Memindahkan ibu kota terbilang gampang-gampang susah dan mesti dikaji ulang penerapannya sebelum terwujud.
Akhir-akhir ini, Presiden Joko Widodo menetapkan realisasi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan pada bulan Agustus mendatang. Wacana ini sudah mendapat lampu hijau dari Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sejak beberapa hari yang lalu.
Meskipun mulai dipindahkan secara pasti, pemindahan ibu kota hanya berfokus untuk sisi administasi saja sehingga pusat pemerintah tetap berada di Jakarta tanpa memindahkan secara keseluruhan.
Latar belakang mengenai Pemindahan ibu kota sudah dimulai dari zaman dahulu. Pertama, daerah yang dekat dengan Jakarta supaya proses pemerintahannya lebih efektif. Kedua, Presiden Soekarno pernah mencanangkan Ibukota baru di Kalimantan Tengah dengan alasan geografis yaitu wilayahnya lebih luas dari Pulau Jawa. Ketiga, Wilayah Indonesia TImur sebagai Ibukota alternatif karena relatif sepi dari hingar-bingar penduduk.
Semua rencana pemindahan Ibukota tersebut harus berakhir dengan mimpi ataupun wacana semata. Faktor anggaran menjadi penyebab pemindahan Ibukota menjadi tertunda sampai saat ini.
Pemerintah mesti meniru langkah Brazil yang sukses memindahkan Ibukotanya ke Brasilia. Kebijakan yang dilakukan oleh Brazil sungguh tepat karena sistem pemerintahannya berjalan lancar tanpa hambatan.
Jadi, pemerintah harus memerhatikan konsekuensi besar yaitu perpindahan kantor pemerintah secara mendadak tanpa bermusyawarah kepada orang-orang yang sudah lama tinggal di kota asalnya mengenai kebijakan tersebut.
Menurut catatan sejarah, Ibukota Indonesia memang pernah berganti ke kota lain. Saat itu, Ibukota Indonesia mulai berpindah ke Yogyakarta karena adanya Agresi Militer Belanda yang menyebabkan pusat pemerintahan terpaksa mengungsi ke sana demi keselamatan.
Kemudian, Bukittinggi pernah menjadi Ibukota sementara di masa pemerintahan PDRI saat Belanda menangkap Soekarno dan kawan-kawan. Terakhir, Jakarta terpilih menjadi Ibukota resmi Indonesia sampai saat ini.
Selain faktor sejarah, Pemindahan Ibukota juga menimbulkan masalah baru. Faktanya, masalah lingkungan kerap kali menjadi persoalan terbesar dalam proses pemindahan Ibukota.
Akibatnya, banyak Ruang Terbuka Hijau yang sedianya difungsikan sebagai paru-paru perkotaan menjadi kawasan metropolitan yang megah. Saking ramainya, keberadaan Ruang Terbuka Hijau hanyalah tinggal kenangan dan bisa memicu pencemaran udara yang semakin tinggi sehingga penyakit akan mudah datang dengan sendirinya.
Selain itu, kemacetan adalah salah satu faktor utama dalam rencana pemindahan Ibukota. Kemacetan di Ibukota kerap kali menjadi momok yang menakutkan saat jam sibuk.
Mengenai macet, pemerintah sudah membuat kebijakan Ganjil-Genap dengan dalih mengurangi kemacetan sekaligus meningkatkan polusi udara. Sayangnya, hasil dari kebijakan pemerintah berakhir mengecewakan karena banyaknya kendaraan yang menerobos jalur Ganjil-Genap sehingga kondisi lalu lintas mulai semrawut sekaligus merugikan pengguna jalan.
Penyebab kemacetan lainnya adalah penggunaan kendaraan bermotor yang semakin merajalela setiap tahunnya. Banyak kendaraan yang sulit untuk bergerak kesana kemari sehingga harus menunggu selama beberapa jam.
Ketergantungan pada kendaraan bermotor adalah penyebab utamanya dengan alasan lebih cepat sampai tujuan atau sekedar pamer. Supaya kejadian macet tak terulang kembali, Alangkah baiknya anda mulai jalan kaki selama beberapa kilometer serta bersepeda di jalan raya supaya lebih sehat dan hemat biaya perjalanan.
Faktor berikutnya adalah Kepadatan Penduduk. Sebagian besar orang mungkin pernah merasakan kurang nyaman saat berhimpitan oleh orang lain di tempat umum. Bisa saja mereka saling memperebutkan tempat duduk yang masih kosong lalu mereka memilih untuk menerobos tanpa mengutamakan budaya mengantri.
Selain itu, kasus kejahatan yang bertambah bisa memicu kecemburuan sosial sehingga mulai menciptakan jurang pemisah antara orang kaya dan miskin serta lebih menguntungkan kaum pendatang dibandingkan orang lokal.
Bencana alam juga tidak luput dari perhatian. Wilayah di Indonesia adalah daerah yang terletak di Cincin Api Pasifik dimana daerah ini seringkali terjadi bencana alam tanpa diprediksi. Hal inilah yang melatarbelakangi pemindahan ibu kota ke daerah yang paling aman yaitu Pulau Kalimantan.
Alasan logisnya adalah wilayah tersebut berada di dataran tinggi dan mempunyai rumah tahan gempa. Jika ingin pergi ke daerah bebas bencana, anda sebaiknya mempersiapkan diri dengan perbekalan seperti tiket pesawat, kapal, ataupun sembako sambil berjaga-jaga.
Meskipun begitu, isu pemindahan ibu kota bukanlah hal yang tidak perlu dipikirkan secara mendalam apalagi sampai mengecam pemerintah segala yang dianggap lalai. Daripada saling menyindir, lebih baik berpikir secara positif tetapi tetap aktif dalam menangani suatu penyelesaian di Ibukota tercinta dengan cara apapun tanpa ada perselisihan yang berlebihan.
Apapun yang terjadi, pemindahan ibu kota harus dilakukan secepat mungkin walaupun dalam keadaan mendesak oleh banyak pihak. Saat ini, pemerintah ingin menghapus peran Jawa yang terlalu dominan atau lebih terkenal sebagai “Jawa-sentris” menjadi satu Indonesia.
Pencanangan slogan ini sudah diterapkan di berbagai Negara seperti Malaysia, Amerika Serikat, dan Inggris dimana kota yang dianggap pusat pemerintah mulai dilimpahkan ke kota dengan kepadatan penduduknya rendah. Penerapan langkah ini terbukti sukses sehingga tidak ada diskriminasi pada daerah terpencil dan Indonesia wajib menerapkannya sebelum terlambat.
Oleh karena itu, kita semestinya bersikap respek kepada pemerintah apabila ibu kota baru sudah ditetapkan secara sah berdasarkan hukum. Bagaimanapun juga, perpindahan ibu kota dilakukan untuk meringankan beban kinerja pemerintah sembari menyusun anggaran selama beberapa tahun ke depan demi menghindari krisis ekonomi seperti era reformasi.
Pembelajaran yang penting pada pembahasan ini adalah nikmatilah ibu kota baru selagi masih ada kesempatan emas di depan mata dan jangan sampai merusak lingkungan.