Jumat, Maret 29, 2024

Kepahlawanan Perempuan sebagai Ibu Kehidupan

Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Aktif di Litbang PW Fatayat NU DIY. Alumni Australia Award Indonesia (AAI) Progam Shortcourse Leadership Development Course for Islamic Women Leader, Deakin University, Melbourne, 2017.
[ilustrasi]

Kepahlawanan selama ini hanya diidentikkan sebatas gelar dan seremonial. Ini tidak salah, tetapi substansi gelar kepahlawanan sejatinya adalah untuk membangun hidup dan kehidupan. Kepahlawanan bukanlah mereka yang ingin mati syahid, yang justru membunuh kehidupan dan membuat sedih orang lain. Atas nama jihad dan meraih mati syahid, kepahlawanan justru disalahartikan dan diplintir oleh para pelaku terorisme. Padahal, jihad dan syahid sejati adalah mereka yang sungguh-sungguh membangun kehidupan.

Kepahlawanan zaman now harus diisi dengan penuh semangat. Peran kaum perempuan mempunyai posisi sangat penting, karena perempuan adalah ibu kehidupan. Dari rahim perempuan, lahirlah kasih sayang dan kedamaian. Kartini, Cut Nyak Din, Dewi Sartika, Rohana Kudus, dan lainnya adalah para pahlawan perempuan yang setia untuk kehidupan, khususnya tegaknya NKRI. Mereka adalah pejuang yang memberikan hidupnya untuk hidupnya bangsa ini. mereka tulus dan berani dalam perjuangan, tanpa mengenal lelah sedikit pun.

Perempuan zaman now adalah penerus perjuangan mereka. Perempuan zaman now mempunyai tugas dan tanggung jawab sangat besar, khususnya dalam mendidik generasi usia dini menjadi generasi yang siap berjuang untuk bangsa dan membangun perdamaian dunia. Radikalisme yang sudah menyebar di berbagai sekolah menjadi perhatian utama perempuan zaman now, karena perempuan zaman now menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Bekal dalam keluarga yang dibangun kaum perempuan akan menjadi karakter utama seorang anak dalam menebarkan kedamaian dan kasih sayang. Kalau di dalam keluarga sudah penuh duri dan kebencian, maka anak-anak akan kehilangan gerak hidupnya dan ujungnya hanya menjadi agen perusak bangsa.

Di sinilah letak krusial menggugah kisah perjuangan kaum perempuan yang seringkali absen dikabarkan publik, sehingga tidak ada cetak biru (blue print) yang selalu didengungkan untuk membuka lembaran baru kepahlawanan perempuan. Masih tabu seolah perempuan dilibatkan dalam proses kepahlawanan.

Kaum perempuan harus selalu mencoba membaca fakta publik langsung dengan menekuni dan mengamati secara faktual, bukan dengan kacamata kuda yang begitu tebal, sehingga menjebak perempuan itu sendiri.

Kepahlawanan Ibu kehidupan

Perempuan merupakan ibu kehidupan. Dari rahim perempuan, kehidupan juga dilahirkan, kehidupan diperjuangkan, dan kehidupan mendapatkan hakekat dan martabat. Peradaban dunia tak bisa hidup dengan penuh kebanggaan tanpa hadirnya sosok perempuan. Nafas perempuan selalu menghadirkan kedamaian, kesejukan, dan ketentraman. Para guru bijak zaman aksial (900-200 SM) mewartakan bahwa perempuan merupakan sosok pembela rasa; mengedepankan cinta, keadilan, kemanusiaan, kesederajatan, dan melampaui egoisme dan egosentrisme.

Sosok semisal Zoroaster, Buddha, Socrates, Konfusius, dan Yeremia, mistikus Upanishad, Mensius dan Euripedes, menjadi teladan zamannya dalam mewartakan bela rasa tak lain karena sisi keperempuanan yang diajarkan ibunya menjadi tonggak ajaran dan pemikirannya. Musa, Isa, Muhammad, dan para guru bijak menjadikan perempuan sebagai tulang punggung negara. Bagi mereka, kalau perempuan baik, maka negara menjadi sejahtera. Akan tetapi kalau perempuan rusak, maka negara menjadi hancur dan berantakan.

Sejarah umat manusia menempatkan perempuan sangat luhur, walaupun juga sejarah umat manusia telah menempatkan perempuan dalam jalan yang nista dan buruk. Ya, sejarah memang tidak linier. Akan tetapi ruh perempuan selalu menghiasi jalannya peradaban dengan penuh rasa. Bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa yang dicari Adam ketika diciptakan Tuhan, tak lain adalah perempuan. Dari Hawa-lah Adam mendapatkan kehidupan, sehingga perjalanan hidupnya di masa depan bisa semakin sempurna lewat kehadiran anak-anaknya. Hawa adalah ibu kehidupan bagi Adam.

Di Indonesia, menurut pengakuan Pramoedya Ananta Toer, bukan siapa-siapa yang telah meletakkan batu sejarah modern Indonesia. Bagi Pram, Kartinilah orangnya. Pram mengatakan bahwa “Kartini adalah pemula dari sejarah modern Indonesia. Dialah jang menggodok aspirasi2 kemadjuan yang di Indonesia untuk pertama kali timbul di Demak-Kudus-Jepara sejak pertengahan kedua abad jang lalu (XIX). Ditangannja kemadjuan itu dirumuskan, dirintjinya dan diperjuangkannja, untuk kemudian mendjadi milik seluruh nasion Indonesia.”

Bukan berarti mengesampingkan Budi Utomo (1908) dan gerakan lainnya, tetapi Pram melihat bahwa peran Kartini sebagai perempuan telah menandai permulaan dalam sejarah modern Indonesia. Dari Kartinilah kaum perempuan Indonesia mampu bangkit dan menyusun gerakan yang “menghidupkan” Indonesia. Kartini menjadi rahim bagi lahirnya gerakan “kehidupan” perempuan. Dan gerakan gerakan kehidupan perempuan menandai lahirnya “kehidupan Indonesia” itu sendiri.

Ini bukanlah simplifikasi atau mengesampingkan yang lain, tetapi hakekat peradaban yang terbangun lewat gerakan kehidupan kaum perempuan memang menandai Indonesia modern yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.

Menjemput Peradaban

Dengan etos kepahlawanan sebagai ibu kehidupan, sudah saatnya perempuan berani mengambil alih gerakan peradaban di masa depan karena wajah kusam peradaban sudah capek dengan otoritarianisme yang pongah. Keindahan dan kebijaksanaan kehidupan yang lahir dari rahim perempuan harus disebarkan kepada publik.

Bunda Teresa dari India telah memulai menampakkan dirinya kepada dunia bahwa kehadiran perempuan bisa mengobati kusamnya kehidupan. Bunda Teresa selalu tampil dengan wajahnya yang sejuk membawa air kehidupan kepada bangsanya. Gerakan Bunda Teresa tanpa memandang kasta dan kelas sosial. Bunda Teresa hadir untuk membela cinta dan kemanusiaan.

Perempuan Indonesia di abad ke-21 saat ini berpeluang sangat besar untuk mencatatkan kisah suksesnya dalam mengisi peradaban dunia. Bukan sekadar menjadi pemimpin organisasi, tetapi perempuan bisa menjadi direktur perusahaan, menteri, bahkan presiden. Bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga bisa semakin kuat dan kukuh di tingkat global. Gerakan memaknai kehidupan yang sejuk dan berkemanusiaan berada di tangan perempuan.

Kesempatan emas ini harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh kaum perempuan, sehingga peradaban dunia abad ke-21 bisa tampil dengan penuh pesona dan kebahagiaan bagi masyarakat global, khususnya bagi bangsa Indonesia.

Kolom terkait:

Nyai Ahmad Dahlan dan Amnesia Pahlawan Perempuan

Mengkafirkan Pahlawan, Menistakan Indonesia

Suharto, Pahlawan tanpa Tanda Layak

Gus Dur, Pak Harto, dan Gelar Pahlawan Nasional

Memaknai Ulang Konsep Pahlawan

Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Aktif di Litbang PW Fatayat NU DIY. Alumni Australia Award Indonesia (AAI) Progam Shortcourse Leadership Development Course for Islamic Women Leader, Deakin University, Melbourne, 2017.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.