April menjadi bulan yang dinantikan oleh banyak penggemar serial Game of Thrones. Tentu saja, karena mereka akhirnya bisa melepaskan rasa rindu atas keberlanjutan kisah dari drama fantasi tersebut setelah menunggu selama hampir dua tahun. Kabar baiknya, episode pertama pada musim terakhir sudah bisa dinikmati di Indonesia, kemarin (15/4) di stasiun televisi HBO. Tenang saja, saya tidak akan menuliskan bagaimana jalannya episode pertama yang baru tayang tersebut, karena saya sendiri termasuk orang yang tidak suka ‘menceritakan’, lebih baik langsung ditonton saja, agar memiliki perspektif masing-masing.
Secara singkat, drama fantasi Game of Thrones yang diadaptasi dari seri buku karya George R R Martin yang berjudul A Song of Ice and Fire, mengisahkan tentang perebutan kekuasaan para raja dan bangsawan. Selain itu, serial tersebut juga menggambarkan bagaimana strategi taktik menggabungkan klan untuk membentuk pasukan agar mendukung dan melancarkan tujuan politiknya.
Sebagai orang yang mengikuti serial Game of Thrones, tentu saya memiliki alasan tersendiri kenapa saya akhirnya jatuh cinta pada serial ini. Saya menyukai bagaimana cara para tokoh tiap klan di film tersebut melakukan diplomasi dari satu klan ke klan lain. Tak hanya itu, menurut saya serial ini juga berhasil menggambarkan bagaimana kotornya dunia perebutan kekuasaan atas takhta kerajaan. Serial tersebut juga dengan gamblang menampilkan budaya lama yang amat membuat saya –sebagai milenial– kesal. Bagian menariknya bagi saya adalah bagaimana drama fantasi tersebut sukses menggambarkan bahwa selalu ada kaum oportunis pada setiap situasi.
Game of Presidency
Hanya tinggal menghitung jam, warga Indonesia akan menentukan siapa yang akan menduduki kursi kepemimpinan untuk periode 2019-2024. Entah memilih untuk melanjutkan kepemimpinan sebelumnya atau menggantikannya dengan yang baru, terserah mereka yang memilih. Sebagai pengikut Game of Thrones dan tinggal di Indonesia –negara yang akan melaksanakan Pemilu serentak– saya melihat kesamaan beberapa istilah dari serial Game of Thrones dan keadaan politik di Indonesia.
Penonton Game of Thrones tentu tidak asing dengan istilah Great Houses. Istilah tersebut dipahami sebagai klan keluarga. Dalam serial Game of Thrones, terdapat banyak klan. Seperti House Stark, klan yang berkuasa di daerah Utara dengan lambang dire wolf, House Lannister dengan lambang singa, yang menjadi penguasa atas Westeros atau Capital of Seven Kingdom, dan masih banyak lagi klan-klan lainnya.
Berdasarkan kisah yang diceritakan pada musim sebelumnya, Jon Snow, yang belakangan diketahui bahwa dia adalah pewaris sah atas Iron Throne, karena dirinya bukanlah anak haram Lord Eddard Stark, melainkan anak dari Rhaegar Targaryen dan Lyanna Stark, mengajak House lainnya untuk bergabung menjadi koalisi agar dapat melawan pasukan mayat hidup, White Walkers, yang dipimpin oleh Night King. Sedangkan Cersei, yang berasal dari House Lannister, tetap kukuh pada pendiriannya untuk mempertahankan takhta kerajaan Seven Kingdom. Hal itu menyebabkan Jamie Lannister berkuda sendiri menuju Winterfell.
Menurut saya, Great Houses sama seperti partai-partai yang sedang berkontestasi untuk menduduki kursi pemerintahan. Partai-partai ini membentuk koalisi untuk memenangkan kandidat yang mereka usung. Bisa dikatakan, PDI-P menjadi partai terkuat, karena memiliki persentasi elektabilitas tertinggi dengan angka 28,6 persen, kemudian di posisi kedua ditempati oleh Gerindra dengan angka 14, 1 persen. Dua partai di atas bertarung memperebutkan kursi presiden, partai lainnya menjadi partai pendukung dengan bergabung pada salah satu partai terkuat tersebut.
Setelah istilah Great Houses, ada lagi yang memiliki kesamaan, yakni Iron Throne. Iron Throne sendiri merupakan sebuah takhta yang dibuat dari berbagai macam pedang yang diserahkan kepada Raja Targaryen pertama ketika ia menaklukkan dan menyatukan enam dari tujuh kerajaan. Takhta tersebut dirangkai kurang dari 200 pedang yang diletakkan di King’s Landing.
Sepenglihatan saya, orang yang menduduki tahta tersebut otomatis menjadi orang nomor satu dari tujuh kerajaan dan memimpin rakyat. Hal ini sama seperti takhta kepemimpinan presiden di Indonesia. Siapa yang terpilih menjadi presiden nantinya akan menjadi orang nomor satu di Indonesia yang kemudian memimpin seluruh rakyat didataran Indonesia.
Selanjutnya adalah Winter is Coming. Istilah tersebut merupakan jargon dari House Stark. Istilah tersebut memiliki makna kewaspadaan dan peringatan terhadap bahaya yang akan terjadi di depan. Menurut saya kesamaan istilah ini memiliki kesamaan dan cocok dipakai oleh mereka yang tidak memiliki kepercayaan apa pun terhadap pemerintahan. Membuat mereka harus waspada dengan aturan dan segala sistem yang dibentuk nantinya oleh pemenang dalam kontestasi politik. Kalau saya boleh plesetkan, mungkin saya akan mengatakan Pemilu is Coming.
Selain dari istilah di atas. Serial Game of Thrones juga memiliki keadaan politik yang sama dengan keadaan politik Indonesia, yang sedang menjalankan rentetan pesta ‘demokrasi’, yakni gambaran tentang kaum-kaum oportunis yang secara eksplisit ditampilkan pada musim pertama Game of Thrones, di mana peran oportunis ini dilakoni oleh Lord Varys, sebagai pendukung pihak yang mampu mengamankan dirinya dari bahaya. Scene itu terdapat ketika Lord Varys menjelaskan alasannya mendukung kerajaan yang saat itu dipimpin oleh King Joffrey kepada Lord Eddard Stark di tahanan bawah tanah King’s Landing. Saya menilai bahwa orang-orang seperti Lord Varys merupakan satu dari sebagian orang yang oportunis, alias orang yang menempatkan dirinya pada posisi aman, mengambil situasi yang mampu menguntungkan dirinya. Hal ini sama seperti orang-orang yang hanya ‘cari aman’ pada situasi Indonesia saat ini. Orang-orang kaum tengah yang melabelkan dirinya netral.
Namun, secara keseluruhan tentu cerita dalam serial legendaris ini tidak sama dengan Indonesia. Saya bahkan lebih tertarik dan peduli pada siapa yang akan menduduki takhta di Iron Throne, bukan kursi presiden. Walau pun sebenarnya saya tidak menyukai budaya feodal yang melatari serial tersebut, tetapi saya lebih menantikan keberlanjutan kisah pada episode-episode yang akan datang di musim terakhir Game of Thrones ketimbang keberlanjutan kisah dari Pemilu serentak yang akan berlangsung tinggal hitungan jam. Pemilu is Coming!