Rabu, Mei 1, 2024

The Bride of Lammermoor: Saat Kuasa menjadi Tragedi

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

The Bride of Lammermoor (1819) adalah novel yang keempat dari tetralogi Sir Waltor Scott pada abad ke-17. Ini berbeda sama sekali dengan Old Mortality, bahkan menurut sebagian besar kritikus The Bride of Lammermoor berbeda dengan gaya penulisan Scott. Dia menderita penyakit batu empedu yang parah saat menulis novel ini. Dia mendiktekannya kepada sekretarisnya untuk ditulis.

Menurut salah seorang sekretarisnya, ketika dia membaca versi terbitannya, dia tidak mengingat satu pun kejadian, karakter, atau percakapan yang terkandung di dalamnya. Mungkin ini sebagai bukti bahwa id atau otak limbik dapat mengarang tanpa kemampuan nalar. The Bride of Lammermoor bukanlah karya yang kacau atau tidak tersusun. Ia kaya akan tema dan motif yang tetap konsisten sepanjang novel dan memberikan kesan totalitas yang menyenangkan bagi pembaca.

Alurnya sederhana: sebuah keluarga bangsawan kuno, keluarga Ravenswood, kehilangan tanah mereka karena manajemen yang buruk, pergolakan politik, dan perselisihan hukum dengan keluarga lain, keluarga Ashton. Sir William Ashton adalah seorang pengacara berbakat dan kaya raya namun terlahir dari masyarakat rendahan; istrinya, Lady Ashton, adalah anggota keluarga yang sangat berkuasa. Edgar Ravenswood bertekad membalas dendam, namun sebuah kecelakaan terjadi saat dia diperkenalkan kepada Lucy Ashton ketika ibunya berada di Inggris selama beberapa bulan. Sir William mengizinkan perkenalan itu. Alasannya karena kekhilafan dan alasan lagi karena manuver politik. Lucy dan Edgar jatuh cinta dan bertunangan.

Ketika Lady Ashton kembali, dia menentang pernikahan tersebut dan memaksa Lucy untuk menikahi pelamar lain, seorang laki-laki yang kaya dan memiliki loyalitas politik dan agama yang sama dengan keluarga Ashton. Meskipun Lucy mengalami tekanan mental, pernikahannya tetap berjalan.

Pada malam pernikahan, Lucy mencoba membunuh suami barunya dengan belati yang dicurinya. Dia akhirnya menyerah karena kegilaan dan meninggal. Novel ini menjadi opera terkenal karya Donizetti, Lucia di Lammermoor, dan jelas memiliki banyak unsur romantis dan opera. Namun novel ini juga menarik secara teknis karena dilihat dari cara-cara yang mempengaruhi dan mencerahkan pembaca, meskipun unsur-unsurnya tidak menyatu. Scott berhasil membuatnya.

Salah satu ciri khas novel ini adalah Scott menggunakan bentuk dan nada realisme untuk menggambarkan unsur romantis dan cerita rakyatnya. Dia mengeksplorasi psikologi kehidupan keluarga Ashton dengan sangat hati-hati, menggambarkan cara-cara Lady Ashton menguasai suaminya, cara-cara saat kepintaran yang membuatnya sukses dan juga rentan terhadap manipulasi, dan cara-cara di mana hubungan keluarga antara suami, istri, dan putri mereka rentan terhadap kehancuran.

Edgar Ravenswood pun tak kalah cermat dianalisisnya. Pengasuhnya—seorang putra seorang bangsawan yang mudah marah, tradisional, dan tidak terlalu cerdas—sangat kontras dengan sifatnya yang lebih lembut sebagai seorang pria yang memahami bahwa dunia sedang berubah dan ingin hidup dengan cara-cara baru. Dia juga sebagai seorang pria yang kuat yang merasakan kelembutan terhadap wanita yang lemah dan rentan, meskipun dia memiliki intuisi bahwa wanita yang lebih cocok untuknya adalah seseorang yang memiliki vitalitas dan kerja keras.

Scott menjelaskan bahwa semua hubungan kekuasaan di dunia ini berasal dari tekanan dan gelombang perubahan, hubungan politik (seperti yang diwakili oleh Marquis yang berasal dari Atholl), hubungan kekeluargaan (seperti yang dilukisan dari hubungan orang tua dan anak-anaknya), kehidupan para majikan (seperti yang diwakili oleh karakter Balderstone dan Ravenswood, dan sejumlah karakter minor lainnya), peran gender (Lady Ashton secara terang-terangan telah merebut kekuasaan suaminya, namun hubungan antara Ravenswood dan Lucy sama-sama tidak seimbang.

Novel ini penuh dengan unsur-unsur supranatural, seperti tiga nenek tua yang mengingatkan pada tiga penyihir di Macbeth, pertanda buruk, legenda, oleh ramalan. Hal-hal ini banyak dibantah oleh narator. Sebagai contoh, pertukaran potret yang tiba-tiba berangsung di sebuah pesta pernikahan bisa ditelusuri kepada perbuatan salah seorang anggota wanita-wanita tua yang jahat. Kedengkiannya bukanlah misteri. Dia iri, membenci kelas sosial, dan marah atas cara Lady Ashton memperlakukannya di masa lalu.

Namun demikian, pertukaran lukisan ini sebetulnya berfungsi untuk meneruskan ramalan bahwa bencana akan terjadi jika penguasa Ravenswood kembali ke kastil lamanya untuk mencari seorang istri. Scott mempunyai pandangan yang cukup canggih mengenai bagaimana cerita dan gosip kadang-kadang menentukan peristiwa, bukan karena ramalan mempunyai kekuatan bawaan, namun karena ramalan memperoleh kekuatan sosial melalui persetujuan.

Scott adalah seorang novelis alami karena ia memahami dan menggambarkan ambiguitas dan kompleksitas dengan mudah. Karya ini berbentuk prosa, yang bahkan menurut kaca mata abad kedua ke-20 gampang dipahami. Para naratornya selalu menceritakan kisah dengan nada rasional yang membuat narasi berakar di dunia nyata. Scott juga seorang psikolog yang terlahir, yang secara meyakinkan dapat memotivasi karakter dari semua kelas sosial dan temperamen, baik kecil maupun besar. Dia memang belum bernasib sebaik Jane Austen dalam barisan panjang penulis liberal Inggris yang menganggap individualitas manusia adalah dunia modern. Tapi Scott kurang lebih sama dengan Jane Austen—sebagai salah satu sumber inspirasi dan spekulasi psikologis, sosial, politik, spiritual dan filosofis.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.