Rabu, Oktober 9, 2024

Telkomsel Dibajak: Suara Hacker, Suara Rakyat!

Sean Matthew
Sean Matthew
Alumnus FH Unika Atmajaya, sedang magang sebagai Pengacara di LBH Mawar Saron.

Tampilan laman utama situs resmi Telkomsel ketika sedang dibajak oleh sosok hacker misterius. [Sumber: www.kabargames.id]
Jum’at, 28 April 2017, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan pembajakan yang dialami Telkomsel di situs resminya. Sang hacker melampiaskan amarahnya di laman utama situs Telkomsel lantaran tarif kuota internet yang terlalu mahal dan paket yang terlalu rumit, karena banyak pilihan yang sebenarnya tidak diperlukan oleh konsumen.

 

Memang, tarif yang ditawarkan oleh Telkomsel begitu mahal. Bukan hanya tarif kuota internet, namun juga tarif telepon. Bahkan saya pernah menulis kritik terkait dominasi Telkomsel dalam persaingan usaha di kanalhukum.id dengan judul “Kritik Terhadap Posisi Dominan Dalam Hukum Persaingan Usaha”.

Tindakan pembajakan Telkomsel ini tentu saja menunjukkan adanya dua kemungkinan gejala, yaitu: (1) Keamanan dari Telkomsel yang lemah atau (2) Kemampuan hacker yang mumpuni dalam menjebol sistem pengamanan Telkomsel.

Pertama, jika keamanan dari situs resmi Telkomsel dapat dibajak dengan mudahnya, maka kita perlu mempertanyakan juga bagaimana keamanan Telkomsel untuk menjaga data konsumen?

Tentu saja kejadian ini menjadi sinyal bahaya bagi konsumen. Data konsumen sekarang sudah menjadi new currency atau nilai tukar baru yang dapat diperjualbelikan untuk kepentingan tertentu.

Salah satunya, analisis pola perilaku konsumen untuk industri tertentu. Telkomsel sebagai operator telepon juga seharusnya meningkatkan keamanan agar memberikan rasa aman kepada konsumen, mengingat tarifnya yang sangat mahal.

Kedua, kemampuan hacker yang dengan begitu mudahnya membobol sistem keamanan yang dimiliki oleh Telkomsel tentu perlu diapresiasi dan disikapi secara optimis, karena itu berarti daya saing hacker di Indonesia telah cukup tinggi.

Benar saja, hanya untuk menyampaikan pesan bahwa tarif kuota internet Telkomsel terlalu mahal, hacker ini sampai-sampai membajak situs resmi operator telepon paling mahal di Indonesia dan memberikan pesan dengan kata-kata yang (agak) kasar. Lucu sekaligus menakutkan, bukan?

Jangan salah, hacker juga memiliki kode etik dalam berkarya. Salah satunya pernah dimunculkan oleh seorang hacker yang menggunakan nickname “The Mentor”. Disebutkan dalam butir kelima kode etik tersebut, “seseorang dapat menciptakan karya seni dengan norma keindahan (estetika) di komputer.” (Phrack, 1986).

Berikutnya, kode etik tersebut mendapatkan tambahan dari seorang hacker yang menggunakan nickname “Doctor Crash” yang salah satu ayatnya berbunyi, “Hacking adalah senjata utama untuk melawan segala keterbatasan dan monopoli teknologi komputer.” (Phrack, 1986).

Hacker yang membajak situs Telkomsel tentu saja berkarya dengan berlandaskan kode etik hacker, di mana mereka (atau ia) menciptakan seni untuk menyampaikan pesan secara efektif dan efisien kepada pihak yang dianggap telah menciptakan keterbatasan akses internet. Dalam konteks ini, pihak tersebut adalah Telkomsel yang membuat tarif kuota internet yang mahalnya tidak manusiawi.

Dari kejadian ini, kita dapat menyimpulkan bahwa hacking merupakan cara yang efektif dan efisien untuk melawan penindasan oleh raksasa teknologi, khususnya komunikasi dan informasi. Lihat saja respons masyarakat yang langsung menanggapi pembajakan ini.

Tanpa perlu repot-repot demo berjilid-jilid, teriak sana-sini, panas-panasan, bakar ban, nutup jalan, bagi-bagi nasi bungkus, bahkan tamasya, sang hacker cukup dengan jaringan internet, komputer (atau laptop), dan kemampuan hacking, lalu voila!

Pesannya dimuat di seluruh media nasional, menjadi tren perbincangan netizen di berbagai kanal media sosial, dibahas di mana-mana, ditanggapi banyak pihak, dan yang terpenting: tersampaikan langsung kepada pihak yang disasar, yaitu bos-bos penguasa Telkomsel.

Saya sangat mendukung berkembangnya hacker-hacker lain yang bisa melakukan hacking untuk membongkar kejahatan yang selama ini ditutup-tutupi seperti anggaran siluman, pencucian uang, penghindaran pajak, human trafficking, dan kejahatan lainnya.

Semoga bermunculan lebih banyak hacker Indonesia yang mengikuti jejak jihad Wikileaks dan Edward Snowden yang membongkar kejahatan yang dilakukan Negara kepada masyarakatnya.

Faktanya, masyarakat Indonesia memang membutuhkan kuota internet yang lebih terjangkau untuk berkomunikasi dan mencari informasi, persis seperti kata-kata hacker Telkomsel, “Pegimana bangsa Endonesia mau maju kalau internet aja mahal??!”

Meskipun ada benarnya juga bahwa internet murah tak bisa langsung dihubungkan dengan kemajuan bangsa, setidaknya biarkanlah masyarakat sedikit bahagia dengan menggunakan internet Telkomsel yang paling cepat untuk sekadar stalking mantan, kepoin gebetan lewat akun palsu Instagram, mengunggah Instastory makanan dan jalan-jalan, dan hal lainnya agar tidak mudah depresi.

Kalau nantinya tarif kuota internet Telkomsel sampai turun, maka saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mbak/Mas hacker karena telah mewakili suara hati para pengguna Telkomsel di seluruh jagat raya tanah air Indonesia.

Sean Matthew
Sean Matthew
Alumnus FH Unika Atmajaya, sedang magang sebagai Pengacara di LBH Mawar Saron.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.