Pendidikan adalah cara untuk memanusiakan manusia. Setidaknya inilah pernyataan yang banyak diterima oleh berbagai kalangan mengenai hakikat dari pendidikan. Seseorang yang menempuh dunia pendidikan maka diharapkan akan menjadi manusia seutuhnya. Setidaknya juga banyak kalangan setuju bahwa yang dimaksud dengan manusia seutuhnya adalah manusia yang memiliki manfaat positif bagi lingkungannya.
Berbicara mengenai moral, bagaimanakah dengan moral anak bangsa saat ini?. Saya yakin banyak yang akan berpendapat bahwa moral anak sekolah di Indonesia akhir-akhir ini semakin bobrok. Yah memang tidak salah jika banyak yang berpendapat seperti itu. Karena beberapa tahun terakhir ini sudah banyak pemberitaan mengenai kekerasan yang dilakukan oleh siswa kepada gurunya, bahkan hingga berujung pada kematian.
Kita masih mengingat peristiwa yang dialami oleh seorang guru di Kendal yang bernama Joko Susilo. Peristiwa ini ramai dibicarakan di media di penghujung tahun 2018 yang lalu. Diberitakan guru tersebut dikeroyok oleh beberapa siswanya sendiri. Namun pemberitaan tersebut seakan buyar ketika kepala sekolahnya mengatakan bahwa peristiwa tersebut hanya sekedar bercanda. Namun walau bagaimanapun, saya pribadi tidak percaya kalau peristiwa tersebut hanyalah guyonan saja.
Peristiwa kekerasan yang lain yang juga dialami oleh seorang guru perempuan yang bernama Nuzul Kurniawati yang terjadi di Pontianak pada tanggal 7 Maret 2018. Diberitakan seorang siswa memukul kepala gurunya dengan menggunakan kursi plastik. Peristiwa itu terjadi didasari karena gurunya meminta siswa tersebut untuk menyimpan ponselnya saat jam pembelajaran, namun tidak dihiraukan oleh siswanya hingga terjadi adu mulut.
Saya sebagai seorang guru bisa membayangkan bagaimana malunya ketika seorang siswa berani adu mulut dengan gurunya di dalam sebuah ruang kelas di hadapan siswa-siswi lainnya. Adu mulut antara guru dengan siswa di dalam kelas menurut saya adalah malapetaka bagi seorang guru, wibawa seorang guru akan langsung runtuh, ibarat runtuhnya gunung Himalaya suatu saat nanti.
Peristiwa nahas juga dialami oleh seorang guru perempuan di salah satu SMA negeri di kabupaten Kubu Raya, guru tersebut bernama Puji Rahayu. Peristiwa kekerasan ini terjadi akibat siswa yang berinisial EY tidak bisa naik kelas. Akibat kekesalannya terhadap gurunya maka dia tega memukulkan kursi kayu ke gurunya tersebut.
Penganiayaan yang paling viral dari semua peristiwa di atas adalah penganiayaan yang dialami oleh seorang guru bernama Amad Budi Cahyono. Salah seorang guru Seni Rupa di SMAN 1 Torjun, kabupaten Sampang. Peristiwa penganiayaan yang dialaminya di dalam ruang kelas pada saat mengajar. Penganiayaan yang dilakukan oleh siswanya sendiri yang berinisial MH, yang terjadi pada hari kamis tanggal 1 Februari 2018.
Bermula dari kenakalan siswa di dalam kelas saat korban mengajar, MH yang selalu mengganggu temannya tidak memperdulikan teguran korban, sehingga korban mencoret wajah MH dengan menggunakan cat lukis. MH tidak terima sehingga dia memukul korban, yang diberitakan berujung pada kematian. Menurut pemberitaan korban tersebut masih berstatus honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT), yang tentunya gajinya masih jauh di bawah kelayakan.
Andai saja dia seorang Prajurit TNI, maka tentulah dia akan mendapatkan tanda jasa karena gugur dalam tugas. Lalu Ahmad Budi Cahyono, guru honorer yang meninggal dalam tugas, dapat apa? Malah dapat banyak cibiran dari para pakar dan pengamat pendidikan yang terhormat. Banyak kalangan justru fokus mengkritisi bahwa seorang guru tidak sewajarnya mencoret wajah siswanya dengan menggunakan cat lukis. Lalu perbandingannya adalah bahwa mencoret wajah siswa dengan cat lukis tidaklah mengakibatkan kematian, tapi mengapa dia dianiaya hingga mengakibatkan kematian?.
Peristiwa kekerasan yang baru saja terjadi baru-baru ini adalah pembunuhan terhadap seorang guru di Manado pada tanggal 21 Oktober 2019 yang lalu. Peristiwa tragis itu menimpa Alexander Pangkey, seorang guru warga Desa Sasaran, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa. Pelakunya adalah berinisial FL seorang siswa SMK Ichthus Manado. Peristiwa ini berawal dari saat sang guru menegur siswa tersebut karena merokok di lingkungan sekolah.
Dari beberapa kasus penganiayaan di atas, maka tidak salah memang jikalau kita beranggapan bahwa moral siswa di Indonesia saat ini semakin buruk. Tentu masih banyak lagi peristiwa penganiayaan yang dialami oleh guru-guru di Indonesia yang luput dari pemberitaan media.
Mengapa moral siswa di Indonesia saat ini semakin bobrok?, salah siapakah ini?. Apakah salah Jokowi juga?. Mungkin saja karena Jokowi terlalu ketat terhadap pejabat-pejabat koruptor sehingga siswa pun berontak?.
Di dalam dunia pendidikan, ada yang dinamakan hadiah dan hukuman. Siswa yang baik dan berprestasi diberikan hadiah berupa pujian, supaya mereka semakin termotivasi untuk berbuat baik dan berprestasi. Kemudian kepada siswa yang nakal dan berprestasi jelek diberikan berupa hukuman, bisa saja hukuman berupa teguran atau sanksi fisik.
Tentunya sanksi fisik yang tidak mengakibatkan gangguan terhadap perkembangan mental si anak. Hanya saja, beberapa tahun terakhir, guru terkesan dikekang oleh lembaga pengagum Hak Asasi Manusia. Lembaga yang selalu berkoar-koar membela hak anak, sehingga lupa terhadap esensi dari pola pendidikan seorang anak.
Dari sekian banyaknya tragedi kekerasan yang dilakukan oleh siswa kepada guru menunjukkan bahwa pendidikan kita tidak sedang baik-baik saja. Ada masalah yang sangat serius. Maka tugas berat untuk Menteri Pendidikan yang baru Nadiem Makarim sedang menanti.
Nadiem Makarim sebaiknya jangan hanya fokus untuk melink and match antara dunia pendidikan dengan dunia usaha sehingga nanti moral siswa semakin terabaikan. Harus ada gebrakan baru supaya kejadian yang terjadi beberapa tahun terakhir ini tidak lagi mencoreng dunia pendidikan kita. Guru harus merasa aman ketika menjalankan tugasnya. Karena tentu sudah bisa kita bayangkan apa yang terjadi jikalau guru menjadi was-was saat mengajar, maka pendidikan kita akan semakin berantakan.
Terus terang saja, beberapa tahun terakhir ini tidak sedikit guru yang akhirnya acuh tak acuh dengan keadaan siswa yang diajarinya. Guru-guru hanya menjalankan tugasnya sebagai pengajar, bukan lagi sebagai pendidik. Karena ketika guru menjalankan tugasnya sebagai pendidik maka tentu saja guru harus menasehati dan menegur siswa yang melanggar aturan dan memberi hukuman.
Padahal di atas sudah kita baca bahwa ada guru yang harus kehilangan nyawa hanya bermula dari menegur dan memberikan hukuman ringan. Demi keselamatan jiwa dan raga, tidak salah kalau akhirnya guru menjadi apatis, hanya menjalankan tugas mengajarnya sembari menunggu gajian, tanpa peduli moral siswa yang sudah semakin rusak.
Semoga pak menteri Nadiem yang masih mudah dan energik segera memberikan perhatian serius untuk persoalan ini. Mungkin bisa berupa sebuah aplikasi tempat pengaduan langsung dari guru kepada pak menteri.
Ref:
https://news.detik.com/berita/d-4757279/guru-yang-tewas-ditikam-pelajar-manado-karena-teguran-merokok-dimakamkan