Kemarin saya sudah mengucapkan selamat kepada Fahri Hamzah dan Fadli Zon — keduanya tokoh kontroversial — yang hari ini di Istana Merdeka mendapat bintang tanda jasa Mahaputera Nararya.
Saya tidak mengenal secara pribadi keduanya. Kemarin saudara sepupu saya (perempuan) — seperti juga yang lain, mungkin juga Anda — masih berkomentar nyinyir: “Mereka mau dikasih penghargaan apaan tuh? Ih… sebel banget.”
Setop! Saya tidak balas pertanyaannya. Yang jelas bintang Mahaputera Nararya diberikan kepada mereka yang telah mengabdi dan berjasa di bidangnya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Kali ini saya lebih baik mengucapkan selamat kepada Saur Hutabarat, wartawan senior, teman baik saya. Hari ini di Istana Merdeka, dia juga menerima tanda jasa Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Joko Widodo.
Saur Hutabarat dinilai berjasa karena telah mengabdikan dirinya di dunia kewartawanan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Lewat pikiran dan gagasan yang dituangkan dalam tulisan, Saur banyak memberikan kontribusi bagi negeri ini.
Sebelum berkiprah di Media Indonesia, Saur pernah meniti karier sebagai jurnalis di Majalah TEMPO. Setelah itu mendirikan Majalah Editor yang akhirnya dibredel.
Saat Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, kami pernah bersama-sama di Media Center Jokowi-Jusuf Kalla. Saya ingat betul, Saur-lah yang menggagas pembukaan rekening buat Jokowi-JK guna memudahkan bagi para pendukung Jokowi berdonasi untuk biaya kampanye.
Setelah Jokowi terpilih menjadi presiden, apakah Saur tidak pernah mengkritisi pemerintahan Joko Widodo?
Sebagai jurnalis, Saur tetap “galak” kepada pemerintahan Jokowi jika dia melihat ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak tepat dan merugikan rakyat.
Namun, ia mengungkapkan kekritisannya tidak dengan nyinyiran, seperti yang dilakukan itu tuh yang hari ini di Istana Merdeka juga menerima tanda jasa Nararya.
Saur mengungkapkan suara kerasnya setiap hari Rabu dalam acara Forum Diskusi Denpasar 12 yang diselenggarakan Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, di rumah dinasnya di Jl Denpasar 12 Jakarta.
Saat Forum Diskusi Denpasar mengangkat topik fenomena kekerasan seksual hari Rabu pekan lalu (5 Agustus) misalnya, Saur terang-terangan mengkritik pemerintah (negara) yang takut kepada mereka yang tidak setuju RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dibahas DPR dan disahkan menjadi undang-undang.
Rabu kemarin (12 Agustus) saat Forum Diskusi Denpasar 12 membahas fenomena gangguan kejiwaan yang dialami masyarakat dalam masa pandemi Covid-19, Saur Hutabarat juga mengritik pemerintah yang selama ini salah pendekatan dalam menangani kasus Covid-19.
Dalam kasus pandemi virus tersebut, pemerintah, menurut Saur, selalu mengeluarkan solusi atau kebijakan dengan indikator “apa yang dipikirkan rakyat”, bukan “apa yang dirasakan rakyat”.
Konkretnya, kalau pendekatan “apa yang dipikirkan rakyat”, boleh jadi yang dipikirkan bisa keliru, tapi kalau “apa yang dirasakan rakyat” pastinya tidak pernah keliru, karena dampak pandemi ini benar-benar dirasakan rakyat, amat menyakitkan!
Sekali lagi, selamat buat “Opung” Saur. Tetaplah mengabdi kepada bangsa dan negara lewat pemikiran-pemikiran yang cemerlang. Kami bangga.