Jumat, Maret 29, 2024

Paloh dan Megawati yang Perlu Melawan Lupa Bersalaman

Gantyo Koespradono
Gantyo Koespradono
Mantan Jurnalis, Pemerhati Sosial dan Politik.

Selain membicarakan Hillary Brigitta Lasut, pimpinan sementara DPR yang cantik dari Fraksi NasDem, masyarakat, khususnya warganet, kemarin hingga hari ini membahas–tepatnya menggunjingkan–sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat menghadiri pelantikan 575 anggota DPR di Senayan.

Sebagaimana tampak di layar televisi, saat Megawati masuk ke ruang sidang tempat berlangsungnya rapat paripurna, ia menyalami para petinggi partai yang sudah hadir lebih dulu di sana.

Di tempat itu sudah ada Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang juga sudah bersiap-siap menyambut Megawati untuk bersalaman.

Namun, sekali lagi berdasarkan tayangan yang tampak di layar televisi, begitu mendekati Surya Paloh, Megawati sambil tersenyum “melengos” ke arah depan dan tidak menyalami Paloh.

Setelah menyalami rekan-rekannya yang berdiri dan duduk di samping Paloh, Megawati kembali ke arah semula.

Banyak yang mengira Megawati akan menyalami Paloh yang (mungkin) lupa disalami. Namun, faktanya tidak. Megawati malah menyalami Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa dan “melupakan” Paloh yang sudah berdiri untuk menyalami Megawati.

Melihat adegan tersebut, tafsir pun bertebaran dan disebar ke mana-mana. Ada yang menuduh Megawati sengaja tidak mau menyalami Paloh karena kecewa lantaran dalam percaturan perpolitikan nasional, Paloh lebih dominan dan berpengaruh daripada Megawati.

Dalam Pemilu Serentak 2019 tempo hari, fakta tak terbantahkan Partai NasDem-lah yang sesungguhnya keluar sebagai “pemenang” pemilu.

Kursi NasDem di DPR berdasarkan Pemilu 2014 hanya 36 buah. Pemilu 2019, kursi NasDem di Senayan naik 23 menjadi 59 kursi. Sementara kursi PDIP di DPR-RI hanya naik 18 kursi.

Sebagai pembanding, dalam pemilu tempo hari, Partai Gerindra naik hanya 3 kursi, Partai Golkar malah kehilangan 7 kursi.

Beralasan jika Megawati kini menjaga jarak dengan Surya Paloh. Bahkan bersalaman pun (semoga saya salah) ogah.

Terakhir, pasca kemenangan Jokowi, Megawati bertemu dengan mantan capres 02 Prabowo Subianto di kediamannya Jl Teuku Umar. Pada waktu yang bersamaan Surya Paloh menerima Gubernur DKI Anies Baswedan di Gondangdia.

Saya menduga pertemuan Paloh-Anies membuat Megawati tersinggung karena Paloh tidak mau diajak berkompromi.

Saat pencalonan presiden, geliat dan strategi NasDem juga kerap membuat partai yang dipimpin Megawati salah langkah.

Sebelum PDIP mencalonkan secara resmi Joko Widodo, NasDem lebih dulu memberikan dukungan dengan mengibarkan tagline “Jokowi Presidenku NasDem Partaiku.”

Pemilu Serentak 2019 digelar. Partai koalisi pendukung Jokowi (PDIP, Partai NasDem, Partai Golkar, PKB dan PPP) bersatu mengusung Jokowi.

Kelima partai itu akhirnya lolos ke Senayan. Namun, hanya Partai NasDem yang paling menikmati efek ekor jas (coat-tail effect) atas pencalonan dan dukungannya kepada Jokowi.

Suara Partai NasDem melejit meskipun tidak sesuai dengan target muluk partai ini yang sebelumnya bermimpi mendapatkan 100 kursi DPR.

Bukan lagi rahasia, Jokowi diklaim “milik” PDIP. Bahkan Megawati pernah mengatakan bahwa Jokowi adalah petugas partai yang kemudian dijadikan olok-olok oleh lawan PDIP dan Jokowi.

Bahwa pasca Pemilu 2019, NasDem yang diuntungkan, dan akhirnya membuat Megawati kecewa, saya bisa pahami. Saya lebih memahami karena dia seorang perempuan yang maaf super sensi.

Jika benar, sekali jika benar Megawati sengaja tidak mau menyalami Paloh, sebenarnya kasus seperti ini bukan untuk kali yang pertama.

Desas-desus politik pernah berembus di kalangan elite politik bahwa Megawati pernah “bermusuhan” (saya sengaja menggunakan tanda petik) dengan Susilo Bambang Yudhoyono setelah kecewa lantaran SBY selaku anak buah meninggalkannya sebagai menteri dan diam-diam mencalonkan diri menjadi presiden. Megawati kalah pula.

Pasca Pemilu Presiden 2014, saya menduga Paloh lebih punya pengaruh di Istana daripada Megawati. Sangat mungkin faktor ini pula yang membuat Megawati merasa tidak nyaman saat bertemu dengan Surya Paloh.

Anggap saja apa yang saya tulis di atas karena saya bernegatif thinking. Sekarang saya coba berpikir positif.

Persisnya, Megawati sebenarnya tidak punya niat untuk tidak menyalami Paloh. Masih berdasarkan tayangan televisi yang cuplikannya beredar di medsos, saat Megawati berjalan mendekati barisan Paloh, terkesan ia disapa orang lain, sehingga ia menoleh kepada orang yang menyapa dan melewati begitu saja Surya Paloh.

Sedangkan saat ia kembali ke belakang beberapa langkah akan menyalami Surya Paloh dan sudah menjulurkan tangan, tiba-tiba Suharso Monoarfa menyela dan menjulurkan tangan ke Megawati.

Setelah itu Megawati buru-buru meninggalkan tempat, sehingga lupa menyalami Surya Paloh. Solusinya, Megawati hanya perlu melawan lupa bersalaman.

Seriuskah Megawati “perang dingin” dengan Surya Paloh? Jawaban saya tidak.

Surya Paloh sendiri menganggap tidak memasalahkan peristiwa kecil yang ditafsirkan sebagai peristiwa besar dan serius.

“Ah, saya hanya tertawa, hahahaha,” kata Paloh.

Nah, betul, kan? Bagi Surya Paloh dan juga Megawati, urusan bangsa yang belakangan dirongrong oleh para pecundang anti-Pancasila jauh lebih penting daripada soal lupa salaman.

Lihat saja, besok atau entah kapan, keduanya pasti akan melakukan diplomasi nasi goreng sambil tertawa riang.

Gantyo Koespradono
Gantyo Koespradono
Mantan Jurnalis, Pemerhati Sosial dan Politik.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.