Kebijakan pemerintah yang tidak nyambung dengan masalah yang dihadapi warga sudah menjadi cerita klasik yang terus terulang di berbagai tempat. Masalah kemacetan dan ketiadaan transportasi publik di Kota Depok direspon Pemerintah Kota dengan menulis lagu dan berencana memutarnya di lampu merah (Kompas.com 2019).
Catatan Cakra Wikara Indonesia (CWI) menemukan contoh kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan warga ini tidak hanya terjadi di Kota Depok. Pada 2007, Bupati Pangkajene dan Kepulauan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 48 Tahun 2007 yang menetapkan Desa Tompo Bulu, Kecamatan Balocci dan Desa Mattiro Bombang, Kecamatan Liukang Tupabbiring sebagai Desa Bernuansa Islami.
Akibat keputusan tersebut, pemerintah desa terdorong untuk menerbitkan aturan bagi warga desa untuk berbusana sesuai syariat Islam. Aturan ini dikeluhkan oleh perempuan-perempuan nelayan di Desa Mattiro Bombang yang sehari-hari bekerja di atas perahu. Di Kabupaten Kupang, warga Desa Noelbaki mengeluh atas kebijakan pemerintah desa yang dianggap tidak menjadi solusi. Di tengah langkanya air bersih di desa, pemerintah justru melakukan pengerasan jalan. “Kami minta air, yang datang batu”, demikian ungkapan mereka.
Ketidaksesuaian kebijakan pemerintah dengan kebutuhan warga menunjukkan lemahnya kontrol warga terhadap pembuatan kebijakan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh visi-misi-program kandidat kepala daerah dikunci sebagai dokumen mati yang tidak dapat disusun secara partisipatif bersama warga. Padahal visi-misi-program kandidat terpilih akan menjadi visi-misi-program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang akan menentukan arah kebijakan pembangunan Daerah selama masa jabatan kepala daerah terpilih.
Mengapa Visi-Misi-Program Penting?
Visi-misi kandidat memiliki posisi penting dalam pengalokasian sumber daya karena Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatur bahwa visi-misi kandidat terpilih akan menjadi basis rujukan penyusunan rencana pembangunan daerah dan alokasi anggarannya (RPJMD, RKPD dan APBD).
Meskipun visi-misi-program kandidat berperan strategis dalam penyusunan kebijakan pembangunan daerah, regulasi kepemiluan menjadikan visi-misi-program sebatas dokumen syarat pencalonan kepala daerah. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Pasal 45 Ayat 2 Huruf N, kandidat kepala daerah harus mengirimkan naskah visi misi sebagai salah satu dokumen persyaratan pencalonan kepala daerah kepada Komisi Pemilihan Umum di daerah (KPUD). Lebih lanjut Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dan PKPU tentang Kampanye Pemilihan mengatur bahwa visi, misi dan program menjadi dokumen persyaratan pencalonan yang tidak bisa diubah lagi.
Tertutupnya ruang partisipasi warga untuk terlibat menyusun visi-misi-program kandidat kepala daerah membuat mereka tidak bisa bernegosiasi dengan kandidat agar kebutuhan kolektif warga bisa masuk dalam visi-misi-program tersebut. Padahal penting bagi warga untuk menyampaikan kebutuhan dan masalah di daerah dan komunitasnya. Selama ini visi-misi-program disusun secara sepihak oleh kandidat tanpe melibatkan warga. Akibatnya kebijakan pemerintah daerah sering tidak sesuai dengan kebutuhan sejati warga.
Masa kampanye pemilu juga menjadi sekadar kegiatan sosialisasi visi-misi-program para calon kepala daerah untuk meyakinkan pemilih dan bukan untuk mendiskusikan apa kebutuhan dan kepentingan warga untuk dimasukkan dalam visi-misi dan programnya. Dampaknya kebijakan pemerintah daerah sering tidak nyambung dengan kebutuhan sejati warga.
Berbagai kebijakan nyeleneh di Depok dan kota-kota lain menunjukkan masalah ini merupakan masalah kronis yang berpangkal dari tertutupnya ruang partisipasi warga untuk ikut menyusun visi-misi-program kandidat kepala daerah. Desain pemilu seperti ini menjadikan warga sebagai pemilih pasif yang memilih “orang baik” untuk menjadi kepala daerah. Padahal untuk menjadi orang baik, para kandidat perlu didorong untuk berkomitmen pada tuntutan kebutuhan warga.
Tawaran Perubahan untuk Dilakukan
Masa Pilkada merupakan momen paling strategis bagi warga untuk menyepakati arah rencana pembangunan dengan para kandidat kepala daerah agar bisa sesuai dengan kepentingan kolektif mereka. Ini karena kandidat membutuhkan dukungan warga agar terpilih menjadi kepala daerah.
Oleh karena itu visi-misi-program kandidat penting untuk dijadikan ‘dokumen hidup’ yang bisa didiskusikan, serta disusun secara partisipatif antara warga dan kandidat kepala daerah selama proses pemilu. Penyusunan visi-misi-program yang partisipatif selama proses pemilu membuat warga memiliki peluang mendorong kepentingan kolektif mereka diakomodir dalam perencanaan pembangunan daerah. Dengan demikian arah kebijakan pembangunan pemerintah daerah bisa sesuai dengan kebutuhan sejati warga.
Pelibatan warga dalam penyusunan visi-misi-program kandidat sejak masa pemilu membuat warga memiliki daya tawar yang lebih kuat pada masa setelah pemilu, ketika kepala daerah terpilih bekerja. Posisi warga lebih kuat dalam mengawasi kinerja pemerintah daerah agar kebijakannya sesuai dengan visi-misi-program yang telah disepakati bersama pada masa pemilu. Pilkada tidak lagi sekedar mekanisme memilih sosok baik dan bermoral, tetapi juga memastikan kepentingan dan permasalahan warga dipenuhi dan diatasi oleh kepala daerah lewat kebijakan publik.
Dengan demikian partisipasi warga menjadi partisipasi aktif yang terus berlanjut melampaui masa pemilu untuk ikut mempengaruhi proses alokasi dan distribusi sumber daya anggaran daerah. Membuka visi-misi-program kandidat untuk bisa disusun secara partisipatif akan mengembalikan politik ke esensi sejatinya yaitu proses alokasi dan distribusi sumber daya publik demi kepentingan dan kebaikan bersama.
Selama ini visi-misi-program masih dijadikan dokumen mati untuk syarat pencalonan dalam PKPU tentang Pencalonan dan PKPU tentang Kampanye. KPU perlu didesak untuk memfasilitasi upaya deliberasi visi misi dan program kandidat yang terbuka dan partisipatif melalui kedua PKPU ini dalam persiapan Pilkada serentak mendatang.
Saat ini proses penyusunan draft PKPU yang akan mengatur Pilkada tahun 2020 sedang berlangsung. Selanjutnya KPU akan menyelenggarakan uji publik untuk membuka kesempatan kepada masyarakat luas memberikan masukan bagi Rancangan PKPU. Gagasan visi-misi program yang terbuka dan disusun secara partisipatif menjadi kebutuhan mendesak yang harus dijamin dalam kedua PKPU tersebut.