Jumat, Desember 6, 2024

Tidak Ada Anak Nakal, Yang Ada Adalah Orang Tua Abai

- Advertisement -

Dua hari mengikuti kasus AY, seorang siswi SMP di Pontianak yang mengalami perundungan. Tidak perlu saya ceritakan detailnya, semua sudah gamblang dan bisa diakses lewat internet. Saya mencari tahu di instagram dan media sosial. Menarik ketika salah satu peretas berhasil menguasai salah satu akun instagram seorang terduga pelaku. Kemudian mengunggah percakapan percakapan pribadi, foto-foto para pelaku dengan caption yang mengundang untuk mencela, merisak dan mengomentari.

Saya juga mencari tahu FB dan Instagram, korban. Tidak perlu saya jelaskan apa detailnya tapi jika seandainya dia adek saya, maka saya akan mengajaknya duduk buat ngobrol dan mendengar curhatnya karena dari status yang diunggah. Saya yakin seyakin-yakinnya mereka adalah anak-anak yang labil.

Korban dan pelaku adalah anak-anak. Saya memegang teguh hal itu. Ada kode etik khusus untuk menulis tentang mereka. Tidak menyebut nama lengkap, tidak mengunggah foto korban dan pelaku. Tapi kenyataanya? saya sedih ketika pelaku juga dirundung habis-habisan, fotonya di caci maki di media sosial, walaupun saya tidak membenarkan apa yang mereka lakukan.

Belum lagi ketika para pelaku menjelaskan peristiwa di hadapan publik. Walaupun menggunakan masker tapi buat saya miris. Hal yang sama juga saya rasakan ketika beberapa pesohor negeri datang berkunjung dan mengungah foto dan video korban. Lagi-lagi tanpa di sensor.

Mereka anak-anak dan saya meyakini bahwa yang seharusnya bertanggungjawab adalah orangtuanya.

Saya berusah mencari data siapa orangtua mereka. Tapi nihil! hannya ada satu pernyataan seorang laki-laki yang mengklarifikasi bahwa dia adalah pamannya dan bukan orangtuanya.Lengkapnya? searching saja sudah lengkap di internet.

Orangtua pelaku dan korban pasti shock dengan kejadian tersebut apalagi kasus diblow-up besar-besaran dengan hastag menggunakan bahasa Inggris yang mudah sekali diakses secara global.

Saya kadang mempertanyakan. Mengapa anak-anak yang harus bicara langsung? mengapa bukan orangtua atau wali yang berbicara langsung pada publik untuk menjelaska. Orangtualah yang harus paling bertanggungjawab atas kejadian ini.

Pernah tidak kita yang mengaku sebagai orang dewasa instropeksi diri? seberapa sering kita bicara dengan anak-anak kita? meninggalkan mereka seorang diri hanya dengan gadget dengan alasan sibuk bekerja? Pernahkah kita menanyakan kepada anak-anak remaja kita apakah dia sedang jatuh cinta atau patah hati? apakah dia sedang galau saat jerawat muncul di wajah? pernahkah mendampingi mereka di masa Pra Menstruasi Syndrom dengan mood yang naik turun? pernahkah memeluk mereka dan menemani mereka berbicara jelang tidur malam atau saat sarapan?

Pernahkah kita berpikir caci maki yang kita tulis di media sosial juga bisa diakses dengan mudah oleh anak-anak kita? apalagi tayangan televisi yang lebih mengedepankan drama dari pada karya nyata. Sensasi minim prestasi.

- Advertisement -

Mungkin hal itu adalah hal yang saya jelaskan sangat receh sekali, tapi percayalah hal yang dianggap receh itu adalah sesuatu yang sangat berharga bagi anak-anak kita

Apakah kita sudah menjadi role model yang baik untuk anak-anak kita?

Saya ingin bercerita saat masih sekolah rambut saya yang panjang terurai sehingga melebihi jilbab. Tanpa ada alasan, tiba-tiba rambut saya dipotong. Sedih sekali apalagi melihat mereka tertawa-tawa. Belum lagi saat masih SD, jilbab saya ditarik dari belakang oleh beberapa teman yang membuat leher kesakitan. Saya melawan, dan seorang teman memukul pipi. Sakit? pasti lah.

Tapi saya sangat dekat sekali dengan ibu. Sekecil apapun selalu saya ceritakan. Ibu memeluk saya dan menemani melewati masa-masa sulit hingga menjadi sekarang. Emak, mbah sepuh relijius juga punya pengaruh besar dalam hidup saya. Selama bersama Mbah, tidak pernah sekalipun dia marah dan berkata dengan nada tinggi. Jika emak marah, dia ambil wudhu dan sholat.

Pernah sekali saya bertengkar hebat dengan ibu. Emak menyuruh saya masuk ke kamarnya, dan juga menyuruh ibu masuk ke kamarnya sendiri. Lalu besok pagi, emak membuat sarapan enak buat kami.

Ibu mungkin bukan perempuan yang sempurna tapi buat saya, dia adalah ibu yang sempurna yang menjadi role model hingga detik ini. Ibu yang menemani saya melewati hal-hal yang dianggap receh bagi orang dewasa semacam menyisir rambut saya setiap pagi hingga saya sudah dewasa. Setiap ingin melakukan hal-hal jahat, saya selalu berpikir apakah ibu akan menyetujuinya?

Mungkin tidak semua anak seberuntung saya tapi mereka punya kesempatan sama seperti yang dapatkan dulu.

Kembali ke rumah. Itu yang terpenting. Menyelamatkan anak-anak kita. Memeluknya.

Seberapa banyak kasus semacam AD kita dengar sehari-hari? Rame. Viral? Lalu di lupakan. Terulang. Lag dan lagi.

Lalu harus apa? berhenti melakukan perundungan. Mengawal kasus ini hingga selesai dan memastikan tidak lagi kejadian terulang.

Tapi jika tidak diviralkan? kasus ini akan senyap Raa. Iya. Tapi berhenti melakukan perundungan ulang. Sekali lagi. Mereka anak-anak. Itu faktanya. Ada hukum yang mengaturnya. Hukum sosial juga sudah membuat mereka terpukul! saya yakin.

Ingin menutup catatan ini tentang cerita Putri, murid saya saat masih mengajar PAUD beberata tahun lalu.

Ibunya bercerita jika Putri suka berteriak dan melawan jika di suruh. Saat saya bertanya Putri di mana? tanpa menunggu satu menit, ibunya berteriak memanggil anaknya, lalu menarik keras lengan Putri agak duduk di sebelahnya. Saya berbisik ke ibunya.

“Gimana Putri nggak teriak-teriak mbak, la wong sampean nek nyeluk ae kayak gitu.”. Ibunya mringis.

Lalu saya mengatakan walaupun Putri suka berteriak, tapi dia anak yang baik dan suka membantu temen-temennya.

“Kayak sampean yang suka bantu tetangga kan. Anak iki tukang niru.”

Saya memang belum memiliki anak, tapi saya mempercayai bahwa yang terpenting adalah bukan sekadar melahirkan anak secara biologis tapi juga secara ideologis

Semoga kita bijak menyikapi kasus AD.

Selamat Pagi! Jangan lupa peluk anak-anak kita hari ini.

Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.