Kamis, April 25, 2024

Benar Kata Gus Miftah, Banser Tidak Perlu ke Papua

Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali
Pecinta kopi, buku dan sastra. Penulis yang belum tenar.

Negara ini sedang dalam keadaan yang meresahkan. Itulah kalimat pendek yang disampaikan oleh salah satu teman saya dan membuat saya benar-benar menjadi resah. Sebagai warga Indonesia, sudah tentu saya resah setelah mendengar beberapa penjelasan teman saya itu. Dia mengatakan bahwa saat ini, Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan.

Krisis kepercayaan inilah yang membuat masyarakat mudah dipecah belah. Ketika sesama rakyat tidak saling percaya dan saat rakyat juga tidak percaya dengan kepemimpinan presidennya, saat itulah sebuah negara akan sangat mudah dilanda berbagai konflik. Benar saja. Salah satu yang masih hangat adalah konflik di Papua. Sebagian rakyat Papua ingin memisahkan diri dari negara ini.

Namun, bukan itu yang sebenarnya ingin saya bahas. Terkait dengan konflik di Papua, ada satu hal yang lebih menarik untuk dibahas. Sejak konflik di Papua memanas beberapa hari terakhir ini, di media maya, warganet ramai-ramai mempertanyakan keberadaan Barisan Anshor Serbaguna (Banser). Ada apa gerangan? Apa hubungan Banser dengan konflik di Papua?

Sebenarnya tidak ada hubungan khusus antara Banser dan konflik di Papua. Pertanyaan dari warganet itu sejatinya hanyalah sebuah pertanyaan satir untuk Banser yang selama ini getol meneriakkan jargon NKRI Harga Mati.

Apakah itu salah? Tentu tidak. Hanya saja, selain itu, Banser juga sering sesumbar bahwa akan menjadi penjaga NKRI dari rongrongan ormas radikal sekaligus dari serangan makar. Sesumbar itulah yang pada akhirnya membuat warganet ramai-ramai membuat pernyataan satir agar Banser terjun ke Papua.

Pertanyaan sekaligus pernyataan satir itu akhirnya ditanggapi serius oleh Gus Miftah. Seorang pendakwah yang melambung namanya sejak Dedy Corbuzier memutuskan menjadi seorang mualaf.

Mungkin karena saking jengkelnya dengan sindiran tersebut, dan ingin menjelaskan fungsi dan peranan Banser, beberapa waktu lalu akun Instagam Gus Miftah, salah seorang tokoh muda NU dan Anshor membuat cuitan yang isinya menjawab pertanyaan satir warganet itu.

Menurut Gus Miftah, Banser tidak memiliki payung hukum untuk ikut membantu meredakan gejolak keamanan di Papua. Banser bukan TNI atau Polri yang punya kewenangan dan tanggung jawab mengurusi masalah keamanan daerah.

Benar kata Gus Miftah, Banser tidak perlu ke Papua

Gus Miftah benar. Banser memang bukan bagian dari aparat penegak hukum. Banser bukan Tentara dan bukan Polisi. Oleh sebab itu pula, Banser tidak perlu datang ke Papua untuk ikut meredakan situasi di Papua. Saya sendiri sangat setuju dengan Gus Miftah. Namun, selain alasan payung hukum, ada lagi alasan yang membuat saya sepakat dengan Gus Miftah.

Saya sendiri cukup takjub dengan Banser. Pasalnya, meskipun bukan tentara, Banser tergolong memiliki keberanian. Mengapa? Sebab Banser memiliki gaya yang mirip dengan tentara. Paling tidak, kemiripan itu bisa terlihat dari seragamnya yang identik dengan seragam tentara. Pernah suatu ketika saya terkaget-kaget ketika melihat sekumpulan Banser berjaga di sebuah jalan yang sering saya lalui.

Mereka berseragam lengkap. Waktu itu saya bertanya-tanya, ada peristiwa apa sampai-sampai banyak tentara berjaga-jaga di jalan? Setelah dengan seksama saya perhatikan, ternyata mereka bukan tentara, melainkan anggota Banser yang sedang mengatur jalan dalam sebuah acara pernikahan yang digelar di salah satu rumah warga yang berada di pinggir jalan.

Saya juga tidak bisa membayangkan, bagaimana jika seandainya Banser menanggapi pertanyaan warganet dengan serius lalu mereka benar-benar datang ke Papua? Pertanyaan pertama yang muncul adalah, siapa yang akan membiayai Banser untuk bisa ke Papua? Tentu untuk bisa sampai ke Papua membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, saya yakin jika Banser memilki biaya. Entah darimana, pokoknya saya yakin dan percaya bahwa Banser memiliki biaya untuk mengirim anggotanya ke Papua.

Hanya saja, ketika Banser sudah di Papua, apa yang akan mereka lakukan? Pertanyaan inilah yang akhirnya membuat saya sangat sepakat dengan Gus Miftah. Anggota Banser adalah warga negara biasa, bukan Polisi juga bukan Tentara, persis dengan apa yang dikatakan Gus Miftah di akun instagramnya.

Sebagai warga negara biasa, mereka harus dilindungi dalam situasi kerusuhan seperti di Papua. Jika Banser datang ke Papua, TNI-Polri tidak hanya bertugas mengamankan situasi tapi juga bertugas menjamin keselamatan anggota Banser. TNI-Polri harus mampu menjamin keselamatan anggota Banser yang notabene adalah warga negara biasa.

Seperti halnya ketika terjadi kerusuhan-kerusuhan di tempat lain, sudah menjadi kewajiban TNI-Polri untuk melindungi warga negara atau masyarakat dari kerusuhan itu. Saya juga yakin jika anggota Banser datang ke Papua, mereka akan diminta oleh tentara dan polisi yang bertugas untuk menjauhi tempat kerusuhan.

Biarkan Banser menjaga keutuhan NKRI dengan cara mereka sendiri. Bukan dengan turun langsung ke Papua. Meskipun mereka sudah dididik ala-ala militer, anggota Banser bukanlah TNI maupun Polri yang sudah dididik dengan pendidikan militer yang sebenarnya. Saya yakin Banser memiliki cara sendiri untuk menjaga NKRI dari rongrongan radikalisme serta tindakan makar, salah satunya dengan membubarkan pengajian-pengajian yang menurut mereka terindikasi paham radikal dan terindikasi makar. Bravo Banser!

Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali
Pecinta kopi, buku dan sastra. Penulis yang belum tenar.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.