Senin, Oktober 14, 2024

Pembagian Waris Bagi Janin dalam Hukum Perdata

Nurjamil
Nurjamil
Mahasiswa Hukum UIN Jakarta | Asisten Lawyer at Sahardjo Law Firm

Hukum warisan Negara Belanda mengatur begitu komprehensif segala aturan hukum dan bisa dikatakan mendekati sempurna karena mengatur semua tindak tanduk rumusan delik. Semakin majunya zaman dan teknologi tentunya berimbas diberbagai lini kehidupan. Akibat dari kemajuan zaman ini banyak sekali permasalahan yang timbul, salah satunya adalah permasalahan keluarga yang didalamnya ada beragam hal yang berpotensi menimbulkan konflik misalnya pembagian harta warisan.

Berbicara warisan tentunya kita harus jeli dalam hal pembagiannya karena kalau sedikit saja salah atau kurang dalam pembagiannya tentunya kita akan melanggar hak orang lain yang tidak mendapatkan warisan sesuai dengan apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu pembagian harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku agar tidak terjadi penyimpangan. Bahkan janin yang masih dalam kandungan dianggap ada dan berhak atas warisan dari kedua orang tuanya.

Lalu Bagaimana Perspektif Hukum Perdata?

Berkiblat pada Pasal 2 dan Pasal 836 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa seseorang yang di dalam kandungan dianggap telah ada dan berhak mendapatkan warisan dan yang bertindak sebagai ahli waris seseorang tersebut harus ada ketika warisan itu dibuka. Artinya kendati pun demikian anak yang masih didalam kandungan, tetap dianggap ada (lahir) dan berhak mendapatkan harta warisan dari kedua orang tuanya.

Pembagian harta warisan harus dilakukan dengan seadil-adilnya tidak kurang sedikit bahkan lebih. Harus seimbang dengan apa yang menjadi haknya. Hukum mengatur secara terperinci mengenai hak waris agar nantinya dikemudian hari tidak terjadi peristiwa yang tidak inginkan dan mencegah dari segala bentuk ketidakadilan.

Golongan I = suami atau istri dan anak/keturunannya.

Golongan II = orang tua atau saudara kandung pewaris

Golongan III = keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris

Golongan IV = paman dan bibi pewaris dari pihak bapak maupun ibu, keturunan paman dan bibi sampai dengan keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Nurjamil
Nurjamil
Mahasiswa Hukum UIN Jakarta | Asisten Lawyer at Sahardjo Law Firm
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.