Sejatinya Pemilu adalah langkah mewujudkan harapan. Memilih pemimpin dan wakil rakyat adalah jalan mewujudkan harapan itu. Kita mempercayakan pengelolaan negara kepada mereka yang namanya kita coblos.
Untuk Presiden, kita punya Jokowi. Inilah pilihan paling rasional. Dengan melihat kinerja dan capaiannya, Jokowi membuktikan sebagai Capres yang layak menjabat periode kedua. Dia pantas menuntaskan rencana-rencana besar untuk Indonesia masa depan.
Tapi Presiden saja tidak cukup. Pemerintahan jalan apabila legislatifnya juga sehat. Persoalannya banyak orang kecewa dengan kinerja DPR-RI kita sekarang. Para politisi ini lebih fokus bermanuver ketimbang menjalankan fungsi legislasinya. Malah sebagian lain sibuk jadi calo proyek. Atau sibuk korupsi dan menikmati fasilitas negara dengan prestasi payah.
Kekecewaan ini terasa. Survei-survei menampilkan bahwa DPR-RI dan partai politik termasuk lembaga yang tidak dipercaya rakyat. Inilah yang membuat orang apatis dengan politik.
Kenyataan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia tidak punya ikatan dengan Parpol adalah realitas yang tambah menguatkan. Mereka bisa berpindah memilih dari partai satu ke partai lainnya.
Paduan kekecewaan rakyat, ketidakpercayaan pada DPR-RI dan Parpol serta sedikitnya masyarakat yang berafiliasi ke Parpol menjadi lahan subur tumbuhnya partai-partai baru. Sebab lahannya masih terbuka.
Pertanyaan besarnya, apakah partai baru bisa menjawab kekecewaan masyarakat terhadap kondisi DPR-RI dan Parpol yang sudah mapan?
Orang boleh skeptis. Kelahiran partai baru juga banyak disambut dengan sikap skeptis ini.
Tapi tampaknya tidak semua Parpol baru ditanggapi dengan sikap yang sama. PSI sebagai partai baru sepertinya mampu menampilkan citra yang bisa menjawab skeptisisme publik itu. Hadirnya PSI membuat orang mulai berani menaruh harapan pada perubahan budaya politik di DPR-RI dan Parpol.
Harapan itulah yang ditunjukan tokoh-tokoh yang tanpa dikomando dengan sukarela tampil meng-endorse PSI. Seperti ada harapan yang dititipkan kepada partai anak muda ini.
Bukan. Mereka selama ini tidak ada sangkut pautnya dengan PSI. Mereka adalah suara yang mewakili masyarakat yang memberi apresiasi. Tepatnya di mata mereka, PSI adalah alternatif paling rasional untuk didorong masuk ke Senayan. Harapannya agar PSI dapat mewarnai dan menguasahakan perubahan budaya politik menjadi lebih sehat.
Kita kenal tokoh intelektual seperti Goenawan Mohamad, Faisal Basri, Mari Elka Pangestu, Mochtar Pabotingi atau Abdillah Toha yang video testimoninya tentang PSI cukup viral.
Dari kalangan seniman film ada Ernest Prakarsa, Olga Lidya, Hanung Bramantyo, atau Nia Dinata. Atau dari penulis dan aktivis ada orang seperti Ayu Utami, Laksmi Pamuncak, Heru Hendratmoko, Tunggal Prawestri, Noorca Masardi atau Iffa Suraiya. Orang-orang idealis ini juga memberi dukungan pada PSI dengan testimoninya.
Dari kalangan lain ada juga Trestan Muslim dan Coki komika yang terang-terangan mendukung PSI. Yosi Project Pop, DJ Winky dan pegiat medsos Denny Siregar juga ikut memberikan dukungan.
Di jaman media sosial begini menyatakan sebuah dukungan memang gampang. Tinggal buat testimoni. Lalu sebar.
Tapi bagi orang yang memikili integritas dan namanya sudah dianggap sebagai brand, memberi dukungan dengan sembarangan sama saja bunuh diri. Dengan kata lain ketika mereka tergerak untuk menyatakan sukungannya secara terbuka pasa PSI, pada saat yang bersamaan mereka juga yakin bahwa di pundak PSI layak disandangkan tanggungjawab dan amanah.
Mungkin PSI-lah satu-satunya Parpol yang begitu banyak mendapat simpati dari tokoh-tokoh besar. Simpati yang tulus. Bukan karwna kepentingan politik atau komersial. Simpati yang bermuara pada keinginan bahwa DPR-RI kita harus berubah. Budaya politik kita harus didobrak.
Tidak gampang memupuk harapan baru. Apalagi pada lembaga legislatif yang dikenal jago korup. Orang-orang yang sadar politik, seperti tokoh-tokoh di atas mencoba berani untuk berharap lagi. Berharap pada perbaikan budaya politik kita. Pada budaya Parpol kita.
PSI berani membuka celah itu. Menumbuhkan harapan. Bahwa lembaga legislatif kita bisa berubah.
Sebab bangsa yabg sehat adalah bangsa yang selalu memiliki harapan dan berani memperjuangkannya.