Saat ini kalau kita perhatikan, dilayar kaca terdapat banyak sekali acara-acara yang bertajuk unjuk bakat mulai dari menyanyi, menari, melukis, memasak, sulap hingga melawak.
Siapapun dan dari manapun asalnya boleh dan bisa ikut dalam acara tersebut, selama mereka mampu lolos tahap seleksi yang begitu ketat dan berhak melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Tahap demi tahap yang dilalui oleh peserta masing-masing memiliki peran penting untuk memilih peserta yang berhak dan pantas untuk tampil dalam unjuk kebolehan di panggung utama acara tersebut.
Mulai dari audisi yang dilakukan oleh panitia yang salah satu manfaatnya adalah untuk menyaring beberapa peserta dari ratusan bahkan ribuan peserta audisi. Selain itu di dengan adanya audisi yang diselenggarakan di beberapa kota besar bisa menjaring lebih banyak peserta dengan karakter dan bakat yang lebih beragam.
Salah satu ajang pencarian bakat yang sempat booming di Indonesia di antaranya adalah Indonesian idol, yakni suatu ajang pencarian bakat yang diadopsi dari ajang pencarian bakat serupa di inggris dengan judul pop idol. Acara ini merupakan ajang pencarian idola di bidang tarik suara. Dan telah sukses menjadi acara realitas terbesar di indonesia yang meluluskan penyanyi penyanyi berbakat seperti delon thamrin, mike mohede dan judika sihotang.
Dalam perkembangannya setelah kemunculan Indonesian idol, ajang pencarian bakat serupa mulai bermunculan bagai jamur di musim hujan. Seperti rising star Indonesia, the voice Indonesia dan x factor Indonesia. Master chef Indonesia dan master chef junior dibidang masakan. Stand up comedi Indonesia di bidang lawak. Sementara itu ada Indonesia got talent dan Indonesia mencari bakat merupakan acara yang menjaring bakat-bakat menarik yang tidak terbatas pada satu bakat.
Begitu banyaknya ajang pencarian bakat di Indonesia yang menjaring orang-orang berbakat dari seluruh penjuru negeri, mendorong penulis berpikir seandainya di tengah pesta demokrasi indonesia. pemerintah mengadakan acara semisal ajang pencarian bakat guna menjaring calon-calon legislatif yang memang layak dipilih oleh masyarakat secara sah dan mampu mengemban amanah dari rakyat, bukan sekedar memilih calon-calon legislatif yang merasa mampu.
Seperti dalam pepatah jawa yang mengatakan “ojo rumongso biso nanging kudu biso rumongso” yang artinya sebagai manusia kita dilarang merasa sudah bisa sehingga kita merasa hebat dan pada akhirnya merendahkan orang lain. Berangkat dari sini adanya acara pra pileg dan pemilu semisal ajang pencarian bakat di rasa sangat perlu. Selain untuk memilih calon-calon terbaik yang bisa di dapatkan, juga sebagai ajang untuk memperkenalkan calon-calon tersebut pada khalayak umum.
Disamping itu dengan adanya ajang pencarian calon legislatif, kemungkinan besar bisa menarik lebih banyak minat masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam pesta demokrasi Indonesia.
Terlebih bagi mereka yang muak dengan acara-acara seputar pemilu yang kebanyakan dipenuhi dengan aksi saling hujat dan menjatuhkan yang sebenarnya tidak diperlukan hanya untuk meningkatkan elektabilitas calon di mata masyarakat.
Selain itu, dengan adanya hal semacam ini sangat mungkin untuk memunculkan orang-orang baru yang belum terlihat dipermukaan untuk mengemban amanah rakyat. Negara ini tidak hanya membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan namun juga mereka yang bisa memberi warna baru pada Negara kita.
Jangan sampai ada mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg apalagi pejabat tinggi, apa di negara Indonesia yang begitu luas ini tidak memiliki seorang pun yang berkompeten untuk mengurus Negara sehingga mantan narapidana korupsi pun harus menjadi calon pejabat.
Sebelumnya mohon maaf bukan maksud untuk menyalahkan atau mengurui, ini hanyalah sekedar ide bodoh dari orang awam yang tinggal dikampung dan sangat mungkin tidak akan terlaksanakan di tengah pesta demokrasi yang sedang kita laksanakan saat ini.
Namun disamping benar atau salah apa yang telah saya utarakankan, jangan sampai pesta demokrasi yang kita agung-agungkan yang seharusnya menjadi ajang untuk menyatukan tujuan untuk menuju Indonesia yang lebih baik malah menjadi ajang yang memecah belah kita. Pilihan boleh beda tapi kita tetap Indonesia jua.