Sabtu, April 20, 2024

Tata Kelola Menuju PTKIN Unggul dan Berkelas Dunia: Pengalaman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Kusmana, MA., Ph.D.
Prof. Kusmana, MA., Ph.D.
Guru Besar Bidang Ilmu Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Semula berdiri pada 1957, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dikenal sebagai Akademi Dinas Departemen Agama (ADIA) yang dimaksudkan untuk mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri agar mendapatkan ijazah pendidikan akademi dan semi akademi. Mereka disiapkan menjadi ahli didik agama di sekolah formal. Jurusan yang ada di akademi ini yaitu jurusan Pendidikan Agama, Jurusan Bahasa Arab, dan jurusan Da’wah wal Irsyad yang dikenal sebagai jurusan khusus Imam Tentara.

Pada 1960, berdasarkan PP No. II tahun 1960 tanggal 14 Agustus 1960, ADIA bergabung dengan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang berada di Yogyakarta. Akademi ini pun berubah nama menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) al Jamiah al Hukumiyah. Selanjutnya, pada 15 November 1962, dibuka fakultas Ushuluddin yang merupakan perkembangan dari jurusan Imam Tentara, dan kemudian menjadi IAIN al Jamiah al Hukumiyah Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam perkembangannya, status fakultas daerah IAIN cabang Jakarta ini menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Lalu pada 20 Mei 2002, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan terbitnya Keputusan Presiden RI No. 031 tanggal 29 Mei 2002.

Kini, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memiliki 12 fakultas agama dan umum, Sekolah Pascasarjana, dan sejak 2008 sudah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). UIN Jakarta sudah terakreditasi A sejak tahun 2017, dengan 45 Program Studi (Prodi) akreditasi A terbanyak, dan guru besar terbanyak pula. Menurut data tahun 2020, jumlah mahasiswanya tercatat sebanyak 32.830 orang.

Merujuk versi Webometrics Rank 2021, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada di urutan kedua dari sepuluh Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, peringkat 51 nasional dan peringkat 4.317 dunia, di bawah UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan peringkat 38 nasional dan peringkat 3.913 dunia.

Ketika Prof. Dr. Harun Nasution menjadi rektor, berhasil mengubah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari lembaga dakwah menjadi bercorak akademik. Adagium “Kampus Pembaru” sebagai ikon laboratorium pemikiran keislaman-kritis-rasional saat itu begitu melekat di benak publik.

Setelah tampuk kepemimpinan beralih ke rektor-rektor selanjutnya. Prof. H. Azyumardi Azra, M.A., M.Phil., Ph.D., CBE., salah satu rektor pengganti paska Prof. Dr. Harun Nasution, berhasil mengubah tipikal alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari wilayah “pinggiran” menjadi ke “pusat” seiring perubahan institusi IAIN menjadi UIN. Prof. Komaruddin Hidayat dan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, juga telah memperkuat posisi sosial alumni UIN yang menjadi ahli dalam pelbagai bidang dan disiplin ilmu.

Alumni UIN tersebar di mana-mana: menjadi santri modern yang multi-skill dan multi-peran. Membanggakan. Sementara, Prof. Dr. Amany Lubis MA., sebagai rektor saat ini, berupaya mendorong rekoginisi global melalui akreditasi internasional sejumlah program studi melalui pemotretan mutu oleh lembaga mutu internasional seperti FIBAA, ACQUIN, dan ASIIN.

Tantangan ke Depan

Pada Abad-21 ini, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghadapi tantangan besar terkait Revolusi Pendidikan 5.0 untuk berubah menjadi Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri yang unggul. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan.

Pertama, peningkatan SDM, terutama berkenaan dengan penataan dan penguatan dosen, tenaga administrasi, dan civitas akademika. Kedua, melakukan penataan dan penguatan mekanisme kerja, serta unit usaha. Ketiga, akademik yang menyangkut peningkatan dan penguatan status jurnal ilmiah terakreditasi unggul dan peningkatan peran PTKIN. Keempat, administrasi yang berkaitan dengan penyempurnaan peta jabatan, Analisis Jabatan (Anjab), ABK (Analisis Beban Kerja) berdasarkan struktur baru.

Sementara itu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih menghadapi masalah belum terdukungnya secara maksimal  praktik manajemen yang ada, terhadap upaya perwujudan mimpi lembaga menjadi salah satu perguruan tinggi unggul yang bercirikan Islam, dan direkognisi global. Selain itu, bidang perbaikan dalam aspek tata kelola masih sangat memerlukan perhatian serius.

Masalah yang dihadapi UIN Jakarta ini laksana “mengukir di atas air.” Ukiran apa pun yang dibuat di atasnya, akan mudah hilang: menguap ditelan waktu. Artinya, program kegiatan apa pun digelar di atas tata kelola yang tidak efektif, maka UIN Jakarta akan menghadapi persoalan keberlanjutan program tersebut, karena kurang topangan budaya kerja dan ketepatan manajemen yang mendukungnya.

Ya, secanggih apa pun program kegiatan selama tata-kelolanya masih “konservatif” tak akan berbuah menjadi jejak karya yang terus berkembang, menghilang seiring dengan proyek program tersebut selesai. Padahal, arah perkembangan pergurungan tinggi sekarang menuntut pada penyelenggaraan pendiikan tinggi berkualitas dan unggul. Seandainya praktik dan layanan yang pernah kita kembangkan sebelumnya dapat dijaga dan dikembangkan, maka UIN Jakarta dapat berkembang lebih baik lagi.

Belum lagi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga menghadapi tantangan Implementasi Kebijakan Nasional terkait  Reformasi Birokrasi  (PMA No 43, 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN Jakarta: Proporsionalitas, Efektivitas, dan Efesisensi) Revisi Ketiga, PMA No 6 2013. Tantangan itu beririsan dengan fragmentasi struktur organisasi, disproporsi beban kerja, disfungsi tata laksana, distorsi kebijakan kepegawaian, dan inkompetensi Sumber Daya Manusia.

Maka dibutuhkan pola khusus untuk menghadapainya, yaitu: penerjemahan kebijakan baru sesuai tuntutan objektif organisasi—terutama pada nomenklatur jabatan fungsional yang diperlukan untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan strategi; Penataan tugas dan fungsi unit kerja organisasi; Penetapan spesifikasi dan rumusan beban kerja; Penyusunan alur proses bisnis/kerja; Harmonisasi regulasi kepegawaian; dan Seleksi terbuka serta penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia.

Pada Era Disrupsi sekarang ini, perkembangan dalam teknologi digital dengan artifisial intelijen (AI) yang mengubah data menjadi informasi, telah membuat orang dengan mudah dan murah memerolehnya. Perubahan ini berpengaruh pada tata kerja perguruan tinggi sebagai salah satu sumber kemudahan tersebut, termasuk perubahan dalam tata cara belajar dan mengajar.

Dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan tersebut, dunia perguruan tinggi pada masa kini perlu melakukan penataan agar tetap mampu menjalankan berbagai perannya, yaitu pendidikan dan pengajaran, pengembangan, serta penyemaian untuk menjadi khazanah ilmu bagi masyarakat dan membantu masyarakat memanfaatkan karya pengembangnya.

Dampak dari Revolusi Industri 4.0 dan digitalisasi akan menyebabkan 23 juta pekerjaan tergantikan oleh automasi (menjangkau segala pekerjaan rutin). Meski begitu, kondisi ini juga melahirkan 27 juta hingga 46 juta pekerjaan baru yang membutuhkan tenaga kerja. Tantangannya adalah, bagaimana menyiapkan para sarjana agar bisa menangkap peluang pekerjaan baru yang ada dengan menyiapkan kualitas lulusan tersebut, sesuai dengan apa yang dibutuhkan dunia kerja pada masa mendatang.

Dunia kerja kini membutuhkan SDM yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir sistemik sehingga mampu menyelesaikan persoalan kompleks, literasi digital, multidisiplin, hingga kewarganegaraan global. Para mahasiswa perlu dibekali dengan keahlian baru, jadi adaptif, pembelajar yang gesit, mandiri, dan tentu bermental wirausaha; berbasiskan kebebasan ide dan rasa antusiasme demi menaklukkan sekaligus melayani dunia.

Ada tiga strategi yang bisa diterapkan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta untuk meningkatkan kompetensi dan penyerapan lulusan di dunia kerja.

Pertama, kampus merdeka. Kedua, menghubungkan, mencocokkan dan membangun kemitraan dengan industri. Ketiga, kemitraan dengan universitas kelas dunia dan diaspora.

Saat ini, Pemerintah juga telah melakukan transformasi kebijakan pendidikan tinggi dengan menyediakan banyak cara mengembangkan kompetensi para sarjananya. Sistem pembelajaran yang ditawarkan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) adalah salah satu bentuk upaya transformasi kebijakan pendidikan tinggi untuk memberikan ruang bagi mahasiswa mengasah bakat dan kecenderungannya dalam model pembelajaran yang lentur.

Pada program MBKM, mahasiswa selama satu semester dapat mengambil mata kuliah hingga 20 SKS. Dosen sudah tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, tidak hanya menjadi mitra belajar, namun sebagai ko-pilot yang bisa mengikuti bagaimana mahasiswa memilih cara belajar selama tiga semester akhir. Dalam hal ini, tantangan penjaminan mutu adalah menjaga akuntabilitas dari mutu pembelajaran di masing-masing fakultas. MBKM menyiapkan lulusan untuk siap berkompetisi dan berkolaborasi di era global, dengan membutuhkan penguatan dari berbagai keterampilan yang dibutuhkan pada Abad ke-21, melalui pengalaman maupun eksposur multidisiplin.

Tak hanya itu, mencermati kelemahan sebagian besar universitas di Indonesia yang miskin riset, maka menjadi harga mati bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk menjadi garda depan di bidang riset ilmiah—terutama di bidang keislaman.

Sebagai pencetak banyak cendekiawan Muslim selama hampir setengah abad ke belakang, sudah seharusnya kepentingan yang mendesak itu segera diejawantahkan. Betapa tidak, dari 47 universitas dengan hasil riset terbanyak menurut amatan Kemenristek RI, tak satu pun Universitas Islam Negeri masuk ke dalamnya. Hal ini jelas menjadi tamparan keras yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Maka tak ada pilihan lain, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta harus tampil dengan percaya diri menjadi universitas berbasis penelitian dan pengembangan keilmuan. Syukur bila pada suatu saat nanti, sanggup memimpin ranah riset di antara seluruh Universitas Islam Negeri yang ada di Indonesia—dan ikut serta di level dunia. Dengan tata kelola yang sangkil (efisien), pemanfaatan teknologi informasi digital secara maksimal, dan kemandirian, maka visi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meraih reputasi unggul serta direkognisi global pada 2034, bisa mewujud jadi kenyataan.

Prof. Kusmana, MA., Ph.D.
Prof. Kusmana, MA., Ph.D.
Guru Besar Bidang Ilmu Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.