Anies Baswedan pernah bilang begini saat kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta: Kalau hanya membangun kota yang megah, Firaun juga bisa. Anies saat itu menyerang Ahok dengan menyamakannya sebagai Firaun.
Di mata Anies, konsep pembangunan Ahok terlalu menekankan pembangunan fisik, membangun benda-benda mati. Bagi Anies, yang terpenting adalah membangun manusia, benda hidup. Menghadirkan keadilan. Itu yang menurut Anies diabaikan Ahok.
Firaun, saudara-saudara…
Kalau disebut nama Firaun, pasti di kepala umat Muslim adalah sosok raja Mesir kuno yang digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai musuh Nabi Musa, raja yang zalim dan sombong. Ia membangun kerajaan yang megah, proyek-proyek mercusuar seperti Piramida. Rakyatnya harus ikut dalam kerja paksa untuk mewujudkan obsesi pembangunannya. Dan puncaknya, Firaun mengaku sebagai Tuhan.
Dengan menampilkan Firaun dalam Pilgub Jakarta, Anies sebenarnya sejak awal main framing agama sebagai strateginya untuk meraih kekuasaan. Ahok digambarkan sebagai sosok Firaun zaman now, pemimpin non-muslim yang angkuh, sombong dan zalim. Sedangkan Anies sepertinya ingin menampilkan diri sebagai “Musa zaman now,” pejuang keadilan untuk rakyat yang selama ini tertindas.
Dengan menyamakan Ahok dengan Firaun, Anies ingin publik Muslim Jakarta tak menilai Ahok dari capaian dan kinerjanya sebagai gubernur. Anies nyinyir dengan upaya Ahok membangun Jakarta yang megah, dan mengidentikkannya dengan Firaun, karena menurutnya kemegahan Jakarta mengabaikan keadilan untuk rakyat.
Padahal di tangan Anies saat ini, Jakarta makin amburadul. Jadi kolam raksasa karena banjir berjilid-jilid. Ribuan warga sengsara, rumahnya terendam banjir, banyak yang mengungsi, Jakarta rugi triliunan.
Jangankan membangun kemegahan kota. Membangun kota saja Anies gak becus. Jangankan menghadirkan keadilan. Yang Anies hadirkan justru penderitaan kolosal warga Jakarta.
Ini semua karena inkompetensi sang gubernur dalam mengurus kota. Mulai dari konsep pembangunannya yang gak jelas, sampai pelaksanaan program-programnya yang semrawut. Misalnya menolak normalisasi sungai, tapi naturalisasi gak jelas juntrungnya. Belum lagi dana banjir yang dipangkas drastis.
Sejak 2017, era Ahok-Djarot, dana untuk menanggulangi banjir sebesar Rp. 3,12 T. Zaman Anies mengkerut 50 persen, jadi Rp. 1,48 T. Sementara itu dana hibah untuk Ormas justru naik dua kali kali lipat, dari Rp. 1,47 T di tahun 2017 menjadi Rp. 2,75 T 2019. Dan sebagian besar penerimanya adalah Ormas agama pendukung Anies.
Situasi ini diperparah dengan ngototnya sang gubernur dalam soal rencana Balapan Formula E. Bukan hanya biayanya yang fantastis Rp. 1,6 T, melainkan juga membawa akibat Monas jadi berantakan.
Kekacauan ini dicoba ditutup-tutupi oleh Anies dengan ngeles. Dia dan pendukungnya berkilah bahwa Jakarta sudah langganan banjir sejak dulu. Dalam satu wawancara Anies bilang, hujan tak bisa dikontrol.
Sikap pasrah fatalistik Anies ini justru menujukkan betapa inkompetennya dia sebagai gubernur. Sudah tahu Jakarta langganan banjir, tapi yang dilakukan Anies: gak ngapa-ngapain. Sekdanya malah cengengesan bilang: nikmati aja…
Kalo Anies konsisten merujuk pada narasi agama, harusnya ia belajar pada Nabi Yusuf. Saat Nabi Yusuf menjabat sebagai Menteri Urusan Pangan, negerinya dibayang-bayangi ancaman akan datangnya krisis pangan, karena paceklik dan kekeringan berkepanjangan.
Apa yang dilakukan Nabi Yusuf? Melakukan antisipasi terhadap ancaman krisis, menyiapkan infrastruktur pangan, membangun irigasi, dan memperkuat ketahanan Bulog-nya. Dengan kata lain, Nabi Yusuf punya konsep pembangunan dan mengeksekusinya. Bukannya mengumbar wacana tanpa aksi nyata.
Kembali ke soal Firaun. Saya kira ini adalah cara Anies untuk menutupi ketidak-becusannya. Dengan pake politisasi SARA. Bahayanya politisasi SARA adalah pembodohan atas nama agama untuk menutupi buruknya kinerja. Bagi Anies, ini keuntungan. Karena dengan begitu, dia tak perlu repot-repot mikirin, nunjukin prestasi dan KPI (Key Performance Indicator)-nya.
Karena di mata pendukungnya, prestasi keberhasilan Anies sebagai gubernur adalah: dia menjadi gubernur karena seiman. Perkara dia terbukti gak becus, cuma omong tapi tak bisa kerja, hobi ngeles, pendukungnya tutup mata. Yang penting seiman.
Bahkan mereka tak segan membela Anies dengan dengan narasi agama yang dipelintir. Ketika banyak warga Jakarta meradang ke Anies, datang Aa Gym membela Anies. Aa Gym menyebutnya sebagai calon warga surga di akhirat nanti, karena merelakan diri rame-rame dihujat dan dikecam di dunia kini.
Ini jelas ungkapan manipulatif. AA Gym mengabaikan fakta bahwa warga Jakarta meluapkan kritik dan kejengkelennya terhadap amburadulnya Jakarta karena ketidakbecusan gubernurnya.
Dari sudut pandang Islam, pemimpin yang tak becus adalah pemimpin yang menyia-nyiakan amanah. Dalam sebuah hadits dikatakan, kiamat atau kehancuran terjadi apabila amanat disia-siakan.
Nabi ditanya, bagaimana bisa amanat disia-siakan? Jawab Nabi, “Idza wussidal amru ila ghairi ahlihi, fantadhir al-sa’ah”. Jika suatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.
Perhatikan. Dalam hadist tersebut, Nabi tidak bilang, “apabila suatu urusan diserahkan pada non-muslim”, tapi Nabi bilang, “pada orang yang gak becus”. Bukan agama yang jadi kriteria, tapi kompetensi.
Dalam konsep kepemimpinan Islam, kompetensi sangat ditekankan. Salah satu kriteria utama kepemimpinan adalah kifayah, yakni kecakapan atau kebecusan dalam memimpin.
Inkompetensi Anies dalam mengurus Jakarta temasuk dalam kategori orang yang menyia-nyiakan amanat, karena bersedia jadi gubernur padahal gak becus. Ini tercela menurut Islam.
Namun Aa Gym dengan entengnya membayangkan Anies sebagai ahli surga. Ini kan pembodohan terhadap publik.
Kalo pake ukuran Anies sendiri tentang Firaun, ia justru lebih parah dibanding Firaun. Firaun setidaknya berhasil membangun kotanya dengan megah, sedangkan Anies justru menenggelamkan kotanya. Menghadirkan keadilan Anies juga gak sanggup, karena yang terjadi justru membikin warganya sengsara.
Eh, tapi Anies menghadirkan keadilan sih…. dalam bentuk mendatangkan air banjir ke semua kalangan, dari rakyat bawah, kelas menengah, sampe istana negara.
Jadi, kalo dinilai berdasar standar Anies sendiri tentang Firaun, skor Anies tetep aja nyungsep. Menyaingi Firaun aja gak becus. Apalagi mengunggulinya.