Jumat, April 19, 2024

Negeri ini Terbebani Dua Semangka

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka

Ilmu pemasaran, produk atau jasa yang ditawarkan harus keunggulan. Keunggulan ini ditekankan pada subjek produk atau jasa yang eye catching dan punya kelebihan. Kebetulan kalau di tempat kita bertempat tinggal ini, para penjaja produk dan jasa banyak yang menggunakann identitas fisik sebagai daya tariknya. Sebut saja warung nasi goreng Pak Kumis, bakso Pak Jenggot, mie ayam Pak Jangkung, jamu gendong Bu Gendut, dan masih banyak ciri fisik lain yang ikut dijajakan.

Ternyata bukan hanya dagangan berupa produk saja yang menyertakan identitas fisik, namun bidang jasa pun ikut mengungkapkan ekspresi fisiknya. Kita bisa saksikan jasa boga seperti katering Mak Gembul, servis komputer Mas Ompong, grup musik Tiga Dara Genit, Trio Gemulai, dan yang baru adalah Duo Semangka.

Meskipun mereka menganalogikan wujud fisiknya bagai buah semangka, hal ini tetap saja menjajakan fisik sebagai daya tarik dagangan jasa musiknya.

Terlepas dari kualitas suara yang prima, kekompakan ritme nada dengan lirik, atau hal lain yang menyebabkan musik menjadi indah, namun menurut mereka yang lebih penting adalah menjajakan bentuk fisik untuk segmen khalayak yang memang menyukai itu.

Andai saja sekarang KPAI mulai memberikan himbauan agar mereka berpentas secara patut agar segmen anak-anak lebih merasakan kesegaran alami sesuai dengan usianya, namun kesalahan sepenuhnya juga bukan terletak pada artis-artis ini.

Tidak dipungkiri bahwa upaya mereka adalah untuk meraih sesendok nasi dengan cara yang beragam. Ada regulasi moral yang membatasi, tetapi mereka juga menyuguhkan seni yang sudah ada segmennya. Segmen khalayak penyuka musik dengan tarian erotis dan tontonan fisik yang tak jelas bentuknya. Agaknya yang perlu dibenahi adalah kultur segmen di masyarakat kita.

Artinya begini, jika masyarakat kita yang haus hiburan, tontonan, atau lawakan dengan bumbu erotis mulai ditata dan dibenahi, maka besar kemungkinan bahwa penyedia hiburan semacam ini tadi akan mulai luntur dan kemudian hilang.

Khalayak tidak lagi membutuhkan hiburan semacam itu sebab secara moral sudah terbentuk, tertata, dan terkondisi pada situasi yang moralis.

Caranya misalnya dengan melibatkan tokoh masyarakat yang jadi panutan agar memberikan wejangan dan teladan yang seharusnya dilakukan. Dan bukan lagi menempatkan para tokoh masyarakat pada barisan terdepan penonton pertunjukan ini dengan dalih menghormati tokoh dan pejabat setempat.

Biasanya, para penari atau penyanyi dengan kultur seperti tadi akan turun mendekat ke arah tokoh masyarakat dan pimpinan wilayah setempat untuk mengajak menari, menyawer, atau bahkan melakukan hal-hal lain yang juga tidak sepatutnya dilakukan.

Pilihan lainnya adalah tidak diizinkannya hiburan dengan tontonan semacam itu oleh pemangku kepentingan di wilayah setempat.

Form isian untuk izin penyelenggaraan hiburan seharusnya lebih detail lagi dengan menunjukkan contoh foto atau tayangan video calon artis yang akan mengisi hiburan pada event tertentu.

Jika tidak etis dan patut ditonton, sebaiknya ditolak saja permohonan izin mereka. Dengan begitu, pemangku kepentingan tidak juga disalahkan oleh masyarakat karena terlanjur memberikan izin hiburan. Sepertinya, satu per satu permasalahan semacam ini mulai diurai dan dipikirkan jalan keluarnya.

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.