Meski saya yakin tidak semua yang menolak Ahok membencinya, bila disusun dalam kata-kata, barangkali beginilah ungkapan kegembiraan para pembenci Ahok setelah pengadilan memutuskan mengganjar Ahok dengan hukuman dua tahun penjara.
Puas sudah kami semua. Mengalahkan Ahok di Pilkada Jakarta dan sekarang menjebloskannya ke dalam bui. Takbiiiiiir…. الله أكبر
Sejujurnya akan lebih sempurna bila Ahok divonis 5 tahun, atau 10 tahun, atau sekalian dijatuhi hukuman mati sesuai dengan hukum syariah versi kami.
Majelis hakim yang bersidang ternyata terdiri dari para hakim yang sungguh beriman. Meski penuntut umum tak mampu membuktikan kesalahan Ahok sebagai penista agama, majelis hakim tertolong oleh hidayah dari Tuhan sehingga dapat membuat kesimpulan berdasar logika bahwa Ahok terbukti bersalah.
Rasa keadilan hakim telah sesuai dengan tuntutan keadilan kami, para demonstran yang dengan setia mendampingi sidang-sidang pengadilan dengan orasi dan kepalan tangan.
Tuhan kami telah berpihak kepada kami. Doa-doa kami dikabulkan. Tuhan kami telah mengalahkan Tuhan mereka. Takbiiiir… الله أكبر
Sekarang saatnya kami membuat agenda baru. Jangan sampai Ahok lolos di Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Kami akan waspada dan ikuti terus perjalanan ini.
Masjid terbesar di Asia Tenggara, Masjid Istiqlal, juga masjid-masjid lain, akan terus kami kuasai dan jadikan benteng dan pusat perjuangan kami. Secara berkala, jalan-jalan di Jakarta akan terus kami bikin macet dan penuhi dengan laskar putih sampai tujuan akhir tercapai. Sebuah negeri di bawah pimpinan seorang khalifah yang akan menyatukan kita semua dengan dunia Islam di bawah panji-panji khilafah di seantero dunia. Takbiiiiir…الله أكبر
Tidak akan ada yang bisa menghalangi kami. Kami tidak takut mati. Kami akan berjihad. Para bidadari telah menanti kami di surga. Takbiiir…الله أكبر
Kami tidak mau negeri ini dikuasai oleh orang kafir atau kaum Muslim munafik yang bekerja sama dengan kafir. Kami akan bersihkan negeri ini dari semua dosa-dosa besar atau kecil, yang haram atau bid’ah, yang liberal atau ateis, yang komunis atau Syiah, yang nasionalis atau Pancasilais.
Meski kami menolak dan meyakini bahwa sistem demokrasi adalah buatan setan, kami akan manfaatkan kebebasan berekspresi dalam demokrasi sebagai batu loncatan mencapai tujuan akhir kami.
Kami sudah tidak sabar mengosongkan Balai Kota dari musuh-musuh kami. Kami akan jaga gubernur baru usungan kami agar tetap dalam koridor prinsip-prinsip perjuangan kami. Prinsip mendahulukan kepentingan warga Jakarta yang sealiran dengan kami dan selalu waspada terhadap semua yang berbau asing dan aseng. Takbiiiir…الله أكبر
Gubernur dan wakil gubernur baru tidak boleh melupakan jasa-jasa kami sebagai pendukung mereka. Tak akan mungkin mereka meraih kemenangan tanpa upaya kami menakut-nakuti warga Muslim Jakarta yang sederhana dengan ancaman neraka dan bila mati tak akan disalati.
Kemenangan di DKI adalah langkah pertama kami menuju kemenangan nasional di seluruh Indonesia. Strategi kami telah terbukti ampuh meluluh lantakkan semua lawan dan musuh. Menghidupkan kembali semangat akidah dan semangat beragama yang murni, bebas dari kerancuan berbagai tafsir dan pandangan. Memastikan bahwa semua yang berada di pihak kami adalah ahli surga dan yang menentang kami adalah penghuni neraka. Takbiiiiir…الله أكبر
Tanah dan air di negeri ini adalah milik kami. Kamilah yang berjasa memerdekakan bangsa ini dari penjajah. Kelompok lain adalah para penumpang gelap yang merebut milik kami dengan jargon-jargon kebinekaan, Pancasila, persatuan, NKRI, dan lain sebagainya.
Segala puji bagi Tuhan yang telah menyatukan kami dan membuat garis batas yang jelas antara kami dan mereka. Takbiiir…الله أكبر
***
Sementara itu, di depan Balai Kota Jakarta, bunga-bunga indah berbaris harum serta lilin-lilin mungil mulai memancarkan cahayanya. Satu, dua, sepuluh, seribu, sepuluh ribu, dan seterusnya. Suara paduan menyanyikan lagu patriot. Wajah-wajah segar, muda, tua, dan bersemangat yang tadinya diam, bangkit kesadarannya bahwa ibu pertiwi dalam keadaan bahaya. Kota-kota lain bergantian tersiram oleh cahaya lilin-lilin harapan. Seakan mengatakan kami tidak lagi diam. Inilah suara kami. Padamu negeri, jiwa raga kami.
Kami takkan biarkan anak cucu kami merasa asing di negeri sendiri. Ini tanah airku. Tanah air kami. Tumpah darah kita semua. Cukup sudah, terlalu lama kami diam. Terlalu lama kami jadi penonton. Terlalu lama kami membiarkan rayap-rayap penggerogot fondasi bangsa.
Kami tak rela negeri kami dibakar oleh kebencian. Dikoyak oleh rasisme. Diracun oleh fanatisme. Diremuk oleh fasisme. Dipecah belah oleh separatisme. Dikubur oleh kezaliman. Takbiiir….الله أكبر
Jakarta, 12 Mei 2017