungan erat dengan teori politik Al-Farabi. Ia telah menulis beberapa risalah tentang politik, yang paling terkenal adalah Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadilah (Kota Model). Di dalam risalah tersebut ia menggambarkan Kota sebagai suatu keseluruhan dari bagian-bagian yang terpadu, serupa dengan organisme tubuh, bila ada bagian yang sakit, maka yang lain akan bereaksi dan menjaganya.

Dalam kota, masing-masing anggota harus diberikan pekerjaan yang sepadan dengan kesanggupannya. Pekerjaan yang terpenting dalam masyarakat adalah pekerjaan sebagai kepala masyarakat, sehingga seorang kepala masyarakat harus bertubuh sehat dan kuat, pintar, cinta pada ilmu pengetahuan dan keadilan karena kepala lah yang menjadi sumber keharmonisan masyarakat.

Tugas kepala Negara tidak hanya mengatur Negara, tetapi juga mendidik manusia mempunyai akhlak yang baik. Selain al-Madinah al-Fadilah juga ada al-Madinah al-Jahilah, yaitu masyarakat yang anggota-anggotanya bertujuan hanya mencari kesenangan jasmani. Kemudian ada al-Madinah al-Fasiqah yaitu masyarakat yang anggota-anggotanya mempunyai pengetahuan yang sama dengan anggota al-Madinah al-Fadilah akan tetapi kelakuan mereka sama dengan anggota al-Madinah al-Jahilah.

Jiwa yang kekal adalah jiwa fadilah (mungkin tinggal di madinah al-Fadilah) yaitu jiwa-jiwa yang berbuat baik, jiwa-jiwa yang dapat melepaskan diri dari ikatan jamsmani, oleh karena itu tidak hancur dengan hancurnya badan.

Dzillah Ridho
Dzillah Ridho
Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.