Perdebatan tentang rancangan revisi UU penyiaran masih terus terjadi. Berbagai kritik terus disampaikan sejumlah kalangan terkait larangan penayangan eksklusif siaran jurnalisme investigasi.
Dewan pers pun turut melakukan aksi dengan menggelar konpers di depan awak media beberapa waktu lalu. Mereka menolak beberapa aturan baru dalam draf Revisi Undang – undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang tengah dibahas Badan Legislasi DPR. Bahkan ktua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan jika jurnalisme investigasi dilarang ditayangkan… maka para anggota dewan yang terhormat akan berhadapan dengan komunitas pers.
Media tidak bisa terlepas dari investigasi. Jurnalisme investigasi merupakan tulangpunggung demokrasi. Tanpa hal itu pers is nothing. Media harus memegang prinsip independen dalam pemberitaan. Jika tidak…maka pers hanya akan jadi corong pemerintah. Jurnalisme investigasi tidak bisa dinafikan. Karena ada dalam UU Pers.
Tokoh pers dan koordinator masyarakat penyiaran indonesia Wina Armada dalam wawancaranya di Radio Elshinta mengatakan jika revisi itu jadi dilakukan, maka berarti ada keinginan untuk mengkebiri kebebasan pers. Dan nantinya karena karena ada UU yang belum selesai, maka bisa terjadi chaos.
Sementara pengamat komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, wacana pelarangan jurnalisme Investigasi adalah tindakan inkonstitusional pemerintah karena tidak sejalan dengan kemerdekaan mengemukakan pendapat. Menurutnya, pelarangan jurnalisme Investigasi tidak sesuai dengan nilai demokrasi, dan berpotensi melahirkan kewenangan kekuasaan semena-mena.
Konten ekslusif jurnalisme Investigasi sebagaimana dimuat dalam pasal 50 B Ayat (2) RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret 2024, sangat tidak sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.