Sabtu, Oktober 12, 2024

Nasib Bonus Demografi, Corona Tambah Ngeri

Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat politik hukum

Dampak penyebaran virus corona terhadap manusia sungguh tidak main-main. Virus yang didapati berawal dari Wuhan, China ini dilaporkan telah menelan lebih ribuan korban. Di Indonesia, virus ini terus memakan korban. Kabar terakhir ada 117 kasus virus corona per 15 Maret 2020. Peningkatan jumlah kasus terus bertambah dari hari ke hari. Kita patut khawatir jumlahnya bisa mencapai ribuan jika tidak ditangani dengan segera.

Penyebaran virus mirip SARS yang disebut COVID-19 ini telah menyebar hingga ke negara-negara Eropa. Bahkan, negara-negara di Asia Tenggara juga terdampak Covid-19. Di Indonesia, Presiden Joko Widodo telah menetapkan wabah virus corona sebagai bencana nasional non alam dan membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona.

Kebijakan lainnya, pemerintah menerapkan Social Distancing untuk mencegah penyebaranan virus di masyarakat. Bahkan ada pula yang ramai saat ini, desakan lockdown Indonesia melebar hingga ke media sosial.

Kini, Covid-19 tambah ngeri setelah terbukti masuk ke Indonesia. Ancaman bukan hanya datang kepada kalangan pejabat negara, tapi juga penduduk usia produktif Indonesia yang tersebar di negara-negara terkonfirmasi Covid-19. Begitu juga yang bermukim di Indonesia, mereka terus waspada.

Mengingat penyebaran virus ini sangat cepat, seluruh sektor pembangunan ikut merasakan dampaknya. Salah satu sektor yang luput dari analisis, yakni bonus demografi. Bangsa ini sedang menuju masa Bonus Demografi pada tahun 2028. Diprediksi jumlah penduduk usia produktif usia 15-64 tahun lebih besar dibanding penduduk usia tidak produktif, yakni usia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.

Analisis tidak jauh berbeda dari tokoh milenial, Arief Rosyid Hasan, pada puncak bonus demokrasi di tahun 2028, jumlah angkatan kerja mencapai 67% dari seluruh penduduk, dan rasio kebergantungan jatuh hingga titik terendah 47%, artinya 100 penduduk usia produktif hanya menanggung 47 usia nonproduktif.

Jumlah penduduk Indonesia selama beberapa tahun mendatang akan terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berpotensi meningkat hingga 282 juta dan sekitar 317 juta jiwa pada 2045. Berdasarkan data BPS 2018, jumlah generasi millennial berusia 20-35 tahun mencapai 24 persen, setara dengan 63,4 juta dari 179,1 juta jiwa yang merupakan usia produktif (14-64 tahun).

Kaitannya dengan bencana virus corona, usia produktif diperhadapkan dengan ancaman virus yang sewaktu-waktu bisa terjangkit, bahkan bisa membunuh. Meskipun tingkat risiko kematian penderita COVID-19 berdasarkan kelompok umur tidak didominasi oleh mereka yang disebut usia produktif, tapi perlu adanya kewaspadaan.

Merujuk pada hasil penelitian Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China, menyatakan bahwa korban meninggal umumnya adalah orang lanjut usia yang telah memiliki riwayat masalah kesehatan. Dalam data itu, usia 10-19 tahun memiliki resiko kemantian hanya 0,2%, kemudian usia 20-29 tahun 0,2%, usia 30-39 tahun 0,2%, usia 40-49 tahun 0,4%, usia 50-59 tahun 1,3%, usia 60-69 tahun 3,6%, usia 70-79 tahun 8%, terakhir usia di atas 80 tahun 14,8%.

Kaitannya dengan bonus demografi, kelompok usia produksi mulai dari usia 16 hingga 35 tahun rata-rata memiliki persentase resiko kematian masih jauh dari kelompok usia 70-79 tahun dan usia 80 tahun ke atas. Demikian jika usia 36 hingga 64 tahun dikalkulasikan, hasilnya tampak masih jauh dari usia yang mendominasi. Memang dampak buruknya tidak terlalu signifikan. Namun jumlah penduduk dan kualitas SDM masih kalah jauh dari Eropa dan Asia lainnya.

Pemerintah sedang menyiapkan diri menyambut masa bonus demografi. Di sisi lain penyebaran COVID-19 menjadi jadi ancaman besar bagi usia produktif. Dua warga Indonesia pertama yang diumumkan Presiden Joko Widodo positif virus corona, diketahui seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya 31 tahun.

Usia mereka masuk dalam kategori usia produktif. Kabar usia pasien itu disampaikan saat Indonesia belum memiliki ratusan kasus. Saat ini data usia ratusan pasien virus corona tampak tertutup hingga tidak diketahui berapa jumlah usia produktif yang ditangani tim medis virus corona.

Jika membandingkan dengan resiko kematian penderitanya, meskipun kecil, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kehilangan sekian jumlah usia produktif sebelum memasuki masa bonus demografi. Ini kerugian besar bagi Indonesia kalau tidak serius mencegah penyebaran virus corona.

Tingginya usia produktif mengharuskan tersedianya lapangan pekerjaan, pendidikan dan kesehatan. Beleid pemerintah melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dan program kartu pra-kerja membuka peluang usia produktif tidak menjadi penggangguran. Rencananya program kartu pra-kerja akan dibagi pada April 2020 mendatang. Namun melihat kondisi Indonesia yang tak lagi stabil ini, ada kemungkinan program itu ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan.

Kebijakan Social Dinstancing, self quarantine, maupun lockdown merupakan solusi yang bisa diterapkan di Indonesia. Apapun yang akan digunakan secara nasional, haruslah memberikan jaminan usia produktif tidak terjangkit virus corona.

Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat politik hukum
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.