Selasa, Oktober 15, 2024

Gagal Mati Ketawa ala Tiang Listrik

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.

BELUM terpikir di benak saya bagaimana akan memasukkan kisah tiang listrik yang ditabrak mobil koruptor ke dalam anekdot Mati Ketawa ala Madura. Dua cerita tiang yang masih juara satu adalah tiang listrik Pak Kiai dan tiang bendera Pak Habibie. Lho, juara satu, kok, ada dua? Nah, itulah. Yang pertama memang juara satu, yang kedua juara harapan satu. Tetap sama-sama juara satu, meski yang kedua masih lebih baik karena masih punya harapan.

Jadi begini. Singkat cerita, Pak Kiai yang duduk di jok depan mengeluarkan tangan setelah membuka kaca jendela. Tidak ada yang bisa menegur. Bahkan, peringatan, ”Awas, lho, tangan Pak Kiai bisa tersambar tiang listrik!” sama sekali tidak digubris. Tibalah giliran Gus Dur. Ia berkata, ”Pak Kiai, kalau tangan Pak Kiai tersambar tiang listrik, kasihan tiangnya, nanti bisa patah.” Mendengar itu, Pak Kiai menarik tangannya. Ehm, dengan tawadhu, tentu.

Lain lagi cerita Pak Habibie. Di Madura, ia bertanya, ”Berapa tinggi tiang bendera itu?” Tanpa ba-bi-bu, seseorang di antara orang-orang di situ memanjatnya. “Lho, mengapa harus memanjat?” sergah Pak Habibie. Dijawab, ”Kan Bapak tadi nanya tinggi, bukan panjang.” Sampai sekarang, saya meyakini cerita ini lebih dari sekadar humor. Ini adalah spiritualitas akal orang Madura yang khas dan melampaui nalar umum. Kalaupun humor, ini sufistik.

Sampai sebelum menulis artikel ini, saya terus berpikir, ”Apa ya kira-kira jawaban orang Madura kalau ditanya soal mengapa tukang ronda suka memukul tiang listrik di malam hari?” Jangan-jangan, mereka akan menjawab, ”Sudah ada Kiai Faqih Maskumambang yang pro-kentongan dan Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari yang pro-beduk. Kami pro-tiang listrik.” Tapi beduk dan kentongan dipukul menandai waktu salat. Tiang listrik? “Waktu qiyamul lail!”

Tapi, bicara tentang tiang listrik, saya jadi ingat kenangan masa kecil. Ketika tiang-tiang listrik dan pohon-pohon kelihatan seperti berlarian dan berkejaran, bis yang kutumpangilah yang sebetulnya melaju. Tiang-tiang listrik dan pohon-pohon itu hanya diam, dan tetap diam, di pinggir jalan. Saya kok haqqul yaqin, andai tiang listrik di Jakarta tidak berdiri di tengah jalan, mungkin tak akan ada mobil yang menabraknya. Ia tetap bisa berlarian.

Tapi, Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengklarifikasi tiang yang ditabrak itu bukan tiang listrik. Lalu, apa? “Tiang Penerangan Jalan Umum,” jawab PLN, alias tiang lampu! Nah, bisa jadi, di sinilah letak lucunya. Tiang cuma sekadar tiang saja, kok, sampai bikin PLN klarifikasi. Apa bedanya buat penabrak? Jika sejak awal tahu itu tiang lampu, apakah dia tidak akan menabraknya? Apa dampaknya ikut berubah jika tiangnya berubah?

Paling tidak, kita kini menjadi tahu ada aneka tiang di jalan. Mulai dari tiang bendera, tiang listrik, hingga tiang lampu. O iya, satu lagi: tiang telepon. Ada lagi: tiang papan nama jalan. Ups, masih ada lainnya: tiang papan reklame. Tiang rambu lalu-lintas jangan lupa dihitung. Ah, ada pula tiang bangjo, traffic light: merah, kuning, hijau. Di sekitar kita banyak tiang ditancapkan untuk berbagai kepentingan, juga mungkin untuk sekadar ditabrak.

Diakui atau tidak, tiang-tiang yang berdiri sembarangan di berbagai penjuru kota dan desa itu menunjukkan kesemrawutan tata kelola negara di tiap lini, dari mulai yang terendah hingga tertinggi. Tentu, tak bisa hanya menunjuk hidung penguasa hari ini. Sebab, kabel-kabel semrawut sudah menjulur sebegitu membahayakan sejak dulu. Bangsa ini hanya menunggu arus pendek, kemudian bau hangus akan terendus dari kabel-kabel yang terbakar.

Tiada yang peduli pada tiang penyangga mikrofon karena yang lebih diutamakan adalah suara yang disampaikan. Tak ada yang peduli pada tiang penyangga baliho karena yang terpenting ialah iklan dapat terpampang. Jangan-jangan kita tidak ngeh, sebegitu pentingnya tiang, sampai Rasulullah SAW mengibaratkan salat itu tiang agama. Barangsiapa mendirikan salat, ia mendirikan tiang agama. Siapa yang tidak, ia merobohkan tiang agama.

Sampai di sini, saya menjadi berpikir untuk mengganti kalimat “tiang listrik yang ditabrak mobil koruptor” menjadi “tiang listrik yang ditabrak mobil wakil rakyat yang mulia.” Lihatlah, lewat aksi gilanya, ia rela menjadi bamper demi mengingatkan rakyat bahwa yang telah direnggut oleh kekuasaan bukan cuma uang rakyat, melainkan tiang-tiang penyangga bangsa dan negara. Ya, tiang-tiang itulah pilar-pilar kebangsaan kita.

Ia, wakil rakyat yang mulia itu, bukan menabrak tiang listrik, atau tiang lampu, tapi sesungguhnya menabrak Pancasila. Ia juga menabrak Bhinneka Tunggal Ika. Ia, sebagaimana setiap pelaku tindak pidana korupsi, telah menabrak Undang-Undang Dasar 1945. Dan, ia menabrak pula Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski berhak atas praduga tak bersalah, ia selayaknya pula diduga telah berupaya mengkhianati konsensus nasional bangsa.

Sampai pada poin ini, saya menjadi makin tidak tahu di mana letak lucunya adegan tabrak tiang ala wakil rakyat yang mulia itu. Dan, bagaimana memasukkannya ke dalam anekdot Mati Ketawa ala Madura. Apalagi, kini semakin banyak tiang listrik yang tidak lagi dari besi. Semakin banyak tiang listrik dari beton yang didirikan, dan tidak mengeluarkan bunyi nyaring, meski dipukul keras. Eits, nanti dulu, jangan-jangan yang dipukul tukang ronda selama ini bukan tiang listrik, tapi tiang lampu?

Kolom terkait:

Papa Setnov, Jack Sparrow, dan Patah Hati KPK

Dramaturgi Politisi Kita dan Hukum Setegak Tiang Listrik

Setnov dan Meme Berujung Pidana

Kesaktian Setnov, Kerapuhan Pancasila

Novanto, Trump, dan Figur Publik “Berwajah” Meme

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.