Jumat, Maret 29, 2024

Ahok Belum Selesai!

Sejumlah orang mengikuti aksi damai di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (10/5). Aksi tersebut sebagai bentuk dukungan serta simpati untuk Ahok yang ditahan setelah divonis Majelis Hakim dengan hukuman dua tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan penodaan agama. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww/17.

 “Tak ada manusia yang bisa masuk dua kali di sungai yang sama”

Herakleitos

Jika mengacu persidangan normatif, persoalan kasus Basuki Tjahaja Purnama sudah sah bersalah atas ucapannya di Pulau Seribu. Pengadilan menetapkan pria yang dikenal dengan nama populer Ahok itu dihukum 2 tahun penjara.

Namun, pemenjaraan Ahok tidak “mematikan” dirinya. Pemenjaraan Ahok tidak menutup karir politiknya. Pemenjaraan tidak menyudahi perjuangannya melawan korupsi. Nah, apa sebenarnya itu penjara?

Hakikat penjara hanyalah pembatasan ruang. Dalam kajian filsafat, ruang dan waktu tidak dapat dipisahkan. Pembatasan ruang berarti pembatasan waktu. Ruang terkait waktu, seperti uraian Immanuel Kant dalam Pure of Reason. Bagi Kant, ruang dan waktu merupakan apriori. Representasinya berdasarkan pikiran (akal), bukan pengalaman.

Menempatkan benda pada satu ruang berarti tidak melepaskan persoalan waktu keadaan benda tersebut. Dalam hal ini, kembali ke persoalan awal, Ahok dipenjara berarti ruang atas tubuhnya dibatasi. Tentu saja waktu juga mengikutinya. Ahok tidak dapat “menikmati” waktu di dalam dirinya. Ia berada di dalam penjara untuk keterbatasan ruangnya juga waktunya.

Jika ruangan untuk Ahok hanya sebatas ruang terali besi, katakanlah prediksi 5 x 5 meter, maka waktu di dalam dirinya juga sebatas ruang tersebut. Tubuhnya di suatu titik di dalam ruangan tersebut pada waktu tertentu. Jadi, penjara untuk Ahok hanyalah persoalan pembatasan ruang dan bukan. Tidak lebih.

Dari sudut psikologi, penjara bagi pelaku kriminal adalah pembatasan ruang dan waktu untuk perubahan jiwa dan mental. Berubah jiwanya bukan berarti berganti jiwa yang lain. Perubahan itu tentu disesuaikan dengan sikap-sikap yang dapat menyesuaikan nilai-nilai etika moral di dalam masyarakat. Jika sudut ini digunakan untuk Ahok, tentu tidak mungkin. Ahok bukan pelaku kriminal. Apalagi, objek persoalan hukum Ahok adalah agama.

Ada pro dan kontra dalam kasus yang menjerat Ahok. Uniknya, pro dan kontra ini juga membawa perhatian serius para ahli. Ada ulama yang menjelaskan dari sudut tafsir agama, yang menyimpulkan Ahok tidak menista Islam seperti tuduhan yang sejak awal disampaikan. Ada pula ulama yang menafsirkan lain, bahwa Ahok menista Islam. Begitu pula dengan ahli hukum dan ahli bahasa.

Itu artinya, pemenjaraan Ahok tidak sepenuhnya para ahli setuju. Ini potensial, untuk menggalang dukungan sebesar-besarnya. Jika dukungan sudah besar, bukan berarti karier Ahok selesai. Ia masih bisa masuk kembali ke ranah politik.

Dalam sejarah gerakan politik di dunia, ada banyak tokoh-tokoh yang cemerlang setelah keluar dari penjara. Sudah terlalu banyak yang mengulas bagaimana kiprah politik Nelson Mandela, Fidel Castro, Xanana, dan Benazir Bhutto. Tentu masih ada tokoh-tokoh politik lainnya. Mereka semua merupakan politikus yang dipenjara oleh lawan-lawan politiknya. Meski dipenjara, perjalanan politik mereka justru tidak terhenti. Malah, ada kecenderungan memang, dari nama-nama yang disebutkan tersebut, memuncaki perjalanan politiknya setelah dipenjara.

Ahok memang bukan Nelson Mandela, apalagi keduanya hidup di dua tempat yang jauh berbeda. Ahok juga bukan Fidel Castro, bukan Xanana, dan bukan pula Benazir. Tak ubahnya ungkapan filosofis Herakleitos, “Tak ada manusia yang bisa masuk dua kali di sungai yang sama.” Begitu pula memahami Ahok dan tokoh-tokoh dunia tersebut. Setiap waktu, setiap materi, dan setiap ruang merupakan dimensi yang berbeda dari waktu ke waktu. Meski begitu, bukan berarti Ahok tidak bisa mengikuti upaya para tokoh tersebut. Ada nilai yang dapat diambil dari kisah para tokoh dunia tadi.

Ahok belum usai. Pilihannya mengikuti ketetapan hukum, meski dengan gejala yang ganjil dalam proses, adalah sikap bijak. Di tengah amarah kelompok-kelompok yang tidak menyukainya, masuk masuk penjara adalah pilihan terbaik. Baik untuk keamanan nasional dan baik untuk roda perekonomian di Tanah Air. Toh kasusnya bukan korupsi, bukan seksual, bukan pula kriminal. Ia dituduh dengan penistaan yang sifatnya dapat diperdebatkan.

Ribuan bahkan jutaan orang di Jakarta masih memiliki akal sehat. Ahok kelak keluar tidak dengan noda moral.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.