Rabu, April 24, 2024

Agama Melawan Hoaks

Dayat Salam
Dayat Salam
Mahasiswa akhir UIN Jakarta

Berkembangnya berbagai macam teknologi sekarang ini begitu mempermudah seseorang dalam bertukar informasi. Dampak yang muncul akibat kemajuan teknologi ini pun ada yang bersifat postif maupun negatif. Namun dengan pesatnya kemajuan teknologi berupa sosial media justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menyebarkan berita bohong/hoaks.

Macam-macam penyebaran berita bohong pun antara lain`dari media sosial seperti Facebook, Twitter, Instgran dan Whatsapp. Bahkan penyebaran berita bohong yang terjadi di masyarakat lantaran karena rendahnya literasi yang ada di Indonesia.

Tidak adanya pemahaman yang benar dalam menyaring suatu informasi yang didapat menjadi penyebab tumbuh pesatnya berita bohong sekarang ini. Masyarakat begitu mudah menerima sebuah informasi tanpa mengecek asal sumber tersebut. Bahkan polisi mengungkap sindikat pelaku penyebaran hoaks yang menamakan dirinya sebagai Muslim Cyber Army. Hal itu justru merugikan citra Islam itu sendiri.

Lebih lanjut saya yakin semua agama tak ada yang mendukung tentang penyebaran berita hoaks, tak hanya Islam. karena semua agama mengingkan kedamaian. Bahkan dampak yang terjadi adanya berita hoaks ini sendiri begitu besar.

Akibatnya masyarakat dengan mudah untuk diprovokasi maupun di adu domba, dan saling mencurigai antarkelompok. Bahkan sekarang ini berita bohong sudah mengancam stabilitas suatu negara. Menurut Mantan Ketua Mahkamah Agung Mahfud MD hoaks itu merusak demokrasi yang mau kita bangun, oleh karena itu pelaku hoaks harus ditindak apapun agamanya.

Hoaks sendiri bukan masalah baru yang viral setahun belakangan ini, apalagi ketika mendekati tahun-tahun politik. Menurut Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa dalam Islam hoaks sudah muncul pada zaman Nabi. Ketika itu Siti Aisyah kehilangan kalungnya dan mencarinya pada saat pulang bersama pasukan ke Madinah. Namun ia mendapati rombongan pasukan tersebut telah meninggalkannya. Kemudian ia tertidur dan ditemukan oleh Sahabat bernama Shafwan Ibn al-Mu’aththilah dan diantarkan pulang menyusul para rombongan pasukan.

Akan tetapi salah seorang tokoh munafik Abdullah Ibn Ubayy Ibn Salul memutarbalikan fakta dengan menuduh Siti Aisyah menjalin hubungan dengan Shafwan.  Lalu turunlah surat An-Nur ayat 11. .Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”

Dalam Alquran kata hoaks dikenal dengan al-ifk terambil dari kata al-afku yaitu keterbalikan. Namun dapat diartikan dengan kebohongan besar seperti pemutarbalikan fakta. Lebih lanjut Alquran juga mengancam keras terhadap penyebar hoaks seperti yang dijelaskan pada ayat selanjutnya yaitu ayat 14 dan 15 dalam surat An- Nur. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan tidak akan menurunkan rahmat-Nya kepada para penyebar hoaks. Bahkan azab yang besar sudah disiapkan bagi pelaku penyebaran hoaks.

Menyikapi Hoaks

Setiap menerima berita hendaklah terlebih dahulu melakukan klarifikasi kebenaran berita yang diterima. Bahkan dalam Islam ada istilah Tabayyun. Tabayyun sendiri memiliki arti tidak tergesa-gesa dalam menerima suatu berita. Memeriksa secara teliti sumber berita yang didapat. Hal ini perlu dilakukan agar dapat meminimalkan penyebaran berita hoaks yang kita terima.

Menurut Lutfhi Maulana dalam jurnal ilmiah Kitab Suci dan Hoax: Pandangan Al-Qur’an Dalam Menyikapi Berita Bohong dalam kesimpulannya bahwa Alquran menyuruh umat Islam melakukan Tabayyun. Bahkan klarifikasi juga ditunjukkan kepada pemuka agama agar dapat mengawal datangnya berita-berita yang diterima oleh masyarakat..

Lebih lanjut dalam etika jurnalisme dikenal dengan istilah verifikasi. Cek dan ricek ketika informasi diterima harus dilakukan oleh para wartawan dalam menulis suatu berita. Hal tersebut Penting agar mendapat informasi yang akurat. Selain itu, masyarakat kerap kali percaya dengan media yang tak memiliki asal usulnya bahkan alamat redaksi media tersebut tidak diketahui. Alhasil media yang sudah mainstream dan akuntabel justru dipertanyakan tentang sumber berita tersebut.

Selain itu, pentingnya setiap orang untuk belajar etika jurnalisme itu sendiri. Yang mana untu membagikan sebuah informasi kekhalayak umum harus melalui pertimbangan dan verifikasi informasi. Jangan sampai kita yang semula ingin memberikan informasi kepada masyarakat malah ikut terlibat menyebarkan konten berita hoaks.

Namun perlu juga digaris bawahi kepada orang yang membuat berita hoaks itu sendiri. Perlu adanya tindakan lebih cepat dari kepolisian dan sanksi yang keras diberikan kepada orang yang membuat konten berita bohong. Karena hal ini apabila tidak diantisipasi justru dapat menimbulkan keresahan dimata masyarakat. Yang mana teknologi semula untuk mempermudah manusia namun disalah artikan oleh segelintir orang.

Lebih lanjut belakangan ini muncul media-media yang dipertanyakan kredibelitas sebuah media itu sendiri. Tak ayal media yang seperti juga turut memperkeruh suasana di masyarakat. Bahkan alamat redaksi yang wajib dicantumkan oleh sebuah perusahaan media tak ada. Hal ini jelas bahwa media yang semacam ini  bukan mengedepankan etika jurnalisme. Untuk itu semua lapisan masyarakat baik pemerintah harus terlibat dalam memerangin berita hoaks. Dan memberikan pendidikan jurnalisme kepada semua masyarakat.

Dayat Salam
Dayat Salam
Mahasiswa akhir UIN Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.