Rabu, November 20, 2024

Valentine dan Konservasi Kasih Sayang

Didid Haryadi
Didid Haryadi
Meraih Master Sosiologi di Istanbul University, Turki. Penggila sepak bola.
- Advertisement -

Bulan Februari dalam penanggalan Masehi biasanya memiliki tempat yang istimewa untuk memulai perbincangan perihal romantisme percintaan. Tepat pada pekan kedua—14 Februari— tema-tema tentang kasih sayang bertebaran di lini maya, yang kemudian ditawarkan kepada realitas kehidupan masyarakat.

Sasarannya tentu saja para remaja atau muda-mudi yang merayakan cinta kasih dengan caranya masing-masing. Hari Kasih Sayang ini lebih dikenal dengan istilah Valentine’s Day (History of Valentines Day), dan layaknya sebuah ritual tahunan, perayaannya mendapat respons yang luar biasa di beberapa negara dan bahkan posisinya bisa sangat istimewa.

Cokelat, bunga, ataupun pemilihan warna pink menjadi hal yang mudah sekali dijumpai serta dipilih sebagai kado saat hajatan Hari Kasih Sayang tiba.

Menurut rilis yang diterbitkan oleh The National Retail Federation (simak di sini), menjelang Hari Kasih Sayang pada Februari 2017, orang-orang Amerika diperkirakan membelanjakan barang dan hadiah dengan total US$18,2 miliar atau dengan rata-rata setiap orangnya menghabiskan US$136,57.

Lantas, seberapa penting dan istimewanya perayaan Hari Kasih Sayang? Dari mana fenomena ini muncul? Kenapa pula orang-orang harus merayakannya?

Informasi dan penjelasan yang paling umum dan banyak tersebar tentang asal mula perayaan Valentine’s Day adalah dari festival kuno Lupercalia, yang dihelat pada masa Romawi oleh pasangan laki-laki dan perempuan. Teori ini muncul selama beberapa dekade di banyak artikel.

Festival Lupercalia telah dirayakan selama berabad-abad pada setiap pertengahan Februari dan telah menjadi sebuah perayaan untuk menghormati St. Valentine.

Akademisi dari The University of Kansas, Prof. Jack B. Oruch (baca di sini) telah melakukan riset tentang asal mula perayaan Hari Kasih Sayang dengan objek studi pada karya puisi milik Geoffrey Chaucer. Dari penelitiannya tersebut, Oruch meyakini bahwa puisi Chaucer adalah sumber yang bisa menjelaskan tentang perayaan Valentine’s Day di era modern.

Selanjutnya, di tahun 1981 sebuah artikel ilmiah terbit dengan judul St. Valentine’s, Chaucer, and Spring in February menjelaskan pandangan Oruch, bahwa tidak ada temuan atau pembuktian tentang tradisi kasih sayang yang memiliki relasi dengan St. Valentin  sebelum Chaucer menulis puisi berjudul Parlement of Foules’ dan ‘The Complaint of Mars di akhir abad ke-14.

Oruch menambahkan, Chaucer mungkin menghubungkan St. Valentine dengan hal romantis karena adanya perkiraan dari orang-orang Inggris bahwa pada 14 Februari Musim Semi telah tiba, yang saat itu ditandai dengan munculnya kawanan burung yang berkembang biak dan bunga-bunga yang bermekaran.

- Advertisement -

Di sisi lain, lewat perspektif Chaucer, Oruch berpandangan bahwa pada saat itu orang-orang Eropa mengira terma ‘Valentine’ sebuah nama yang bagus. Sedangkan pada periode itu ada beberapa perayaan di pertengahan Februari yang penamaannya terasa kurang menarik, seperti St. Scholastica, St. Austrebertha, St. Eulalia dan St. Eormenhild. Tetapi, tetap saja, hampir setiap tahun semua ulasan perihal Valentine’s Day melakukan pengulangan mitos yang sama (baca: theday.com). Simak pula fakta sejarah Valentine’s Day seperti yang diulas oleh New York Times. 

Konservasi Kasih Sayang

Filsuf Albert Camus menawarkan konsep Absurditas untuk memaknai sebuah kehidupan. Menurutnya, hidup ini aneh, membingungkan. Namun, dalam waktu bersamaan manusia memiliki prinsip dan ketegasan untuk menyatakan bahwa hidup harus terus dihadapi dan dijalani dengan perjuangan.

Fenomena dan perubahan sosial telah mampu memberikan dampak positif maupun negatif. Anggota masyarakat harus bisa dewasa dan membangun perspektif yang lebih luas agar tidak terjebak dalam kesemuan sebuah keinginan. Dan lebih mengutakaman kebutuhan yang sifatnya kolektif untuk orang banyak.

Setiap hari selalu muncul permasalahan sosial di masyarakat, seperti penyerangan di Gereja St. Lidwina, Sleman, Yogyakarta, yang terjadi baru-baru ini. Peristiwa ini tentu saja menimbulkan pilu dan menjadi salah satu catatan buruk dalam rentang waktu 2018 sampai hari ini.

Penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan adalah sebuah kepastian yang harus diterima. Praktik kekerasan tidak dibenarkan dalam realitas sosial kemajemukan masyarakat Indonesia. Kita adalah bangsa yang besar dan memiliki potensi untuk menjadi negara yang mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyatnya. Termasuk jaminan keamanan dalam melaksanakan aktivitas beribadah dan hak-hak beragama.

Sebuah ulasan panjang tentang karya Ben Anderson ini idealnya bisa menjadi pijakan untuk membangun cara berpikir dan memaknai kehidupan berbangsa, khususnya bagi kita bangsa Indonesia.

Sudah waktunya publik dididik dan terdidik dengan informasi yang dilengkapi kebutuhan ilmu pengetahuan yang mencerahkan. Membangun kesadaran kolektif dan jejaring komunitas lewat pengadvokasian hak-hak hidup masyarakat sipil harus tetap diteruskan, seperti hak kepemilikan lahan pertanian dan akses memperoleh kesehatan yang layak.

Terma “Intelektual Organik” milik Gramsci tentu saja masih relevan untuk diaplikasikan dalam menciptakan nilai-nilai keadilan sosial. Seringkas dengan itu, Bagus Dwi Danto berujar dalam salah satu lariknya yang kontemplatif, Konservasi Konflik, “Tuan dan nyonya, belajar logika sudah sampai mana?”

Mari rayakan konservasi kasih sayang dengan mengadvokasi nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Kolom terkait:

Kontroversi Valentine dan Cinta yang Frustasi

Valentine dan Tafsir Sosial atas Kenyataan

Mari Bercinta di Hari Valentine

Hari Kasih Sayang untuk Alam

Didid Haryadi
Didid Haryadi
Meraih Master Sosiologi di Istanbul University, Turki. Penggila sepak bola.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.