Apa hal yang penting dalam pengasuhan anak (parenting)? Menyiapkan mereka untuk mandiri, hidup sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. Mereka tumbuh dengan potensi yang mereka miliki. Kita sebagai orang tua membantu mereka menemukan potensi itu, dan mendorong serta mendampingi mereka mengasah potensi itu menjadi skill dan kompetensi. Itulah yang kelak akan menopang hidup mereka sebagai pribadi mandiri.
Banyak orang yang gagal memahami esensi pengasuhan anak ini. Sebaliknya, mereka justru tidak menyiapkan anak untuk jadi diri sendiri, melainkan menggiring anak untuk menjadi seperti orang tuanya. Anak-anak tidak didorong untuk membangun mimpi mereka sendiri, tapi digiring untuk menjalankan agenda orang tua.
Karena tidak mengharapkan anak-anak untuk berkembang dengan potensi sendiri, para orang tua jenis ini tidak peduli soal potensi anaknya. Mereka tidak mau tahu. Mereka hanya tahu satu hal, anak harus seperti orang tuanya. Anak harus melewati jalan yang sama seperti yang dulu dilewati orang tuanya, tak peduli ia sanggup atau tidak. Kalau tidak sanggup, ia akan dipaksa. Atau dibuat seperti sanggup dengan berbagai polesan.
Orang tua seperti ini tidak segan memaksa pihak-pihak lain untuk mengikuti skenario, agar anaknya tampak seperti dia. Dia akan memakai kekuasaan dan uangnya untuk membuat anak itu diterima di sekolah tertentu, lalu masuk kerja di tempat tertentu, sesuai jalan yang dulu ia tempuh. Ia tidak malu saat orang banyak tahu bahwa anaknya tidak sanggup, sementara ia terus memaksakan kenyataan palsu bahwa anaknya sanggup.
Itu adalah gangguan besar bagi orang lain. Tidak hanya saat anak itu masuk dengan menyisihkan orang-orang yang lebih kompeten. Tapi juga saat orang-orang harus bekerja bersama dia. Ibarat mesin, bagian-bagian lain harus menyesuaikan dengan bagian yang rusak dan tidak berfungsi. Mesin akan bekerja dengan beban ekstra, dan kemudian bagian lain juga ikut rusak.
Bagaimana efeknya terhadap anak? Kemungkinan pertama, ia akan tertekan. Ia tidak sedang menjadi dirinya sendiri. Ia tidak melakukan hal-hal yang ia inginkan. Ia adalah orang tuanya dalam sosok kecil. Ia harus melakukan hal-hal yang diinginkan orang tuanya. Situasi ini bisa membuat anak-anak depresi.
Tentu saja ada anak yang jadi terbiasa dan menikmati situasi itu. Ia tidak lagi punya beban untuk memilih, karena semua sudah dipilihkan. Ia tidak perlu berusaha keras, karena jalan sudah dibukakan. Tapi itu akan berlangsung sampai kapan? Ketika orang tuanya mati, anak hanya akan jadi wayang yang ditinggalkan dalang, teronggok dalam kotak, tak sanggup menggerakkan diri sendiri.
Ingatlah, mendidik anak dengan cara seperti itu menyiksa anak-anak kita. Di sisi lain, itu adalah gangguan bagi masyarakat.
Seperti saya tulis di awal, esensi mendidik anak adalah membantu mereka menemukan potensi mereka sendiri, dan mendampingi mereka dalam mengasah potensi itu. Anak kita tidak harus seperti kita, karena mereka memang bukan kita. Mereka terbentuk oleh organ, hormon, dan DNA yang berbeda dari kita. Mereka juga hidup dengan orang-orang yang berbeda dari orang-orang yang hidup bersama kita. Mereka juga harus menjalani hidup di zaman yang berbeda. Tentu tidak adil kalau mereka kita paksa untuk hidup seperti kita.
Bukan masalah kalau anak kita hidup dengan cara mereka sendiri. Tidak salah kalau anak kita memilih profesi yang berbeda. Juga tidak rugi kalau anak kita kurang dari kita dalam hal materi atau jabatan. Karena hidup mereka bukan hidup kita. Yang menjalani dan menikmati adalah mereka sendiri, bukan kita.
Saat saya bekerja sebagai peneliti di Jepang, profesor pembimbing saya suatu hari mengenalkan anaknya pada saya. Pembimbing saya ini adalah profesor di bidang Fisika, di sebuah universitas terkenal di Jepang. Anaknya yang bertemu dengan saya hari itu jauh dari gambaran seorang akademisi. “Ia seorang hair stylist di Tokyo,” kata profesor tadi memperkenalkan anaknya dengan bangga.
Tentu saja setiap orang pun bebas memilih cara mengasuh anak. Kita tidak bisa mengatur mereka. Kalau mereka ingin anak mereka menjalani hidup sesuai yang mereka inginkan, silakan. Tapi setidaknya pertimbangkan orang lain.
Memaksakan anakmu untuk diterima pada suatu pekerjaan dan jabatan padahal dia tidak kompeten itu sama dengan memaksakan piston yang tidak cocok pada sebuah mesin. Itu akan merusak mesin. Ingat, Anda bukan satu-satunya yang berkepentingan dengan mesin ini.