Penetapan Muhammad Romahurmuzy (Rommy) sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) pada 16 Maret lalu, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bisa dimaknai berkah dan musibah bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebagai berkah, penetapan Rommy dapat membuka pintu terjadinya rekonsiliasi di internal PPP yang selama ini terpecah menjadi kubu Muktamar Jakarta dan Muktamar Pondok Gede. Karena Rommy yang semula menjadi Ketua Umum PPP versi Muktamar Pondok Gede dengan statusnya sekarang, telah dipecat. Kepemimpinan PPP versi Muktamar Pondok Gede pun lowong.
Menurut saya, para elit PPP versi Muktamar Pondok Gede tidak perlu memaksakan untuk mencari ketua umum baru lewat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) mereka yang berlangsung 20-21 Maret 2019 di Bogor. Lebih baik kita gelar saja rekonsiliasi nasional untuk menyatukan kembali PPP.
Saya selaku Ketua DPW PPP Jawa Barat hasil Muktamar Jakarta sudah siap untuk melakukan rekonsiliasi sesuai dengan arahan Ketua Umum PPP, Humphrey Djemat. Dengan begitu, PPP bisa semakin mantap untuk menjadi rumah besar umat Islam di pemilu 17 April mendatang. Bukan terseok seperti saat ini.
Tidak perlu lagi lah memaksakan kehendak untuk jabatan. Sebab yang lebih penting adalah PPP tetap bisa menjadi perahu bagi umat Islam menyalurkan aspirasinya di pemilu. Sehingga PPP bisa kembali lolos ke parlemen dan kepentingan umat Islam bisa tetap terakomodasi di negeri ini.
Lagi pula, hasil Muktamar Pondok Gede sebenarnya sudah cacat sejak semula. Rekomendasi Surya Dharma Ali yang sudah menjadi tersangka korupsi dana haji saat itu seharusnya tidak sah menjadi dasar Muktamar Pondok Gede. Keputusan Mahkamah Partai menyatakannya telah non-aktif, alias tidak lagi menjadi ketua umum karena sudah berada dalam tahanan seperti halnya Rommy saat ini dan memutuskan agar menggelar Muktamar Jakarta.
Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum Rommy menjadi ketua umum pun tidak tepat. Karena Kemenkumham bukan lembaga hukum seperti pengadilan, tapi lembaga pelaksana hukum. Sedangkan, di tingkat kasasi Muktamar Jakarta menang.
Menurut saya, mempertahankan SK Kemenkumham sama saja mengamini keinginan pemerintahan saat ini untuk memecah belah PPP yang memang tidak punya perhatian secara khusus pada umat Islam. Jelas itu merugikan PPP secara khusus dan umat Islam secara umum.
Mari rekonsiliasi saja. Bersama-sama mencari pemimpin baru untuk PPP ke depannya dan menentukan strategi agar menang pemilu. Jangan sia-siakan jalan yang sudah ada setelah penangkapan Rommy, sosok yang memang tidak ingin PPP bersatu sejak awal. Bahkan memperburuk citra PPP dengan kasusnya saat ini. Sudah cukup orang seperti dia memimpin PPP.
Akan tetapi, jika para pendukung Rommy tidak ingin rekonsiliasi dan tetap memaksakan ingin mengukuhkan Suharso sebagai PLT Ketua Umum, maka kehancuran PPP sudah di depan mata. Atas alasan apapun, apalagi karena takut tidak kebagian jatah di kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin andaikata mereka terpilih, tidak dapat dibenarkan. Bahkan bisa saya katakan adalah pengkhianatan kepada umat Islam yang selama ini setia mendukung PPP.
Kenapa PPP bisa hancur karena tidak rekonsiliasi? Karena suara PPP Muktamar Pondok Gede sangat kecil. Kekuatan PPP sesungguhnya ada di Muktamar Jakarta yang sudah mengakar sampai ke tingkat bawah. Seperti di Jawa Barat, dari wilayah provinsi sampai desa masih lengkap kepengurusannya. Mereka tidak akan bekerja untuk PPP Muktamar Pondok Gede, sebab tahu cacat secara hukum.
Belum lagi ditambah tantangan yang semakin berat karena pemilu dilakukan secara serentak. PPP tidak memiliki calon presiden atau calon wakil presiden sendiri, sehingga tidak memiliki sosok secara nasional yang bisa menjadi vote getter. Berbeda dengan PDIP dengan Jokowi dan Gerindra dengan Prabowo Subianto. Begitupun dengan Demokrat dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Mau mengandalkan Rommy? Sudah pasti akan semakin merusak citra PPP. Sebenarnya, sebelum dia terkena kasus korupsi pun citra PPP sudah rusak karena ambisi politik Rommy yang terlalu menghamba pada kekuasaan, bukan berpihak kepada umat Islam.
Dalam kondisi semacam itu, kekuatan PPP hanyalah basis akar rumput. Kader-kader militan yang siap berjuang untuk partai dan kepentingan Islam. Dan, basis tersebut adalah kader PPP Muktamar Jakarta. PPP yang asli dan sah tapi sengaja dipinggirkan oleh pemerintah.
Sekali lagi saya tekankan, hanya rekonsiliasi lah jalan yang bisa menyelamatkan PPP. Bukan Jokowi atau siapa pun. Kalau tidak bisa terjadi dan PPP benar hancur, artinya umat Islam sudah kehilangan rumah besarnya. Sejarah puluhan tahun PPP runtuh hanya karena keegoisan segelintir orang yang sibuk mengejar kekuasaan. Nauzubillahi min dzalik.