Kamis, Oktober 3, 2024

100 Dokter: Berlanjut atau Berhenti?

Audi Ahmad
Audi Ahmad
Sarjana Psikologi Unair Dapat dihubungi lewat akun instagram: audiahmad_

Sudah 100 Dokter gugur dalam menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia. Entah berapa lagi untuk membuat kita sadar dan sedikit berempati. Dengan rasio dokter dan penduduk yang berbanding terbalik, masa depan kesehatan Indonesia bisa jadi suram.

Covid-19 setidaknya menunjukan betapa entengnya negara dalam berurusan dengan nyawa, mungkin yang terlintas di pikiran adalah jumlah penduduk Indonesia sudah banyak, hilang satu pun negara bisa angkat tangan.

Namun, satu nyawa yang hilang bisa berarti lebih bagi keluarga dan kolega yang ditinggalkan, hal-hal yang penuh arti tersebut bisa jadi dalam bentuk memori yang dibangun bersama, cinta dan kasih yang dirawat, dan pengalaman yang dirasakan.

Pandemi pun menyadarkan betapa jauh jarak antara ilmu pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Pengambilan kebijakan yang tidak berdasarkan ilmu pengetahuan sampai sikap sinis terhadap sains menjadi semakin lazim dalam kehidupan di tengah pandemi ini.

Dari awal pandemi di Indonesia, masyarakat disuguhi informasi dagelan yang bertujuan agar masyarakat tidak panik terhadap wabah. Mulai dari banyolan Menteri Kesehatan yang mengatakan bahwa orang yang sakit akan sembuh sendiri, sampai ke Kementerian Pertanian yang membuat kalung untuk menangkal virus. Informasi yang dilontarkan oleh pejabat publik justru dapat menimbulkan rasa aman palsu, alih-alih merasa tidak panik.

Sikap sinis dan cenderung anti terhadap sains pun lumrah ditemui dalam masyarakat di akar rumput. Ada yang meyakini bahwa Covid-19 tidak berbahaya dan hanya permainan tenaga kesehatan agar mendapat tambahan dana. Ada pula yang menuding bahwa media terlalu membesar-besarkan isu.

Ada juga yang percaya bahwa Covid-19 adalah konspirasi Cina, Yahudi, AS, Bill Gates, dan pihak-pihak besar lainnya. Sikap-sikap tersebut dapat membuat masyarakat menjadi tidak mengikuti protokol kesehatan dan membuat prasangka terhadap kelompok yang dianggap sebagai liyan.

Pandemi Covid-19 pun menunjukan mana yang menjadi prioritas negara dalam menghadapi wabah yang terjadi. Pengesahan undang-undang yang dianggap menguntungkan para pengusaha besar oleh parlemen, jumlah tes terhadap masyarakat yang rasionya kecil, pelonggaran sektor ekonomi dan pariwisata di kala angka kasus semakin meningkat, dan janji manis yang belum ditepati berupa insentif terhadap tenaga kesehatan merupakan contoh gambaran prioritas negara.

Bagi saya, angka 100 bukan sekadar statistik kematian, tetapi tamparan untuk menyadarkan bahwa pandemi masih berlangsung dan perlu berhati-hati. Mungkin bagi yang lain dianggap berbeda. Terserah.

Audi Ahmad
Audi Ahmad
Sarjana Psikologi Unair Dapat dihubungi lewat akun instagram: audiahmad_
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.