Sebenarnya bukan kali ini saja Arteria Dahlan mempermalukan dirinya sendiri dengan berkelakuan tidak terpuji. Sebelumnya dia pernah memancing kemarahan banyak orang saat menyebut kementrian agama dengan kata kotor “bangsat” pada sebuah kesempatan rapat di komisi III.
Dulu dia juga mendapat kecaman banyak pihak, tidak hanya dari kementerian agama dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, tapi dari juga masyarakat Dapil VI Jawa Timur daerah konstituennya.
Kemarahan orang-orang terhadap Arteria Dahlan kala itu selain disebabkan tuduhannya tidak berdasar, juga karena kata tersebut dianggap tidak sepantasnya keluar dari mulut seorang anggota dewan yang seharusnya terhormat.
Seolah tidak jera dengan hal tersebut, Arteria Dahlan kembali berulah dengan berperilaku tidak sopan kepada Profesor Emil Salim pada acara Mata Najwa pada salah satu stasiun TV. Hadir dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan perwakilan rakyat, Arteria beberapa kali berkata dengan nada tinggi, mengeluarkan kalimat umpatan serta menunjukan gesture tidak sopan terhadap lawan diskusi hari itu yang notabene sudah sepuh dan disegani publik.
Rasanya terlalu tergesa-gesa menjustifikasi Arteria Dahlan memiliki masalah kompetensi komunikasi, namun mengatakan bahwa Arteria “sehat secara mental” juga tidak tepat setidaknya berdasar dari 2 kejadian tersebut.
Arteria harusnya tahu, bahwa kepercayaan masyarakat terhadap DPR sedang berada pada titik nadir. Penting bagi dia dan para anggota dewan yang lain untuk memperbaiki citra, alih-alih justru memperburuknya.
Dalam perseprektif psikologi, menganggap sebuah kejadian berdiri sendiri dan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian lain adalah sebuah kesalahan. Perangai buruk Arteria Dahlan mustahil muncul begitu saja dari ruang hampa.
Perangai–atau bahkan karakter-tersebut tentu saja terbentuk dari proses yang panjang dan membentuk personality traits (ciri-ciri kepribadian). Setiap ciri kepribadian yang melekat pada diri seseorang pastilah juga disebabkan oleh kejadian-kejadian yang orang tersebut alami pada masa lampau.
Setiap orang, betapa pun buruk tabiatnya, dia tidak membawa sifat tersebut dari lahir, dan tidak pula dengan sendirinya menjadi seperti itu saat dewasa. Ada situasi yang mengkonstruknya sehingga berkepribadian seperti itu, baik itu yang ia alami dan rasakan secara langsung, maupun yang ia lihat, baca atau dengar.
Menarik untuk mengkaji kira-kira, situasi atau kondisi seperti apa yang menjadikan seorang Arteria Dahlan memiliki tabiat seperti itu. Mari berbaik sangka bahwa tabiat tersebut tidak dia pelajari dari sekolah apalagi rumah.
Di rumah maupun di sekolah tentu saja dia belajar tentang pentingnya menjaga sopan santun terutama di ruang publik. Daerah pemilihan (dapil) VI Jawa Timur yang meliputi Kota dan Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung serta Kota dan Kabupaten Blitar tempat Arteria Dahlan mencari dukungan untuk ke Senayan juga bukan daerah yang lazim berkata kotor dan berperilaku tidak sopan pada orang yang lebih tua.
Lantas situasi dan kondisi seperti apa yang mempengaruhi Arteria Dahlan sehingga menjadi sosok yang seperti sekarang ini?