Minggu, April 28, 2024

Ada ‘Tokoh’ Kemayoran di Belakang Livi Zheng?

Limawati Sudono
Limawati Sudono
Bukan nama sebenarnya. Tinggal di Lasem dan nggak punya akun medsos. Sebelumnya menggunakan sketsa "Jane Doe" sebagai foto profil. Atas rekomendasi Dewan Pers, foto tersebut kami hilangkan.

Tokoh kita rajin mengabarkan prestasi internasionalnya ke media-media massa. Media membagikan kepada publik apa saja yang mereka terima dari tokoh kita, tanpa sikap kritis dan tanpa reserve, seolah-olah mereka hanya meneruskan sabda yang diturunkan dari langit, seolah-olah tokoh kita adalah makhluk suci yang tidak mungkin mengabarkan dusta.

Ia juga mendatangi para pejabat negara sambil membawa juru kamera dan meminta endorsement. Para pejabat publik senang hati memuji karyanya di depan kamera. Mereka mengajak kita menonton karya anak bangsa. Tokoh kita terus melambung. Ia menjadi pujaan orang banyak. Ia ditunjuk pula sebagai teladan cinta tanah air, anak muda yang mengguncang dunia, dan ikon Pancasila.

Lalu anda suatu hari tergerak untuk mencari tahu apakah klaim-klaim yang disampaikan oleh tokoh kita itu faktual atau gelembung sabun semata. Anda membandingkan klaim-klaimnya dengan pendapat para kritikus tentang karyanya; anda mencari informasi dari rujukan-rujukan yang valid dan otoritatif yang bisa anda temukan di internet; dan anda menggunakan nama samaran untuk menuliskan hasil temuan anda.

Seorang wartawan film yang condong kepada tokoh kita menyebut tulisan anda sebagai surat kaleng. Tokoh kita menyebut tulisan anda sebagai hoax. Beberapa wartawan lain mengamini ucapan tokoh kita dan ikut mengabarkan kepada publik bahwa tulisan anda adalah hoax. Padahal mereka adalah orang-orang yang akrab dengan “sumber berita yang ogah disebutkan namanya” dan sekali waktu mungkin pernah berhubungan dengan sumber semacam itu. Padahal mereka tahu bahwa nama samaran adalah hal yang lumrah dalam penulisan.

Katakanlah, anda menulis dengan menggunakan nama Limawati Sudono. Mereka mendadak sibuk mencari tahu siapa sebenarnya Limawati Sudono. Itu membuat anda heran. Apa kepentingan mereka mencari tahu siapa sebenarnya Limawati Sudono? Mengapa mereka tidak mencari tahu saja siapa sebenarnya Livi Zheng? Apakah Livi Zheng ini nama asli atau nama samaran? Selain dikenal dengan nama Livi Zheng, tokoh kita juga memiliki nama lain Livia Notoharjono. Apakah Livia Notoharjono ini nama samaran? Mana dari dua nama itu yang asli dan mana yang samaran?

Lagi-lagi anda ingin tahu, meskipun mereka tidak ingin tahu.

Ada tulisan di Kompasiana yang menyampaikan pengalaman pribadi penulisnya berjumpa dengan Livia Notoharjono, sineas muda yang tinggal di Los Angeles dan mengawali karier melalui serial Laksamana Cheng Ho. Ada juga tulisan di Kabari News yang memberitakan rilis film Brush with Danger pada 2014. Tulisan itu menyebut Livia Notoharjono menulis skenario bersama adiknya, Ken Wiratheda, selain menjadi sutradara dan sekaligus pemain utamanya.

Lalu anda lalu mengetikkan nama Livia Notoharjono pada Google dan mendapati trailer Laksamana Cheng Ho di YouTube. Mesin pencari juga memberi anda iklan kematian orang bernama Yoseph Notoharjono (The Khing Bo) pada 2012, dalam usia 86 tahun. Siapakah The Khing Bo? Ia adalah “suami, ayah, ayah mertua, opa, kongco kami yang tercinta.”

Di bawah nama orang yang meninggal, tercantum banyak nama, dua di antaranya anda sudah kenal, yaitu Livia Notoharjono dan Ken Wiratheda, mereka adalah cucu-cucu Yoseph Notohardjono.

Selanjutnya anda mengetikkan nama-nama itu, satu demi satu, pada Google. Salah satu dari nama-nama itu rupanya pernah menjadi subjek pemberitaan yang seru di media massa, yaitu Gunawan Witjaksono alias The Hok Bing. Arsip berita tentang Hok Bing ada banyak di internet, semuanya berkaitan dengan urusan tanah Kemayoran. Salah satu berita di Beritabatavia.com memajang judul Memburu Hok Bing “Mafia” Kemayoran. Anda lalu mencari foto Hok Bing di Google; sama sekali tidak ada.

Majalah Tempo (2006) pernah membuat liputan investigasi tentang Hok Bing dan sepak terjangnya menguasai tanah Kemayoran. Dalam liputan itu, Tempo memberikan nama julukan “Akal Busyukus” untuk Hok Bing, mengikuti nama salah satu karakter licik di komik Asterix.

Investigasi Tempo itu ditanggapi dengan munculnya iklan dari pihak Hok Bing di majalah yang sama. Orang-orang yang marah memprotes Tempo sambil membawa poster-poster yang kurang lebih bersuara sama: Matinya Independensi Tempo. Majalah ini dicurigai membuat liputan investigasi Kemayoran hanya sebagai alat pemaksa untuk mendapatkan iklan.

Bambang Harymurti, pemimpin redaksi waktu itu, harus meminta maaf kepada pembaca melalui sebuah surat terbuka di majalahnya yang diberi judul Kami Keliru, dan berjanji tidak akan menerima serupiah pun uang dari iklan yang, menurut pengakuan Tempo, nilainya hampir Rp500 juta.

Di buku berjudul Cerita di Balik Dapur TEMPO (2013), yang ditulis oleh Tim TEMPO, anda membaca cerita tentang bagaimana pihak Hok Bing menyelundupkan iklan tersebut. Ketika mendapati iklan itu di majalahnya, Arif Zulkifli, redaktur pelaksana investigasi, mengatakan, “Saya merasa dikerjai.”

The Hok Bing adalah salah satu anak dari Yoseph Notohardjono; Livia Notoharjono alias Livi Zheng dan Ken Wiratheda alias Ken Zheng adalah cucu-cucu Yoseph. Pengetahuan anda tentang Livi dan adiknya menjadi sedikit lebih maju sekarang. Livi dan Ken mungkin adalah anak The Hok Bing, mungkin kemenakannya.

Dari arsip-arsip berita tentang serial Laksamana Cheng Ho, anda menjadi tahu bahwa konferensi pers tentang sinetron serial itu biasa diadakan di Hotel NAM Centre Kemayoran. Livi juga beberapa kali mengundang wartawan di hotel yang sama. Teguh Imam Suryadi, penanggung jawab redaksi tabloid Kabar Film, membuat tulisan di laman Facebook-nya (semoga ia tidak menghapus tulisan itu) untuk menyampaikan tentang Livi yang ia kenal. Teguh sempat menyangka Livi adalah tamu hotel, tetapi ternyata Livi adalah orang yang posisinya selevel dengan pemilik hotel.

Apakah Hok Bing pemilik Hotel NAM Centre? Mungkin. Hanya dia dari anak-anak Yoseph Notohardjono yang berbisnis di Kemayoran. Apakah dia ayah Livi Zheng? Anda tetap tidak bisa memastikan kecuali mendapat jawaban sendiri dari Livi atau orang-orang yang tahu betul hubungan mereka. Jadi, anda hanya berharap mudah-mudahan ada laporan jurnalistik yang berhasil menyampaikan secara jelas urusan ini.

Anda sekarang mulai menemukan titik terang mengenai hal yang sebelumnya membuat anda penasaran, yaitu tentang keterlibatan Livi dalam serial Laksamana Cheng Ho. Mula-mula Livi menyebut terlibat di serial itu pada umur 15 tahun sebagai pemain pengganti, tetapi ia juga bermain sebagai Ratu Suhita, dan kemudian dipercaya mengatur para para pemain dan kawanan kuda. Ia mengakui mengatur seribu lebih pemain dan ratusan kuda, pada akhirnya ia duduk sebagai produser dalam serial itu.

Ia pasti istimewa. Dengan keterlibatan yang dimulai dari posisi minor sampai akhirnya menjadi produser, hanya di dalam satu produksi film, Livi pasti memiliki orang kuat di belakangnya. Dan orang kuat di dalam produksi film bisa sutradara, bisa pula pemilik rumah produksi yang mendanai film tersebut.

Dari arsip berita-berita, anda tahu bahwa sutradara Laksamana Cheng Ho adalah Nirattisai Kaljareuk. Kaljareuk orang Thailand, tidak mungkin ia ayah Livi. Kemungkinannya tinggal satu, yaitu ia punya hubungan istimewa dengan pemilik rumah produksi.

Laksamana Cheng Ho adalah produksi bersama antara Kantana Film (Thailand) dan Jupiter Film (Indonesia), dan tampaknya Jupiter Film yang lebih punya kekuatan dalam kerjasama ini dibandingkan Kantana. Karakter utama serial ini, yakni Laksamana Cheng Ho, diperankan oleh orang Indonesia. Begitu juga karakter-karakter penting lainnya. Pihak Thailand tampaknya hanya kebagian urusan sutradara dan mungkin kru penyutradaraan.

Anda melakukan pelacakan internet untuk mencari tahu tentang Jupiter Film. Tidak ada informasi berarti. Tidak seperti perusahaan-perusahaan film lain yang bisa kita ketahui siapa pendirinya dari laman-laman website, Jupiter Film tidak bisa kita ketahui siapa pendirinya atau siapa saja orang-orang yang menjalankannya.

Kenapa pemiliknya seperti menyembunyikan diri?

Jika pemiliknya adalah Hok Bing, anda menjadi maklum jika ia merasa harus menyembunyikan diri serapat-rapatnya. Kemunculannya akan merepotkan dirinya sendiiri. Ia tidak mau menjadi sorotan media lagi. Ia tidak mau orang membicarakan kasus Kemayoran lagi dan TEMPO menulis lanjutan kisah si Akal Busyukus.

Livi sendiri, setiap kali menceritakan keluarganya, tidak pernah satu kali pun menyebutkan siapa ayah dan ibunya. Yang pasti, ia tidak mungkin menyebutkan bahwa di belakangnya ada Hok Bing. Jadi, untuk saat ini anda hanya bisa menunggu siapa tahu ada laporan jurnalistik yang bisa mengungkap hubungan Livi dengan The Hok Bing—apakah Hok Bing adalah pamannya atau ayahnya.

Limawati Sudono
Limawati Sudono
Bukan nama sebenarnya. Tinggal di Lasem dan nggak punya akun medsos. Sebelumnya menggunakan sketsa "Jane Doe" sebagai foto profil. Atas rekomendasi Dewan Pers, foto tersebut kami hilangkan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.