Seluruh umat Islam sedunia kini sedang melaksanakan ibadah puasa selama sebulan. Ramadan menjadi bulan paling istimewa bagi Muslim karena janji limpahan pahala dari-Nya.
Pelaksanaan ibadah puasa tahun ini sedikit berbeda dari tahun sebelumnya. Hal ini lantaran bersamaan dengan penyelenggaraan even sepakbola Piala Amerika dan Piala Eropa. Piala Amerika berlangsung 3-26 Juni 2016 di Amerika Serikat dan diikuti oleh 16 negara. Sedangkan Piala Eropa berlangsung di Prancis pada 10 Juni-10 Juli 2016.
Umat Islam yang juga penggemar sepakbola tentu mendapatkan ujian terkait even tersebut. Kekhawatiran yang muncul adalah aktivitas menonton Piala Amerika dan Piala Eropa akan menggoda dan menurunkan kualitas ibadah puasa. Fenomena ini penting disikapi proporsional dan bijak. Tapi tak sedikit juga umat Islam, khususnya di Indonesia, yang senang karena siaran langsung kedua even tersebut ditayangkan di malam hari dan dini hari menjelang sahur.
Piala Amerika dan Piala Eropa memiliki hikmah yang layak direnungkan oleh siapa pun, termasuk umat Islam. Salah satu hikmah tersebut adalah dalam konteks perdamaian dunia. Sepakbola menghilangkan sekat ideologis, konflik negara, dan perpolitikan.
Semua agama tentu mengajarkan perdamaian. Hadirnya konflik, penindasan, penjajahan, dan sejenisnya lebih disebabkan oleh ketamakan manusia terkait duniawi. Begitu pula Islam yang mengklaim sebagai agama damai pembawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).
Banyak ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW yang memberikan petunjuk akan pentingnya perdamaian. Beberapa hal dapat dipahami sebagai prinsip perdamaian dalam Islam (Rachman, 2007). Pertama, Islam mengajarkan persamaan sederajat (Al-Hujurât [49]: 13). Semua sama di mata Tuhan yang membedakan hanyalah kadar ketakwaannya.
Kedua, larangan berbuat zalim (Al-Furqân [25]: 19). Allah mengancam azab atau siksa berat di akhirat bagi pelaku kezaliman. Ketiga, Islam menjalankan teologi kebebasan. Tidak ada paksanaan dalam beragama (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Kelima, Islam menjunjung tinggi keadilan (Al-Mâidah [5]: 8). Bahkan Islam mengajarkan adil bagi musuh sekalipun. Keenam, menyerukan kerukunan dan tolong menolog (Al-Mâidah [5]: 2). Tolong menolong tentu dalam konteks kebaikan.
Ketujuh, Islam sangat menganjurkan toleransi (QS Fushshilat [41]: 34-35). Toleransi di sini adalah selain masalah keyakinan. Kedelapan, Islam mengarahkan umatnya untuk meningkatkan solidaritas sosial (QS Al-Ma’ârij [70]: 24-25). Solidaritas duniawi dapat dilakukan kepada siapa saja tanpa memandang SARA.
Islam sering disudutkan karena beberapa oknum umatnya melakukan aksi terorisme. Yang terbaru terjadi di Bandara Istambul, Turki. Beberapa wilayah dominan muslim juga masih terjebak konflik. Hal ini semestinya tidak bisa digeneralisasi, karena ajaran Islam sebenarnya cinta damai.
Islam memang memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan guna menghadapi musuh dan ada konsep jihad fisik. Persiapan sebenarnya untuk menakut-nakuti musuh yang bermaksud akan melahirkan kekacauan dan disintegrasi (QS Al-Anfal [8]: 60). Peperangan hanya diizinkan untuk menyingkirkan penganiayaan dan penindasan.
Batas-batas dan adab berperang pun diatur rinci. Anak-anak, orang tua, kaum lemah, bahkan pepohonan harus dilindungi. Jika musuh menyerah atau tidak berdaya, Quran melarang membunuh melainkan diajarkan agar segera berdamai (QS Al-Anfal [8]: 61).
Sepakbola juga menyuguhkan pelajaran perdamaian yang nyata. Keterlibatan pemain, pelatih, manajer, official, penonton, dan lainnya tidak memandang SARA. Semua melebur dengan hanya menonjolkan profesionalisme dan kesamaan dukungan.
Sepakbola menembus batas-batas geografis. Kompetisi dan pertandingan di lapangan hijau berbuah keakraban dan persatuan setelahnya. Para pemain kadang mengenakan pita hitam sebagai bentuk kepedulian atas kemanusiaan.
Para pemain profesional bahkan tidak sedikit yang menyisihkan gajinya untuk program kemanusiaan. Misalnya Christiano Ronaldo yang konsen membantu Palestina. Laga amal juga kerap dilakukan guna mengumpulkan donasi bagi yang membutuhkan.
Ulah-ulah oknum saja yangmenodai sepakbola. Misalnya bentrok fisik di lapangan hingga tawuran antar pendukung. Oknum pemain juga kadang melakukan selebrasi rasis. Semua ini sudah ditangani tegas oleh peraturan persepakbolaan yang independen.
Puasa kali ini tentu menjadi momentum yang tepat memahami kembali konsep perdamaian dalam Islam. Tentu yang lebih penting adalah bersegera mewujudkannya dalam kehidupan nyata.
Aktivitas menikmati sepakbola juga dapat dioptimalkan tidak sekadar sebagai hiburan. Hikmah sepakbola di atas dapat dijadikan bahan perenungan. Islam mengajarkan bahwa hikmah dapat dipetik dari mana saja. Niat menonton sepakbola dapat diluruskan dan diimbuhi dengan upaya perenungan. Selain itu, menghindari acara pendukung yang dilarang agama, seperi menonton ditemani minuman keras.
Manajemen waktu penting dilakukan kali ini. Piala Amerika dan Piala Eropa yang menggoda bagaimana dapat dinikmati tanpa mengabaikan atau mengganggu ibadah di bulan suci ini. Pemangku kepentingan sepakbola Indonesia tentu juga mesti belajar dari Piala Amerika dan Piala Eropa. Prestasi dan manajemen yang baik menjadi kunci kemajuan sepakbola. Iklim spiritual dapat ditambahkan dan menjadi pembeda dari negara-negara lainnya