Minggu, Mei 19, 2024

Save KPK, Dukungan dan Peran Publik

Nehru Asyikin
Nehru Asyikin
Peneliti Pusat Kajian HAM dan Pelayanan Publik Aksa Bumi Yogyakarta

Sesungguhnya upaya memadamkan semangat antikorupsi di tubuh KPK sudah menjadi persoalan yang tak berkesudahan. Pelbagai polemik selalu mengiringi KPK semenjak lembaga ini lahir di bumi Indonesia. Maka tak heran apabila lembaga ini tidak luput dari ancaman-ancaman mendelegitimasi KPK.

Kontruksi kewenangan KPK melalui regulasi oleh DPR sudah dilakukan semenjak tahun 2009-2014. Keinginan untuk memangkas kewenangan KPK dengan memperbaharui UU KPK, KUHP dan KUHAP memperjelas tugas dan kewenangannya dalam wilayah penyidikan, penyelidikan dan penuntutan sehingga cukup membuktikan adanya upaya untuk mengikis kewenangannya agar tidak boleh lagi absolut.

Persoalan masih berlanjut, tidak hanya ada upaya pada periode DPR 2009-2014 saja, tetapi kembali digulirkan pada periode DPR 2014-2019. Hak angket yang cenderung dipaksakan meski prosesnya sangat panjang telah berhasil membuat KPK halal menjadi sasaran hak angket DPR setelah putusan MK tahun 2017 memutuskan jika KPK adalah lembaga yang berada di wilayah eksekutif.

Terkait revisi UU KPK, dari poin-poin revisinya yang cenderung dapat memperlemah kewenangan KPK sebagai lembaga independen dalam menjalankan tugasnya adalah tindak lanjut dari upaya mengkrontruksi KPK. KPK yang dinilai sebagai lembaga yang memiliki kewenangan yang luar biasa besar maka tak heran rasanya apabila KPK kembali menjadi sasaran empuk untuk kesekian kalinya.

Apabila eksekutif dan legislatif bahkan yudikatif enggan memihak pada KPK atau bahkan mendukung rekontruksi kewenangan KPK yang cenderung diperlemah. Maka harus ada dukungan dari elemen masyarakat, baik dari kalangan akademisi maupun organisasi non pemerintahan, dengan tujuan untuk menjadi kekuatan penyeimbang lembaga kekuasaan tersebut sebagaimana amanat UUD bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (vide: Pasal 1 ayat (2) UUD).

Peran Publik

Terdapat sebuah adigium yang tidak asing di telinga pada sarjana hukum tetapi memiliki relevansi terhadap polemik yang sedang terjadi saat ini yaitu, Salus Populi Suprema Lex Esto atau keselamatan rakyat harus menjadi hukum tertinggi. Kiranya adigium ini mewakili keadaan masyarakat dari berbagai kalangan dalam menyikapi dampak yang akan dihadapi bangsa ini terkait revisi UU KPK tersebut.

Peran masyarakat di dalam negara demokrasi kontitusional sebetulnya dapat menjadi kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Pengawasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan politik dari pemerintah atau parlemen seperti revisi UU KPK ini dapat menjadi kekuatan rakyat untuk tidak memberikan legitimasi terhadap ketentuan pengaturan tersebut.

Di sisi lain, kepentingan publik menjadi tak berdaya apabila setiap anggota DPR lebih mengedepankan kepentingan politiknya ketimbang kepentingan rakyat. Padahal, wujud dari kedaulatan rakyat menurut UUD adalah adanya perwakilan rakyat yang duduk di kursi parlemen sekaligus mewakili aspirasi rakyat Indonesia pada umumnya.

Artinya, apapun yang rakyat inginkan dan menjadi kebutuhan masyarakat harus dimasukan dalam sebuah ketentuan UU. Sebaliknya, apapun yang rakyat tidak inginkan maka DPR tidak boleh memasukkan dalam ketentuan UU tersebut, termasuk revisi UU KPK.

Secara substantif perwakilan atas dasar aspirasi atau ide. Keterwakilan rakyat itu sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila kepentingan nilai, aspirasi dan pendapat rakyat yang diwakili benar-benar telah diperjuangkan dan berhasil menjadi bagian dari kebijakan yang ditetapkan. (Jimly, 2007).

Maka dalam arti keterwakilan substantif inilah rakyat dapat menyatakan pendapat dengan cara berdemonstrasi, menyatakan sikap melalui petisi tolak revisi UU KPK oleh akademisi (dosen, mahasiswa dan peneliti) yang saat ini masih berlangsung untuk disampaikan kepada Presiden sebagai kepala negara yang bertanggung jawab kepada rakyatnya, dan sekaligus kepada DPR karena mewakili rakyat sebagai pengambil keputusan yang ada di parlemen.

Controlling Masyarakat

Revisi beberapa pasal pada wewenang dan fungsi di dalam UU KPK tersebut dapat juga memberikan dampak melanggar hak-hak warga negara dan merugikan masyarakat karena adanya pelemahan tersebut.

Sebagai contoh, akibat dari kewenangan KPK yang di kebiri beberapa pengungkapan korupsi dapat terhambat atau bahkan tidak lagi masif. Hal ini dapat menyebabkan koruptor sedikit leluasa melakukan praktik korupsi karena beberapa kewenangan KPK yang direvisi begitu lemah untuk melakukan penangkapan. Dampaknya tentu pada kerugian negara dan sekaligus kerugian bagi masyarakat yang seharusnya diperuntukkan memakmurkan dan mensejahterakan rakyat.

Kebijakan (policy) DPR melalui kewenangannya dalam membuat UU sebagai instrumen yang memiliki dampak luas bagi kepentingan publik yang tertuju pada hak-hak kolektif masyarakat, dengan penggunaan instrumen seperti ini secara konstitusional meskipun UUD menyediakan tempat untuk mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi sebagai sifat pengujian dari UU terhadap UUD namun dirasa sudah terlambat apabila revisi telah selesai dilakukan.

Upaya menghentikan pembahasan revisi memang harus dilakukan sekarang sebelum terlambat. Sehingga controlling masyarakat sipil bagi KPK sangat diperlukan untuk mendesak Presiden untuk mengeluarkan Surat Keputusan menunda atau lebih baiknya menghentikan pembahasan revisi UU KPK.

Pasalnya, yang menjadi ketakutan dikemudian hari apabila revisi UU KPK ini terus menjadi bahasan di DPR dan disahkan sebagai UU KPK yang baru maka bisa saja ini dapat membahayakan rakyat dari perilaku-perilaku korupsi yang merugikan keuangan negara yang berdampak kepada rakyat luas.

Penulis berpandangan pada poin adigium di atas mengenai keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, maka hal tersebut sungguh sangat kritis apabila KPK sebagai penyelamat dari keadaan korup di negara ini kembali dibuat lemah dari segi fungsi sekaligus kewenangannya.

Karena demikian, dapat mengulangi keadaan korup di negara ini seperti dahulu lagi, maka dari itu menjadi kewajiban pemangku kekuasaan saat ini (Presiden dan DPR) untuk menjamin keselamatan rakyat dengan membatalkan revisi UU KPK tersebut.

Nehru Asyikin
Nehru Asyikin
Peneliti Pusat Kajian HAM dan Pelayanan Publik Aksa Bumi Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.