Rabu, April 24, 2024

Yusril Ihza Mahendra, PBB, dan PSI

Eko Kuntadhi
Eko Kuntadhi
Pegiat Media Sosial

Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra benar-benar tak punya pegangan. Partai ini termasuk yang paling belakangan mendapat izin KPU ikut Pemilu. Sebelumnya malah sudah dianggap tidak lolos. Tapi mereka menggugat dan akhirnya bisa lolos.

Orientasi politik PBB cenderung ke Prabowo. Tapi apa lacur, sedikit pun mereka tak dilirik oleh koalisi Prabowo. Jangankan diberi kardus, diberi peran untuk terlibat dalam Pilpres saja tidak. Mentang-mentang partai kecil, PBB seperti mau disingkirkan begitu saja. Enggak direken.

PBB tentu agak iri dengan PSI di kubu Jokowi. PSI adalah partai baru. Bahkan kiprahnya lebih baru dibanding PBB. Tapi, toh, kader-kader PSI diberi ruang dalam koalisi. Mereka punya kesempatan tampil mewakili koalisi dalam perdebatan di TV.

Ini sangat bermanfaat bagi sebuah partai yang mau eksis, sebagai bagian dari promosi partai. Apalagi di kala kampanye partai sangat dibatasi oleh KPU. Celah tampil dalam setiap perdebatan di TV adalah kesempatan yang luar biasa. PSI sekarang menikmati kesempatan tersebut. Sedangkan kader-kader PBB boro-boro kedengaran kiprahnya.

Wajar saja jika pada satu kesempatan Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, sempat menengarai bahwa koalisi Prabowo ingin membunuh PBB. Alasannya karena tidak diberi ruang sama sekali. Boro-boro dapat kardus.

PBB membutuhkan ruang tampil yang lebih besar agar bisa eksis. Mereka sadar ada di barisan partai gurem. Berbeda dengan partai keluarga Cendana seperti Berkarya atau Garuda, PBB enggak punya duit yang cukup untuk bergerak. Mereka berharap dapat limpahan bujet dari koalisi. Atau diberi peranlah, agar bisa eksis. Tapi pintu itu seperti tertutup.

Kenapa mereka tidak beralih dukungan saja, misalnya bergabung dengan koalisi Jokowi? Tidak mungkin juga mereka beralih dukungan ke Jokowi. Sebab justru bertentangan dengan kecenderungan pasar pemilihnya yang sejak lama sudah dibangun untuk anti-Jokowi.

Akhirnya mereka terpaksa harus mengambil jalan lain untuk masuk dalam radar pembicaraan publik. Yusril Ihza Mahendra bersedia jadi pengacara Jokowi-Ma’ruf. Apa targetnya? Hanya satu, dengan posisinya itu, Yusril akan dapat panggung lagi. Bisa bersuara di media. Mendongrak PBB.

PBB ini seperti Ahmad Dhani yang sudah kehilangan panggung di industri musik. Maka agar tetap dilirik orang, dia banyak berlagak agar kamera tetap menyorot ke kepalanya yang plontos. Meskipun ngaconya juga sudah kebablasan.

Di sisi lain, sebagai partai, PBB tetap setia pada Prabowo, untuk mempertahankan basis massanya. Lihat saja isi Twitter Ketua Dewan Syuro PBB, MS Kaban. Ketidaksukaannya pada Jokowi tidak pernah padam.

Politik memang seni merancang segala kemungkinan. Bagi politisi tidak ada yang terlalu ideologis. Sebagai partai, PBB bisa bersikap anti-Jokowi, tapi sebagai personal ketua umumnya Yusril Ihza Mahendra bersedia menjadi pengacara pasangan Jokowi-Ma’ruf. Masyarakat melihatnya aneh, tapi sebetulnya tidak. Sebab itulah politik. Seperti halnya langkah Kapitra Ampera, pengacara Rizieq Shihab, yang kini jadi Caleg PDIP. Atau Ali Mochtar Ngabalin yang pernah menjadi politisi PBB, lompat ke Golkar dan kini jadi bagian dari Istana. Atau Ferdinand Hutaean yang dulu gencar mengkritik Prabowo dan SBY, kini jadi menghamba pada mereka.

Di politik, mencaci pada saat ini, bukan hambatan besar untuk menjilat keesokan harinya. Itulah mental ikan lele. Harus bisa hidup dalam lumpur.

Tidak ada yang aneh dalam dunia politik. Tinggal siapa yang memanfaatkan siapa.

Tapi Yusril sebelumnya adalah pengacara HTI, kata teman lain protes. Iya, jadi pengacara HTI juga dalam rangka memanfaatkan massa HTI untuk mendukung PBB. Tapi toh yang diharapkan YIM kayaknya enggak kesampaian. Soalnya masa HTI enggak bisa dipegang.

Apakah posisi Yusril tidak akan meribetkan koalisi Jokowi? Sekali lagi ini hanya soal saling memetik manfaat saja. Koalisi Jokowi diuntungkan dengan info yang membingungkan di kalangan bawah. Ketua Umum PBB jadi tim pengacara koalisi. Sementara PBB sendiri tetap berdiri di sisi Prabowo.

Tapi sebetulnya memang aneh jika ada partai gurem suaranya malah tidak kedengaran di zaman medsos begini. Padahal semua orang bisa bicara bebas, tak perlu menunggu diwawancarai media.

Tapi kita maklum. PBB bukan PSI. PBB diisi oleh orang-orang tua yang mungkin masih gagap memegang smartphone. Sementara PSI banyak diisi anak muda yang dengan mudah berselancar di dunia maya.

Akibatnya, untuk tetap eksis Yusril harus ngepot. Dia berbagi peran dengan MS Kaban. Yusril seolah merapat ke Jokowi. Sedangkan Kaban tetap berada di bawah payung Prabowo. Tetap menjajakan agama sebagai slogan politiknya. Itulah langkah terakhir yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan partainya.

PBB memang seperti partai yang sedang sekarat. Sementara PSI jadi contoh partai yang ingin bertumbuh.

Eko Kuntadhi
Eko Kuntadhi
Pegiat Media Sosial
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.