Jurnalisme copy-paste adalah pekerjaan mengumpulkan, mencari dan menulis berita dengan menggunakan teknik salin menyalin saja. Seperti ambil berita di media lain atau dapat dari humas, lalu di copy, dirubah sedikit kalimatnya, dan dipublis.
Saya memberi nama Jurnalisme copy-paste bukan tanpa sebab. Hal ini saya alami sendiri ketika bekerja sebagai wartawan di salah satu media online. Ketika saya bergabung di media online ini, tidak pernah terpikir bahwa saya akan menemui sebuah fakta tentang cara kerja media online. Entah media yang saya temui abal-abal atau bagaimana, tapi yang jelas media ini sudah terdaftar di Dewan Pers.
Proses perekrutan saya sebagai wartawan sangat singkat sekali. Dalam waktu kurang dari 24 jam saya sudah resmi dan sudah mendapat kartu pers. Tanpa surat lamaran kerja, tanpa ijazah, dan tanpa tes apapun. Anda bingung, sama saya juga bingung.
Masih teringat oleh saya ketika Pemimpin Redaksi berkata, “Boleh ambil berita dari media lain, nanti rubah saja sedikit kata-katanya, boleh kok”. Kemudian saya berpikir ini sama saja dengan mencuri berita orang lain, apakah hal ini sudah lumrah di media online.
Kemudian saya digabungkan dalam grup yang isinya wartawan media online semua. grup itu dibentuk dengan tujuan mempermudah penyebaran berita dari kantor Gubernur, karena media yang berada di grup tersebut menjalin kerja sama dengan kantor Gubernur.
Cara kerjanya adalah ketika si Humas mengirimkan berita mengenai kegiatan gubernur, prestasi gubernur, atau pencapaian apa lah yang sudah diraih gubernur, maka semua media online yang tergabung wajib mempublis berita tersebut di media mereka.
Tanpa saya sadari, saya juga sudah menjadi pelaku jurnalisme copy-paste ini.
Kemudian saya iseng-iseng saja stalking website media online yang tergabung tadi. Hasil yang saya dapati adalah hampir kebanyakan berita mereka sama. Baik dari segi penulisan, foto, hingga topik, semua sama. Ya hasil copy paste dari Humas.
Pernah satu kali saya mencoba mengambil berita dari media lain (bukan berita dari Humas), tujuannya untuk melihat bagaimana reaksi mereka ketika berita tersebut diterbitkan di media lain. Setelah berita itu terbit, nyatanya tidak ada reaksi apa-apa dari media itu.
Kemudian saya cek lagi media yang lain, ternyata mereka juga mempublis berita yang sama dengan penulisan yang sama. Begitu pun media yang lain, mereka juga melakukan hal yang sama. Dengan berani saya simpulkan bahwa hal salin menyalin seperi ini lumrah saja dan menjadi biasa saja bagi kalangan wartawan, khususnya media online.
Kenapa saya katakan khusus media online, karena dari pengalaman saya berita copy-paste ini hanya terjadi dikalangan media online.
Saya menilai perilaku salin menyalin berita seperti ini telah mencederai kode etik jurnalistik yang berbunyi “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Kenapa saya katakan begitu, karena mengambil berita orang dan mempublis di media miliki kita bukanlah cara yang profesional bagi seorang wartawan.