Hiruk pikuk dinamika bangsa akhir-akhir ini membuat pikiran masyarakat terpanggil untuk ikut berkomentar. Ketika tukang parkir mengajak saya malam ini berdiskusi dengan topik bangkitnya gerakan mahasiswa yang akhir-akhir ini menjadi fenomena paling hot di layar penyajian berita di media informasi.
Saya tersadar bahwa gerakan generasi “Z” ini bukan lagi gerakan main-main. Gerakan ini sepertinya bentuk komplikasi dari amarah yang terus dipendam dalam relung jiwa lintas waktu.
Namun, bukan ini yang saja yang menjadi fokus tulisan saya. Kali ini saya ingin menarasikan tentang seorang aktivist yang memilih untuk kembali ke akar masalah dan mencoba memperbaiki itu semua.
Seperti kata-katanya kepada kami bahwa “untuk membangun negeri ini, jalur perjuangan selain di jalan raya, kalian juga harus menyelesaikan itu dengan aksi nyata. Desa adalah akar dari mangkraknya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan ini tentu akan semakin parah jika aktivist pergerakan terus mengincar posisi elit”.
Kang Randi Saputra namanya seorang abang sekaligus kaka yang kami kenal dengan sosok rendah hati, pengayom dimata kader pergerakan yang kemudian membuktikan kepada kami bahwa kita tidak boleh menutup mata dari situasi politik kebangsaan namun kita juga harus siap dengan berbagai macak tawaran untuk masyarakat.
Desa adalah rumah penuh kaharmonisan yang sekian lama sangat jarang tersentuh oleh Ide brilian purnawirawan aktivis mahasiswa.
Kang Randi Saputra salahsatu mantan Ketua dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malang Raya kendatipun kini telah menjadi salahsatu pemuda penggerak, ia masih mau turun ke Desanya di Pasuruan untuk menghibahkan diri sebagai salahsatu calon Kepala Desa.
Saya sempat merenung beberapa saat. Tentu bagi seorang aktivist yang selama ini terus melibatkan diri dalam konflik Vertikal, menjadi pemimpin di Desa tentu bukanlah sesuatu yang luar biasa. Desa kan bukan gelanggang yang berat.
Namun, setelah saya melihat dan menyaksikan sendiri bahwa tidak sedikit mangkraknya pembangunan di Desa merupakan ulah daripada pola pikir aktivis mahasiswa dan aktivis sosial yang seperti ini.
Seharusnya Posisi sebagai Kepala Desa mesti diisi oleh aktivist. Karena Inteligensi, Kepekaan Sosial dan Progressifitasnya merupakan hal yang dibutuhkan oleh masyarakat Desa hari ini.
Namun tak semudah itu, dinamika yang terjadi di Desa, seperti yang saya jumpaipun berbanding terbalik dengan anggapan saya. Sejumlah 11 Putra dan Putri terbaik mengisi list calon Kepala Desa dan siap menjadi pemimpin Desa. Tentu masing-masing dengan tujuan yang tak sama. Ada yang tertarik lantaran ADDnya ada pula yang tertarik karena panggilan Jiwa.
Kang Randi kemudian berkata kepada kami bahwa ini (Desa) adalah gelanggang perjuangan yang sesungguhnya. Ketika Desa Memanggil, Jangan Beri punggung (membelakangi) padanya. Karena Desa Butuh Pemimpin Tangguh dan pemimpin tangguh itu adalag yang lahir dari kita kaum Aktivis Pergerakan.
Mari pulang… Marilah pulang, turun dan merenung. Sampai kapan mereka kita biarkan dengan harapan tanpa kepastian. Desa telah memanggil pulang untuk membangun.