Jumat, Maret 29, 2024

Sirkus Ahok di Media

Arif Utama
Arif Utama
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.

ahokersSebagai manusia, kita sangat sulit untuk tak berekspektasi. Dalam perandai-andaian, kita selalu berpikir “bagaimana ini” dan “bagaimana itu” sesuai dengan pengalaman dan kapasitas kepala masing-masing. Terutama jika arahnya adalah menjadi gubernur DKI, salah satu negeri yang tak mungkin tidak dibahas orang-orang.

Dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta selalu ada yang menarik dan menjadi konsumsi nasional. Tak bisa tidak untuk itu, mengingat Jakarta adalah pusat dari negara. Baik Sandiaga Uno, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),  Yusril Ihza Mahendra, misalnya, berlomba-lomba untuk mendapatkan hati masyarakat Jakarta.

Khusus Ahok, dia baru saja melakukan aksi yang menohok: pindah ke partai politik setelah mendapat dukungan satu juta Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Jakarta. Dan dari sinilah saya menduga-duga Ahok bisa saja melakukan publicity stunt—sebuah sirkus Ahok di media.

Publicity stunt adalah sebuah kejadian terencana di mana seseorang atau sekelompok orang melakukan sesuatu hal yang bisa menarik perhatian media. Salah satu syaratnya adalah suatu kegiatan yang anomali, melawan ekspektasi orang-orang. Suatu hal yang memang mirip dengan sirkus, berisi patahan-patahan ekspektasi dari aksi yang mengagumkan demi mendapatkan perhatian.

Tentu sesungguhnya publicity stunt memang sebuah kecurigaan—sekaligus sindiran atas sebuah kegiatan public-relations yang sangat banal dan kasar—dari publik terhadap figur. Tak ada yang tahu sepenuhnya perkara niat; apakah sesuatu dilakukan agar menaikkan publisitas atau ketulusan seratus persen. Semua orang hanya bisa menduga. Namun, yang jelas, jika sudah berlaku anomali, kita akan mampu menikmati “sirkus” dan semuanya bisa terasa sangat seru.

Saya berikan contoh bagaimana publicity stunt bisa terjadi: saat Taylor Swift pacaran dengan Tom Hiddlestone. Sang Loki pacaran dengan seorang perempuan yang kerapkali mengkapitalisasi kekasih-kekasihnya dalam berbagai lagu. Atau saat Captain America mengakui bahwa ia merupakan agen Hydra dalam edisi komik terbaru Marvel tahun ini. Menggemparkan penggemar komik ini, setelah sebelumnya Captain America tampak mewakili semangat Amerika.

Jelas aksi ini menggemparkan penggemarnya. Banyak fan theory bermunculan bahwa Captain America tak jahat. Menjadi agen ganda antara di Avengers dan di Hydra? Bisa saja. Atau mungkin ia betul-betul jahat? Yang jelas, atas manuver gila dari Marvel ini, semua orang bisa membahasnya dengan bebas dan potongan yang tanggung sendiri, memberikan penalaran dan interpretasi yang luas.

Apakah Captain America baik atau justru jahat? Semua masih belum terungkap karena komik ini sendiri baru sampai di episode 2. Anda boleh ganti kata “Captain America” dengan “Ahok”, lalu “Amerika” dengan “Jakarta”, dan “Hydra” dengan “partai politik” sekarang.

Kembali bicara tentang Ahok. Tentu “sirkus” yang kini ia lakukan sudah ia pertimbangkan matang-matang. Menurunkan elektabilitas tentu adalah sebuah keabsahan. Namun, di balik itu juga kini manuver Ahok menjadi menarik. Pemberitaan Ahok lebih sering muncul dibandingkan kompetitornya. Ia menaikkan publisitas berita tentangnya.

Jika ada kata kunci “Ahok”, seakan semua orang kini ingin tahu. Setelah berbagai sandungan-sandungan, mulai dari isu yang bersifat personal seperti ras, ataupun yang berskala besar seperti kasus reklamasi, ini adalah bit-bit dengan rate tawa yang tinggi sebelum akhirnya menuju punchline: Ahok berhasil/gagal.

Tentu banyak yang kecewa dengan ini semua. Merasa disakiti tentu wajar. Dikhianati oleh Nasional Demokrat, PDI-P, dan Gerindra. Namun jangan lupa bahwa Ahok sendiri memang punya track-record di partai politik dulunya. Pernah aktif sebagai anggota Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) pada 2004 dan 2008. Pada 2008-2012 pernah singgah di Golkar. Lalu 2012-2014 masuk ke Partai Gerindra.

Dan juga memang Teman Ahok sendiri yang berinsiatif untuk mendukung dirinya. Satu juta KTP jelas merupakan pasar yang menggiurkan. Meski belum tentu akan memenangkan, hal ini berarti bahwa Ahok tidak asing sekali. Bahkan saat naik bersama Joko Widodo, ia masih berstatus dalam Partai Gerindra.

Ya, pada akhirnya kita terlalu dini untuk menilai apakah dengan manuver ini ia akan kalah atau menang. Satu hal yang pasti, Ahok sedang berperang dengan ekspektasi kita mengenai kotor dan busuknya partai politik. Mungkin banyak yang pada akhirnya memilih mundur dan enggan memberikan dukungan. Namun, mengingat masih ada waktu, semua bisa berubah. Terutama kini Ahok seakan menguasai segala publisitas media. Dan mungkin ikut serta dalam mengawal partai politik sebagaimana dikampanyekan oleh Teman Ahok. Masih ada kemungkinan-kemungkinan hal tersebut.

Yang pasti, atas manuvernya ini, drama menuju DKI 1 menjadi kian seru. Bertambah panas dan menantang. Membuat kita tak bisa tidak untuk duduk dan menonton “sirkus” Ahok hingga pada akhirnya berhenti. Kita akan terus menduga-duga, bermain dengan ekspektasi, dan lalu membiarkan Ahok melebihi ekspektasi itu.

Waktu adalah kurator yang baik dan masyarakat Jakarta akan mengetahuinya apakah ia pantas atau tidak, apalagi bersama partai politik . Tapi, sebelum waktu memutuskan datang, mari duduk dan nikmati drama ini, karena mulai dari sini semuanya akan sangat menarik!

Arif Utama
Arif Utama
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.