Rabu, April 24, 2024

Wanita dalam Media, Ada Apa?

Kurnia Dwi Agustina
Kurnia Dwi Agustina
Penulis "mengkomunikasikan pendidikan dan ketahanan pangan untuk masa depan"

Gender selalu menjadi hal yang tidak ada habis-habisnya untuk dibicarakan. Sadar ataupun tidak sadar kita sudah dikotakkan oleh gender bahkan sebelum kita lahir ke dunia. Pasangan yang akan dikaruniai buah hati menebak-nebak jenis kelamin jabang bayi mereka. Pertama-tama dengan melakukan pemeriksaan USG, saat sudah mengetahui jenis kelamin sang buah hati kemudian mereka akan menyiapkan segala keperluannya dengan membeli barang-barang berwarna dan motif tertentu untuk jenis kelamin tertentu.

Mereka akan menyiapkan selimut, alas kasur dan alas bantal berwarna merah jambu dengan motif bunga-bunga atau boneka-boneka untuk anak perempuan. Jika menurut hasil USG mereka akan memiliki bayi laki-laki, kemudian mereka akan menyiapkan segala kebutuhan sang bayi dengan barang-barang berwarna biru dan bermotif robot atau pahlawan super.

Sebelum mereka mengetahui apa itu artinya “jenis kelamin”, mereka sudah dikotakkan dengan streriotip perbedaan gender. Hal ini akan terus menerus terjadi hingga mereka dapat memilih sendiri warna dan mainan apa yang mereka sukai. Hal yang sangat besar berpengaruh dalam pengkotakan gender ini adalah media.

Media memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mempengaruhi masyarakat untuk berfikir atau bertindak dengan cara tertentu, salah satunya visualisasi yang diberikan oleh iklan baik cetak maupun digital. Dengan peran dan kekuatannya yang luar biasa, media mampu mebuat pola pemikiran baru tentang apa saja. Ketika kita menonton televisi acara favorit kita atau saat sedang berjalan-jalan ke pusat kota dan pusat perbelanjaan, kita akan “dipaksa” melihat iklan yang ditayangkan.

Meskipun kita tidak berniat untuk melihat iklan tersebut, visualisasi yang diberikan akan masuk kedalam fikiran sadar maupun alam bawah sadar kita. Semakin banyak yang melihat visualisasi ini maka akan semakin banyak orang dipengaruhi oleh pola pikir yang ingin dibentuk oleh iklan tersebut. Dalam hal ini media memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan pandangan tertentu tentang apa artinya menjadi wanita atau laki-laki.

Jean Kilbourne menempuh jalan panjang untuk mengungkap masalah gender di media ini. Sejak tahun 1960, wanita yang pernah menjadi model ini telah mengumpulkan iklan yang menempatkan perempuan sebagai objek. Selama lebih dari 40 tahun, tidak sedikit iklan yang ia kumpulkan yang kemudian membentuk suatu pola. Pola ini menunjukkan bahwa iklan selalu menggunakan wanita bukan sebagai model, tetapi membuatnya menjadi objek.

Riset yang dilakukan oleh Kilbourne menghasilkan seri film seri dengan judul “Killing Us Softly: Advertising’s Image of Women” yang mengeksplorasi secara mendalam tentang hubungan antara periklanan dan beberapa masalah kesehatan masyarakat, termasuk kekerasan terhadap perempuan. Film ini bukan hanya satu film yang kemudian dilupakan orang. Jean Kilbourne secara konsisten terus membuat film, walaupun harus berhadapan dengan fakta pelupaan tersebut.

Bukan hanya Kilbourne yang membahas wanita di media, Rebecca L. Collins (2011) dalam bukunya yang berjudul “Where Are We Now and Where Should We Go?” membahas bahwa media hanya memberikan deskripsi perempuan yang tidak profesional. Gambar ini lebih menekankan bentuk tubuh wanita. Hal ini juga tidak hanya memperburuk citra perempuan oleh media tetapi juga mempengaruhi hal-hal lain, seperti mengajar anak-anak.

Secara tidak langsung, media mempengaruhi pikiran bawah sadar siapa pun yang secara sengaja atau tidak  melihat atau memedulikannya. Hal ini akan memberi anak perempuan gagasan menjadi seorang wanita yang diajarkan oleh media, yang semuanya tentang penampilan dan tubuh. Begitu juga dengan anak laki-laki yang memiliki kesempatan untuk mengarahkan pemikiran mereka tentang gagasan yang diajarkan perempuan dalam sebuah media.

Dengan peran dan kekuatan yang luar biasa, media mampu membuat pola pemikiran baru tentang apa saja, salah satunya tentang wanita. Dalam hal ini, media memberikan pandangan negatif tentang apa artinya menjadi wanita, yaitu dengan hanya berfokus pada penampilan, pakaian seksi, kulit putih dan halus, dan sebagainya. Media telah mengubah perempuan menjadi objek dan kemudian membuat perempuan mentransformasikannya menjadi “benda”.

Kurnia Dwi Agustina
Kurnia Dwi Agustina
Penulis "mengkomunikasikan pendidikan dan ketahanan pangan untuk masa depan"
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.