Jumat, Maret 29, 2024

Mencari Djarum dalam Jerami

Ni Nyoman Ayu Suciartini
Ni Nyoman Ayu Suciartini
Penulis, cerpenis, novelis. Novelnya berjudul "Mimpi Itu Gratis" (Gramedia, 2016). Tinggal di Bali.

Setelah pencarian desa Penari yang tak kunjung terbukti, Indonesia berbicara lagi tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Soal apa? Soal yang dipersoalkan, menjadi soal, padahal tak pernah muncul dalam soal ujian. Mengurusi negeri bukan dalam arti bebas mengutak-atik, memperdebatkan, mempersoalkan, bersinggungan dengan banyak hal.

KPAI memvonis adanya eksploitasi anak sebagai media iklan dalam seleksi Djarum Beasiswa Bulutangkis. Hal ini dilatarbelakangi oleh logo. Hanya logo saja. Netizen tidak usah terkejut. Sebelum ini, banyak kejadian bahwa oknum atau lembaga-lembaga tertentu yang alergi gerah dengan logo, lalu mereka berimajinasi liar terhadap logo dan melayangkan somasi, antraksi, diakhiri demonstrasi.

Setali tiga uang, Yayasan Lentera Anak juga akan memantau sikap Djarum terhadap risetnya soal eksploitasi anak sebagai media iklan dalam seleksi beasiswa bulu tangkis. Vonis adanya “eksploitasi anak” dalam seleksi Djarum dijatuhkan KPAI, Komisi Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan (KPPA), serta Yayasan Lentera Anak berdasarkan riset yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi Universitas Indonesia (UI).

Djarum diserang banyak pihak. Namun, banyak pihak ini akhirnya balik diserang netizen se-Indonesia yang jumlahnya puluhan juta namun memiliki mulut dan jari yang berlipat. Jika ditotal, Anda bisa membayangkan berapa juta yang akhirnya menyerang tiga lembaga itu?

Djarum dianggap melakukan praktik tidak sehat. Tuduhan lain dikatakan bahwa Djarum sedang mencari konsumen baru, yaitu anak-anak atau anak muda. Wah… seram juga ya. Mirip kisah KKN Penari yang mencari mangsa, sampai saat ini belum terpecahkan juga. Pihak Djarum pun tidak tinggal diam. Mereka membantah.

“Djarum tidak mengiklan dalam baju yang dikenakan anak-anak tersebut. Kegiatan murni dilaksanakan Djarum Foundation dan yayasan ini berdiri terpisah dari perusahaan rokok Djarum. Tulisan Djarum betul ada, tapi Djarumnya yang di situ adalah Djarum Badminton Club, Djarum Foundation, bukan produk rokok sama sekali”, begitu pembelaannya.

Saya pernah mengajar di sekolah yang dibiayai penuh oleh perusahaan rokok. Namanya pun jelas isi embel-embel rokok. Sampurna (bukan Djarum). Namun, anak-anak gemilang yang penerima beasiswa tersebut tidak lantas membuat mereka menjadi perokok atau artis rokok atau diminta berkampanye melegalkan rokok. Lalu, apa yang sejatinya keliru di negeri ini?

Setelah diserang, penyerangnya pun kebanyakan emak-emak, di situlah PB Djarum mungkin lelah. Akhirnya mereka membuat keputusan yang mungkin merugikan banyak kalangan. Perkumpulan Bulu Tangkis (PB) Djarum menggelar konferensi pers Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis 2019, sekaligus mengumumkan bahwa tahun ini akan menjadi yang terakhir untuk audisi tersebut. PB Djarum bungkus, lengkap dengan logonya.

Melalui kicauan di Twitter, PB Djarum juga menyampaikan terima kasih pada seluruh pihak yang pernah terlibat atas dukungannya untuk para atlet muda Tanah Air. “Terima kasih kepada peserta, orang tua, pelatih, klub, PBSI, dan segenap media yang telah bersama sejak 2006 hingga detik ini, demi mendukung atlet muda kita mewujudkan cita-citanya mengharumkan Indonesia di pentas dunia,” tulisnya.

Buntut dari cuitan pamit PB Djarum tersebut, banyak warganet yang geram dan menyasar KPAI. Di sinilah kekuatan warganet benar-benar dikerahkan secara positif.

Sebab diserang, KPAI beserta jajarannya akhirnya tak mau dipersalahkan soal audisi yang dibubarkan ini. Penggunaan logo Djarum melanggar regulasi yang ada, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Djarum lebih dikenal sebagai produk rokok. Meski audisi itu dilakukan oleh Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum sebagai yayasan, citra rokok pada Djarum tetap sulit dihilangkan. Pihak KPAI beserta sang penuntut lainnya tetap tegas menolak. Apa pun alasannya, logo tersebut adalah brand image bahwa produk tersebut adalah rokok, walau berkedok foundation, kekeuhnya.

Bagaimana dengan peribahasa bagai menjari djarum dalam tumpukan jerami? Apakah tidak bisa dipisahkan dari rokok juga? Hahaha…

Permintaan KPAI sederhana, katanya. Yaitu mengganti logo djarum agar tak identik dengan rokok. Diganti logo, lidah mertua, mungkin?

KPAI membuka peraturan. Dalam Pasal 47 ayat 1 PP tersebut disebutkan, setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori oleh produk tembakau dan atau bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau, dilarang mengikutsertakan anak di bawah usia 18 tahun.

Selanjutnya dalam ayat 2 ditegaskan, bila aturan dalam ayat 1 dilanggar, maka orang yang menyelenggarakan kegiatan tersebut dapat dikenai sanksi oleh pejabat pemerintah daerah sesuai kewenangannya.

Nah, apakah kasus audisi PB Djarum ini dapat dikategorikan demikian? Apakah atlet-atlet besutan PB Djarum ini pernah bersinggungan atau dibayar mahal untuk mengiklankan ayo merokok? Seperti artis-artis kejar tayang yang dibayar mahal untuk merusak imajinasi anak-anak juga emak-emak? Lantas, mau KPAI apa?

Kini, audisi dinyatakan final berhenti. Lalu, siapakah yang akan bertanggung jawab untuk nama Indonesia yang kadung moncer di ranah perbulutangkisan?

PBSI sendiri merasa kesulitan untuk mencari bibit atlet anak-anak, dan itu sudah dilakukan PB Djarum sejak 50 tahun lalu, demi untuk membantu meringankan beban pemerintah, sebagai bentuk bakti PB Djarum pada bangsa.

Sudah sejak tahun 1969 PB Djarum berkiprah mendukung atlet bulutangkis berlaga. Hingga begitu keluar nama Indonesia lawan menjadi sungkan. Memang susah mencari djarum dalam tumpukan jerami.

Bacaan terkait

Terbukti Lakukan Eksploitasi Anak, Pemerintah Dukung KPAI Bubarkan PB Djarum

KPAI vs PB Djarum: Ada Tangan Asing?

PB Djarum Pamit, KPAI Puas?

Hapuskan Olahraga, Budayakan Merokok

Audisi Djarum Disetop, Bye Bye “Indonesia Raya”

Ni Nyoman Ayu Suciartini
Ni Nyoman Ayu Suciartini
Penulis, cerpenis, novelis. Novelnya berjudul "Mimpi Itu Gratis" (Gramedia, 2016). Tinggal di Bali.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.