Sabtu, April 27, 2024

Semisal Kita Adalah ODHA

Dhihram Tenrisau
Dhihram Tenrisau
Penulis dan juga Dokter Gigi Muda.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar melakukan renungan dengan menyalakan lilin saat memperingati hari AIDS Sedunia di depan kampus Unismuh Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/12) malam. Aksi tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak melakukan diskriminasi terhadap penderita HIV AIDS. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww/15.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar melakukan renungan dengan menyalakan lilin saat memperingati hari AIDS Sedunia di depan kampus Unismuh Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/12) malam. Aksi tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak melakukan diskriminasi terhadap penderita HIV AIDS. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe.

Andaikan kita seorang perempuan janda ditinggal suami diikuti beranak dua  yang sangat miskin di kampung, kemudian menjadi korban dari human trafficking dengan iming–iming uang beberapa juta. Menjalani kehidupan sebagai pekerja seks komersial (PSK) demi keluarga di kampung.

Tanpa disadari beberapa tahun, dokter langganan kita melakukan tes bulanan dan hasilnya: divonis mengidap HIV. Seluruh keluarga di kampung kemudian mengetahui. Mereka meninggalkan kita, menganggap sesat dan nista, hingga keluarga tidak memperhatikan. Kira–kira apa yang kita lakukan ?

Andaikan kita seorang anak broken home yang kemudian mengalihkan rasa sakit ke dalam kehidupan narkotika dan menjadi junkie. Hingga di satu titik kita merasakan sakit teramat, dan hanya adiksi terhadap obat–obatan  jarum suntik  yang dapat mengobatinya. Tertangkap polisi karena kedapatan membawa obat–obatan, dan kemudian setelah melakukan tes, terpaksalah ARV–obat anti virus sebagai terapi HIV–dan metadon–subsitusi untuk narkoba.

Keluarga menjauhi dan sekolah menolak disertai vonis mati diucapkan oleh dokter yang merawat kita. Kira–kira apa yang kelak kita buat?

Semisalnya kita adalah seorang lelaki yang sedari kecil memiliki kecenderungan perempuan yang besar dalam diri, kita sudah mencoba melakukan segala cara untuk menghilangkan rasa tersebut namun ternyata tak berhasil. Kita memilih menjalani kehidupan sebagai waria yang menjajakan diri untuk para penikmat dengan konsekuensi keluarga meninggalkan kita. Sayangnya kehidupan kita dan kecenderungan itu membawa penghakiman ODHA pada tes CD4 (tes untuk menguji HIV/AIDS). Kira–kira masih adakah harapan untuk kita ?

Semisal kita juga seorang IRT–Ibu Rumah Tangga–yang menjalani rumah tangga yang bahagia dengan seseorang yang kita kenal merupakan seorang pria yang jujur dan alim. Kita adalah orang yang sangat setia dan suamipun setahu kita juga seperti itu. Tidak ada masalah dalam pernikahan, hingga suatu hari suami sakit dan semakin parah dan parah.

Hasil pemeriksaan dokter bahwa suami kita mengalami penurunan daya tahan tubuh dan terjangkit infeksi oportunistik AIDS dari paru–paru dan kelaminnya lalu akhirnya meninggal. Kemudian diketahui juga kemasukan virus yang sama dalam tubuh. Kemudian dicap memiliki dosa yang tak terampuni, dicibir dan dimaki oleh tetangga dan rekan. Apakah kita masih sanggup untuk berdiri ?

Perumpamaan kisah di atas adalah beberapa kisah dari banyak kisah lainnya yang penulis temui, Mereka adalah ODHA atau orang yang mengalami HIV/AIDS. Tidak mudah memang apa yang mereka alami. Mereka adalah orang–orang yang mengalami permasalahan sebelumnya dan tidak mengetahui sehingga memutuskan untuk menjalani kehidupan yang berisiko.

Mereka bukanlah orang–orang yang ingin mau begitu saja virus itu masuk ke dalam tubuhnya. Yang menarik bahwa kesemua orang tersebut masih sanggup berdiri dan berharap, bahkan selayaknya orang normal mereka menjalani kehidupannya. Lebih positifnya keempat orang itu menjadi pendamping untuk rekan–rekan mereka yang mengalami hal yang serupa.

Bisa dibilang HIV/AIDS bukan lagi barang baru di dunia kesehatan kita baik dalam wacana lokal dan internasional. Wacana yang dimulai akhir 80an di Indonesia, kini sudah dikenali oleh masyarakat awam. Seperti yang dirilis oleh Yayasan Spiritia tahun 2014, terjadi penurunan angka dari tahun 2013 ke tahun 2014. Ada sedikit titik cerah setiap berjalannya waktu.  Namun permasalahan utama dari kesemuanya yaitu masih melekatnya stigma dan diskriminasi. Kedua permasalahan itu masih menjadi Raison d’etre, yang Hannah Arendt definisikan sebagai ingatan kolektif. Doktrin–doktrin dan pengalaman-pengalaman usang di masa lalu yang menegaskan stigma dan diskriminasi dan hukuman sosial masih senantiasa terjadi.

Kita bisa melihatnya dengan berjalan-jalan ke bangsal Isolasi atau infeksi di rumah sakit, mudah ditemukan bagaimana perlakuan petugas kesehatan yang seakan jijik dengan proteksi berlebihan kepada pasien yang diberi label “B20”(menkitakan ODHA dengan infeksi lainnya). Perlakuan stigma dan diskriminasi inilah yang memupuskan harapan hidup. Banyak penelitian yang memaparkan bagaimana pentingnya harapan hidup bagi ODHA.

Ada juga reaksi berlebihan dari kegiatan pembagian kondom di beberapa kota atau daerah, padahal dengan menggunakan kondom–bagi orang yang tak mampu menahan diri–, orang tersebut dapat terlindung dan melindungi orang lain dari infeksi ini.

Bayangkan jika keempat di atas lalu kehilangan harapan, bisa jadi mereka lebih memilih tidak melanjutkan perawatan mereka, atau bisa jadi malah menularkannya kepada orang lain. Karena itu sudah sewajarnya kita menjadikan mereka diapresaisi dan dimanusiakan. Utamanya harapan untuk senantiasa berguna untuk orang lain.

Awal Desember terdapat dua peringatan akan manusia, yaitu Hari HIV/AIDS Sedunia dan HAM (Hak Asasi Manusia). Seburuk apa pun manusia dan apa pun kesalahan di masa lalunya, dia tetap manusia. Stigma dan diskriminasi adalah penghalang Deklarasi Hak Asasi Manusia yang diprakarsai Marquis de Lafayette, tanpa kesadaran dari individu–individu untuk menghapus stigma dan diskriminasi dan menebarkan harapan salah satunya kepada ODHA.

Umpamakan diri kita sebagai subyek yang mengalami keempat kisah di atas, bukan sebagai subyek yang menghakimi. Kita mengalami diskriminasi dan stigma. Apakah yang kita akan lakukan? Apakah kita masih bisa berdiri dan bertahan?

Dhihram Tenrisau
Dhihram Tenrisau
Penulis dan juga Dokter Gigi Muda.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.