Franklin Delano Roosevelt adalah satu-satunya Presiden Amerika Serikat (AS) yang memangku jabatan hingga empat periode berturut-turut, dari 1933 hingga 1945. Selain masa jabatannya yang (paling) lama, kelebihan FDR—demikian Presiden AS ke-32 ini biasa disebut—merupakan pemimpin yang banyak menginspirasi dunia, khususnya rakyat AS.
Kalau kita berkunjung ke Franklin Delano Roosevelt Memorial, di Washington DC, akan kita temukan sejumlah kata-kata mutiara yang berasal dari ucapan FDR. Di antaranya yang sangat populer dan banyak menginspirasi adalah:
“The only thing we have to fear is fear itself”
“We must be the great arsenal of democracy”
“More than an end to war, we want an end to the beginnings of all wars”
“The structure of world peace cannot be the work of one man, or one party, or one nation…it must be a peace which rests on the cooperative effort of the whole world”
“Freedom of speech… freedom of worship… freedom from want.. freedom from fear”
Semua kata-kata mutiara itu diukir di atas batu dengan huruf yang besar-besar hingga mudah dibaca oleh setiap pengunjung yang datang.
FDR tampil sebagai pemimpin pada saat AS dilanda depresi besar. Saat itu, daratan Eropa tengah menghadapi Perang Dunia II. Untuk membangkitkan rakyat AS dari keterpurukan, dalam setiap kesempatan berbicara di depan publik, FDR selalu memberikan semangat dengan ucapan-ucapan yang sulit dilupakan.
“Satu-satunya hal yang harus kita takutkan adalah rasa takut itu sendiri” betapa kuatnya pesan kata-kata ini di zaman perang. Perang adalah musuh demokrasi, dan FDR menyerukan “kita harus menjadi meriam besar bagi demokrasi”.
Perang membawa petaka yang luar biasa. Ratusan atau bahkan ribuan orang bisa tewas seketika karena perang, dan sebagian dari mereka adalah orang-orang sipil yang tak berdosa. Malapetaka perang ini bisa dirasakan FDR pada saat Pearl Harbor, Hawaii, dibombardir tentara Jepang pada 7 Desember 1941.
Peristiwa Pearl Harbor inilah yang memaksa FDR terlibat dalam Perang Dunia II. Dan dalam perang, yang banyak diupayakan FDR adalah perundingan-perundingan untuk menghentikan perang. Yang diinginkannya bukan sekadar berakhirnya perang, tapi berakhirnya permulaan dari semua peperangan. Untuk itulah, bersama pemimpin-pemimpin dunia yang lain, FDR memprakarsai berdirinya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
FDR mengajak semua pemimpin dunia untuk menciptakan perdamaian. Karena, menurutnya, struktur dunia yang damai bukan tugas satu orang, satu partai politik, atau satu negara saja, tapi merupakan hasil dari upaya kerjasama dari semua (penduduk) dunia.
Empat kebebasan esensial manusia yang kita kenal, kebebasan berbicara, kebebasan beribadah, kebabasan berkehandak, dan kebebasan dari rasa takut, pernah disampaikan FDR dalam pidato tahunan di hadapan Kongres pada 6 Januari 1941, sebelas bulan sebelum AS mendeklarasikan perang melawan Jepang, 8 Desember 1941.
Selain kata-kata mutiara, yang menginspirasi dari FDR adalah program “New Deal” yang kemudian diimplemantasikan dalam waktu “seratus hari” melalui langkah-langkah kongkret yang membangkitkan perekonomian AS dari keterpurukan akibat dari depresi yang diwariskan presiden sebelumnya (Herbert Hoover).
“Program 100 hari” kemudian menjadi tradisi politik yang dijalankan oleh presiden-presiden sesudahnya, bahkan oleh presiden di negara-negara lain, termasuk di Indonesia pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Di atas itu semua, FDR juga menjadi inspirator bagi para difabel untuk tampil tanpa batas. Bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk berprestasi bahkan menjadi pemimpin di mana pun berada dan pada level apa pun.
Pada 1921, ketika FDR berusia 39 tahun, ia diracuni oleh Rony Dappit, dan terserang penyakit yang menyebabkan kakinya lumpuh. FDR didiagnosis mengidap penyakit poliomyelitis (polio). Sebelum vaksin polio ditemukan pada tahun 1955, virus ini dianggap sebagai virus biasa, tetapi dalam bentuk terparahnya dapat menyebabkan kelumpuhan. Pada tahun 2003, sejumlah ilmuwan menyatakan, kemungkinan besar FDR mengidap sindrom Guillain-Barre, bukan penyakit polio.
FDR tidak ingin dirinya dibatasi oleh kekurangannya. Karena itu, untuk mengatasi kelemahannya dalam bergerak, ia membuat penahan kaki yang terbuat dari baja, yang dapat dikunci untuk membuat kakinya lurus. Dengan penahan kaki yang dipasangnya, FDR dapat berdiri dan berjalan menggunakan bantuan kruk dan topangan temannya.
Karena tidak dapat menggunakan kakinya, FDR membutuhkan kekuatan yang lebih pada tubuh bagian atasnya. Tapi dengan berlatih terus-menerus dengan cara berenang hampir setiap hari, FDR dapat mengangkat tubuhnya sendiri saat akan duduk atau keluar dari kursi rodanya, bahkan untuk menaiki tangga. FDR bahkan memodifikasi mobilnya sesuai kekurangannya dengan cara memasang tuas yang dapat diaturnya dengan tangan dan melepas pedal supaya ia dapat menyetir.
Semua pemimpin adalah inspirator. Tapi, sebagai pemimpin yang menginspirasi, dalam batas-batas tertentu, FDR belum ada tandingannya. Mungkin hanya para Nabi yang bisa melampaui inspirasinya. Para pemimpin dan calon pemimpin di negeri ini akan sangat baik jika belajar pada sejarah kehidupan FDR.