Jumat, April 19, 2024

Susiku Sayang, Susiku Malang

Iding Rosyidin
Iding Rosyidin
Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

“Tenggelamkan!” demikian salah satu jargon yang berkali-kali viral di media-media  sosial di Indonesia. Banyak orang menggunakan kata ini demi kepentingannya masing-masing, yang umumnya bernada candaan atau gurauan. Maka, saya pun mau ikut-ikutan, jika Anda tidak mau membaca tulisan ini, saya akan bilang, “tenggelamkan!” hehehe.

Jargon yang sangat sohor tersebut tidak lain adalah ungkapan dari salah seorang menteri yang dianggap unik dan nyentrik di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK). Dialah Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Ungkapan “tenggelamkan” sebenarnya terkait dengan salah satu kebijakannya untuk memberantas praktik illegal fishing di perairan Indonesia. Kapal-kapal asing yang tertangkap karena mencuri ikan, lalu ditenggelamkan dengan diledakkan kapalnya.

Cara yang dianggap cukup ekstrem bagi sebagian kalangan tersebut ternyata sangat populer di mata masyarakat Indonesia bahkan dunia. Beberapa pihak mengapresiasinya sebagai bentuk yang tepat untuk menindak tegas praktik illegal fishing yang sebenarnya sudah berlangsung sekian lama di laut Indonesia. Dan karena tindakan tersebut, pemerintah dan rakyat Indonesia menderita kerugian yang luar biasa banyak.

Sampai saat ini sudah banyak kapal yang ditenggelamkan. Menurut Susi sendiri, sepanjang tahun 2016 saja, ada 236 kapal asing dan lokal yang ditenggelamkan karena kedapatan mencuri ikan. Kapal asing tersebut didominasi oleh kapal Vietnam, yaitu sebanyak 96 buah, lain-lainnya dari Filipina, Thailand, Malaysia dan sebagainya (kompas.com 17/01/17).

Maka, Menteri Susi pun seperti menjadi “kesayangan” hampir semua orang di republik ini. Umumnya ia dinilai berhasil memperlihatkan sikap tegas pemerintah Indonesia terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di wilayah negeri ini. Para pencuri ikan sekarang harus berpikir ribuan kali untuk melakukan aksinya di perairan Indonesia.

Namun, belakangan aksi Susi itu mendapat penentangan, justru dari koleganya sesama menteri. Seperti diketahui, Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Panjaitan meminta Susi untuk menghentikan penenggelaman dan peledakan kapal asing yang tertangkap melakukan pencurian ikan karena sudah cukup memperlihatkan ketegasan Indonesia. Tetapi besoknya, seolah tidak terima, Susi memberikan balasan bahwa tindakannya itu sudah sesuai dengan aturan.

Perspektif Komunikasi

Dalam perspektif komunikasi, apa yang disampaikan oleh Luhut dan kemudian dijawab oleh Susi melalui media situs kementerian maupun media lain sehingga terjadi semacam balas pantun di ruang publik menunjukkan perilaku komunikasi yang memprihatinkan. Keduanya, yang notabene merupakan pejabat negara, seolah tidak memahami bahwa perilakunya tersebut akan berdampak luas.

Salah satu dampak komunikasi yang mungkin timbul dari silang sengketa antara Luhut dan Susi adalah munculnya persepsi di benak publik bahwa telah terjadi ketidaksolidan di internal kabinet Jokowi-JK. Persepsi seperti itu mungkin sulit dihindari karena peristiwa tersebut terjadi di ruang publik di mana setiap orang dengan bebas mempersepsi setiap peristiwa dengan perspektifnya masing-masing.

Seharusnya, jika memang ada persoalan, misalnya, ketidaksetujuan  terhadap cara-cara yang ditempuh Susi terkait dengan penenggelaman dan peledakan kapal-kapal asing yang telah melakukan pelanggaran, dibicarakan saja di internal, antara lain dalam rapat kabinet yang langsung dipimpin oleh Presiden. Di situlah baru Luhut menyampaikan keberatannya sehingga bisa langsung dibicarakan bersama oleh semua peserta rapat.

Jika sudah diperoleh solusinya, katakalan tidak perlu lagi ada penenggelaman dan peledakan kapal, barulah kemudian Susi diminta untuk menyampaikan hasilnya ke publik, bisa melalui konferensi pers atau cara lainnya. Itulah sebenarnya cara yang paling elegan ditempuh oleh para pejabat publik, apalagi setingkat menteri. Kalau itu yang terjadi, jelas tidak akan terjadi kegaduhan atau perdebatan panas di ruang publik antar sesama pembantu presiden seperti sekarang.

Selain persepsi adanya ketidaksolidan di internal kabinet, mungkin saja publik akan memiliki persepsi lain, bahwa boleh jadi langkah Luhut di atas disebabkan karena ada tekanan–-entah dari pihak mana, dalam ataukah luar negeri–terhadap pemerintah Indonesia atas aksi Menteri Kelautan dan Perikanan itu. Mungkin ada pihak yang merasa sangat dirugikan dengan tindakan penenggelaman dan peledakan kapal asing sehingga kemudian berusaha menghentikannya.

Jika persepsi ini benar, sangat disayangkan kalau pemerintah Indonesia harus tunduk terhadap keinginan pihak tersebut. Bagaimanapun tindakan penenggelaman dan peledakan kapal asing yang mencuri ikan-ikan di perairan Indonesia, seperti disebutkan oleh Jokowi, perlu untuk menimbulkan efek jera. Tindakan paling menyeramkan untuk membuat para pencuri berkapal itu jera adalah dengan menenggelam dan meledakkannya.

Sejauh ini, tindakan Susi tersebut mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak, terutama yang paling dirugikan oleh aksi pencurian ikan. Kaum nelayan, misalnya, jelas senang dengan aksi tersebut. Gara-gara tindakan illegal fishing, menurut Susi dalam sebuah kesempatan, rumah tangga nelayan berkurang 50 persen dari 1.6 juta menjadi 800.000, lalu sebanyak 115 ribu eksportir ikan gulung tikar. Dan para ABK banyak yang pindah haluan profesi atau berubanisasi ke Jakarta.

Oleh karena itu, sebaiknya perlu dipertimbangkan kembali jika cara yang telah ditempuh oleh Susi itu dihentikan. Argumen Luhut bahwa saat ini fokusnya lebih dialihkan ke aspek produksi sebenarnya tidak mesti harus menghentikan aspek penindakan hukum. Dengan kata lain, produksi dan penindakan hukum seperti penenggelaman dan peledakan kapal bisa dilakukan secara bersama-sama.

Dalam situasi seperti ini, Jokowi sebagai pucuk pimpinan mesti segera turun tangan agar masalahnya tidak berlarut-larut. Jangan sampai pada akhirnya Susi menjadi korban kegaduhan ini, karena apa yang dilakukannya sebenarnya atas persetujuan presiden juga. Jelas, saya tidak mengharapkan, suatu saat nanti ada ungkapan Susiku sayang, Susiku malang.

Kolom terkait:

Nasionalisme Menteri Susi Pudjiastuti

DiCaprio Jatuh Cinta Menteri Susi

Menteri Susi, Retno Marsudi, dan Krisis Laut Cina Selatan

Iding Rosyidin
Iding Rosyidin
Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.